Mereka yang masih bersembunyi, tanpa sadar Varo memegang erat tangan Queen. Mengamati sekelilingnya.
Hachhuuu….
Vari berdiri tepat di depan Queen menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Jangan bersuara." ucap Varo lirih.
Queen menatap wajah tampan Varo dari dekat. Wajahnya begitu sempurna. Tangannya terasa sangat lembut, apalagi mata biru, hidung mancung dan alis tebalnya membuat semua wanita yang menatapnya pasti bertekuk lutut padanya.
Wanita itu menelan ludahnya susah payah. Ke dua katanya tak mau berhenti menatap anugrah terindah untuknya.
Dia sangat tampan.. Wajahnya benar-benar membuat hatiku meleleh. Jika ayahku menikahkanku dengannya. Aku tidak akan mungkin lagi banyak mikir. Langsung saja menikah.
Varo menatap ke arah laki-laki yang dari tadi mengejarnya. Merasa sudah aman Varo bersandar di tembok, sembari menghela napasnya lega.
"Hah… Akhirnya mereka pergi juga." gumam lirih Varo.
Queen yang masih shok kejadian tadi. Ia tak sanggup lagi mengeluarkan banyak kata-kata.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Varo pada Queen. Dia yang semula cuek berubah jadi khawatir hanya hitungan detik saja.
Apa dia mengkhawatirkan diriku. Tapi jika aku jujur. Aku sesak napas. Apa dia mau memberiku napas buatan?
"Hello… Apa kamu baik-baik saja?" tanya Varo lagi, mengibaskan tangannya tepat di depan wajahnya.
Queen menelan kudanya berkali-kali hingga melegakan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa sangat kering. Ia memegang dadanya, mencengkeram bajunya, merasakan napasnya seakan berada di ujung tanduk. Saat Varo tiba-tiba mendekatkan wajahnya.
"Kamu kenapa?"
"Sesak napas!" ucap gugup Queen.
Apa yang terjadi padaku. Padahal aku adalah anak dari ketua mafia. tapi kenapa aku seakan tanduk pada laki-laki yang baru saja aku temui... Papa, aku sudah menemukan pujaan hatiku sekarang.. Apa boleh aku menikah. Gumam Queen dalam hatinya. Dia tersenyum, mengedip-ngedipkan matanya menatap ke dua bola mata Varo yang menusuk langsung ke dadanya.
"Dasar aneh!" pekik Varo, mencoba untuk pergi. Dengan cepat Queen menarik baju Varo.
Krakkkk…
Varo tak sengaja menginjak tumpukan kayu temaot di bawah kakunya.
"Isstt..." desis Varo kesal, menatap atam Queen.
"Apa aku salah?"
"Memang kamu salah!"
"Kenapa?"
"Lihat saja nanti. Mereka akan menangkap kita." decak kesal Varo.
"Tidak akan bisa,"
"Kenapa?" Queen menarik ke dua alisnya ke atas.
"Lihat saja nanti."
"Siapa di sana?" suara berat seorang laki-laki dengan tubuh sedikit berotot berjalan menuju ke sumber suara.
"Jangan main-main denganku. Siapa di sana?"
Varo menarik tangan Queen bersembunyi di gang sempit.
"Kenapa kita bersembunyi?" tanya Queen polos.
"Memangnya kamu mau melawan dia?"
"Boleh!"
"Jangan gila. Kamu bisa mati dengannya." pekik Varo tak percaya.
Queen berdengus kesal. "Jangan remehkan kemampuan wanita."
"Udah, diamlah! Ini waktunya diam. Jangan banyak bicara dan lihat sendiri nanti apa yang terjadi." ucap Varo, berdiri, sembari bersandar tepat di samping Queen.
"Di sini itu semua tidak semudah yang kamu lihat. Di selesaikan pakai otot. Kita juga harus pakai otak. Karena tak selamanya otot akan menang." jelas Varo, sesekali dia melirik ke arah laki-laki itu. Yang sudah kembali menemui temannya.
Varo sudah lama hidup sendiri. Dia belajar semuanya sendiri. Di kita kehidupan sangat keras. Apalagi dia harus hidup di negara yang mayoritas di kuasai para mafia. Varo mencoba bertahan hidup sendiri mengandalkan kecerdasannya dalam segala hal.
Varo berstatus kuliah S2, dan dia bekerja sebagai dokter. Meski pekerjaannya adalah dokter. Namun ia tak pernah sama sekali meminta gaji lebih. Bahkan dia memilih hidup sederhana meski dirinya bisa membeli segalanya.
Karena ia tahu, semua akan di anggap r3ndah oleh seseorang jika orang itu tak sepaham dengan pra mafia. Dan dia tak mau menunjukan semuanya. Dan memil8h membuang semua kekayaannya dan hidup sederhana tinggal di kos yang hanya bisa di tiduri satu orang saja.
"Jadi aku harus berlajar banyak dari kamu." bisik lirih Queen, sembari tersenyum, menarik turunkan alisnya menggoda.
"Ssssttt" desis Varo, menutup bibir Queen dengan telunjuk tangannya.
Queen menoleh. Melihat ke dua laki-laki yang sedang membicarakan sesuatu. Bahkan tak ada seseorang yang menemani mereka sama sekali. Hanya berdua dis ana, seolah ada sesuatu yang mencurigakan mereka bicarakan.
"Siapa laki-laki di sampingnya itu?" tanya Queen
Setelah melihat ke dua laki-laki mencurigakan itu. Ia menoleh cepat beberapa detik ke arah Varo.
"Lihat saja dulu, jika dia di beri uang olehnya. Mereka pasti sedang melakukan sebiah" tugas." Queen terdiam, dia menatap setiap detailnya. Melihat jelas jika seorang laki-laki memberikan segebok uang untuk seorang wanita itu, sembari berbisik sesuatu yang sama sekali tidak bisa di dengar olehnya.
"Apa yang mereka bicarakan?" tanya Queen.
"Jangan ikut campur."
"Tidak! Sepertinya kita harus lebih dekat. Aku gak akan biarkan mereka berbuat kejahatan di kota."
"Sudahlah jangan ikut campur urusan mereka. Jika kamu tidak mau berurusan dengan dunia mafia." tegas Varo. Mencengkeram pergelangan tangan Queen. Dia sudah bersiap untuk menarik tangannya segera pergi. Namun, Queen tetap bersikukuh untuk tetap diam di tempat.
"Aku mau kita tunggu di sini dulu. Meski aku tak bisa mendengar apa yang mereka katakan. Setidaknya aku bisa melihat gerak gerik mereka." Queen mulai memasang pandangan mata tajamnya. Dia menatap.setiap detail tubuh mereka. Bahkan setiap gerