Chereads / My Hot Wife / Chapter 9 - Siapa mereka? part 3

Chapter 9 - Siapa mereka? part 3

"Sstttt..." desah Varo, memutar matanya melihat situasi di luar di balik celah lubang kecil tepat di depannya.

"Apa kalian menemukannya di luar?" tanya para pengawal yang sudah keluar bergabung dengan teman-temannya.

"Aku tidak menemukannya," sahut yang lainya.

"Aku juga, sepertinya mereka sudah pergi. Atau mungkin masih di dalam?"

" Lebih baik, kita semua berpencar. Dan Kamu masuk ke dalam, cari dengan teliti. Sampai celah sekecilpun. Sementara aku akan menunggu di luar."

"Aku sudah masuk ke dalam tadi. Dan di salam juga sama tidak ada apa-apa."

"Kita periksa lagi."

"Terserah kalian saja. Aku mau pergi. Di dalam begitu kotor." ucap boss dari mereka.

"Kalian berpencarlah jika memang ingin menemukannya segera."

"Baiklah!" kita harus temukan gadis itu. Jika bisa menemukan dia, pasti akan mendapatkan imbalan besar nantinya."

Seorang wanita tak akan pernah pergi jauh dari sembunyiannya. Lebih baik kalian berpencar. Aku curiga di rumah ini."

Queen menarik tangan Varo, memutar matanya mencoba berpikir sejenak dengan apa yang di katakan dua laki-laki yang tak di kenalnya itu.

"Maksud mereka apa?"

"Kamu gak tahu?" tanya Varo, menyentil dahi Queen dengan telujuknya. Membuat gadis itu tersipu malu. Queen mengusap dahinya.

"Tahu apa?" tanyanya malu-malu.

Varo menyipitkan matanya menatap tajam ke arah Queen. Seakan dalam hatinya dia curiga terhadap wanita aneh di depannya itu.

Siapa sebenarnya dia? Dan apa hubungannya dengan mereka? Sepertinya ada sebuah rahasia yang tak di ketahui olehku.

"Kamu itu gadis berpendidikan atau tidak. Dia itu mencari kamu, aku pernah bilang jika dia dari mafia barat. Artinya apa? Aku juga tidak tahu. Lagian kamu juga tidak kasih tahu siapa kamu sebenarnya,"

"Tapi kenapa juga mereka mencariku. Dam aku tidak kenal dengan mafia barat? Apa itu makanan? Atau nama orang."

Varo menghela napasnya kesal, ia memutar matanya malas.

"Hah… entahlah, aku bingung. Gimana bisa aku bicara dengan kamu."

"Tinggal bicara saja apa…"

"Sstttt" desah Varo, menyela ucapan Queen. Merasa ada yang aneh, Varo dengan terpaksa langsung memeluk Queen. Ke dua detak jantung mereka saling beradu, berdegup sangat kencang. Seakan sedang berlomba-lomba. Suara detak jantung itu saling berpacu dalam diam.

Varo terkan dengan alki-laki dingin vuek, tapi tatapan lali-laki itu sangat kematian. Karena di buat sesak napas seketika saat melihat mata tajamnya. Bahkan lebih tajam dari tatapan elang.

Ke dua mata Queen tak mau lepas, menatap wajah tampan yang sudah sangat dekat dengannya hanya berjarak dua telunjuk tangan darinya.

Apa yang aku lakukan? Aku tak bisa di pungkiri itu. Dia sangat tampan. Benar-benar sangat tampan. Aku lemah di depannya.

Queen menggelengkan kepalanya, dia tersadar dari apa yang sudah di lakukannya itu tidak baik. Gak mungkin juga dia suka dengan orang biasa seperti dia. Karena tipe laki-laki impiannya tak ada sama sekali dalam dirinya. Meski dia tampan. Wanita itu mendorong tubuh Varo.

"Menjauh dariku?" umpat Queen.

"Ih.. Kenapa kamu memeluku," rengek Queen mengusap ke dua bahu tangannya bergantian.

"Maaf! Tadi orang itu melihat kita di dalam,"

"Apa? Terus sekarang gimana dia sudah pergi?" tanyanya terkejut.

"Ssstt.. Pelankan suara kamu," ucap Varo, meraih tangan Queen mengangkatnya beranjak dari tempat itu.

"Aw.. Sakit.. Kamu mau bawa aku kemana?" tanya Queen tertarik sembari menutup hidungnya yang hampir saja di penuhi debu.

"Kita pergi dari sini" Varo memegang pergelangan tangan Queen.

"Tapi gimana dengan orang itu?" tanya Queen, dia menyukai moment seperti ini. Di mana ini adalah moment di untuknya bisa dekat dengan laki-laki itu. Bahkan dia tak mau lepas darinya. Dan mencoba sedikit jual mahal agar tidak di kira wanita murahan olehnya.

"Tenang saja sepertinya mereka sudah pergi," ucap Varo.

Varo mengintip di balik jendela kaca yang terlihat berlubang tanpa kaca. Hanya sisa sedikit pecahan kaca di bawahnya.

"Benar kataku, ayo pergi!" Varo memegang erat talapak tangan Queen, membuka pintu itu perlahan, membuat suara lagi dencitan yang lebih pelan dari yang semula.

"Udah aku capek lari terus," kata Queen menarik tangannya. "Lagian juga orang itu sudah tidak ada,"

"Baiklah! Kita belanja dulu sekarang, tapi ingat jangan banyak. Beli dua baju,"

"Oke." jawab cepat Queen. "Tapi sama daleman ya," bisiknya.

Varo melebarkan matanya, perlahan lehernya bergerak menatap Queen. Dan hanya di balas dengan tangan telunjuk dan jari tangan membentuk huruf V sembari meringis jahil.

"Oke.." ucapnya pasrah.

Varo dan Queen berjalan dengan langkah ringan tanpa ada pertanyaan lagi di antara mereka. hanya saling diam tapa menatap saru sama lain. Dan Varo sibuk dengan ponselnya sendiri.

Queen memelih beberapa kaos dan dalaman untuknya. Hingga merasa puas, dia mulai membayarnya di kasir.

"Mana uangnya?"

"Gak ada!"

"Tadi katanya ada?"

"Gak ada, aku bilang gak ada. Ya, gak ada!" bentak Varo membuat wanita itu bergidik takut.

"Ya, udah gimana kalau kamu yang aku tinggal di sini," Queen menarik ke dua alisnya ke atas.

"Aku gak mau bayar jika kanu belanja sebanyak ini Apa kamu mau jual aku," kata Varo menarik kelopak matanya, membuat alis tebalnya saling tertaut.

Queen menatap ke baju yang sudah di depan kasir itu. Dia kembali menatap Varo sembari meringis. "Hehe.. Mbak apa boleh ini di kembalikan sebagian," tanya Queen.

"Boleh, jadi ambil yang mana?" jawab kasir itu ramah.

"Ini saja mbak," Queen tak hentinya tersenyum Dia benar-benar malu kali ini. Ini pengalaman pertama kalinya dia belanja tapi mengembalikan barang. Queen menarik menarik ulur bajunya. Rasanya sangat berat jika dirinya mengembalikan banjunya.

"Apa jadi ambil ini, mbak?"

"Em.. Hehe.. Gak, deh, mbak. Udah dua saja." Queen dengan terpaksa memberikan sebagian baju yang tak jadi dia beli. Jika seadanya orang tuanya memberikan uang lebih. Atau uangnya tak ia tinggalkan. Dia bisa memberi semuanya. Bahkan satu toko bisa dia beli dengan mudahnya.

Queen m3nguntupkan bibirnya. Dia meraih kantong plastik yang sudah berisikan baju. Berjalan mundur dengan ke dua kali menyeret bersamaan ke belakang. Queen meringis lagi, tersenyum ramah menatap Varo.

Varo tahu apa.yang di maksud Queen. Dia pasti ingin minta uang. Baginya wanita itu adalahorangpembawa sial yang membuat hidupnya semakin berantakan. Sudah hidup susah, tambah susah harus menghidupi wanita itu. Bahkan dia juga yak mau bekerja seperti dirinya.

Varo membuka dompetnya lebar. Ke dua matanya melebar saat melihat hanya lembaran uang seratus ribu dalam dompetnya.Karena Varo tipe laki-laki yang tak begitu tega dengan wanita. Terpaksa dia memberikan mengeluarkan uang stau-satunya miliknya saat ini.

Antara rasa oenyesalan, ikhlas gak ikhlas, dia juga harus tetap ikhlas. Dan berharao besok bisa punya uang lembar lagi dalam satu kejap mata.

Varo membuka dompet, terlihat hanya 3 lembar uang berwarna merah di dalamnya. Seketika dia menghela napasnya kasar.

"Tinggal segini," gumamnya lirih.

Melihat wajah Varo yang terlihat muram, Queen memegang lengannya. "Kenapa? Apa masih gak punya uang? Ini hanya dua, kok!"

"Iya, udah ini bayar, semuanya berapa?" Varo mengangkat kepalanya menatap ke arah pagawai kasir.

"200 ribu," ucap pegawai kasir, seketika Varo menghela napasnya lega.

Varo segera memberikan uangnya, lalu menarik tangan Queen untuk segera pergi.

Baru beberapa langkah keluar dari mall. Langkah mereka terhenti saat ada sebuah tangan mendarat tepat di pundaknya.

Queen refleks menarik tangan orang itu, melemparkan ke depan dengan sekuat tenaganya. Membuat semua pengunjung di sana heboh menatapnya bingung. Bahkan ada beberapa yang menatap dia kagum.

"Siapa kamu?" tanya Queen.

"Maaf, nona! Saya mengejutkan nona,"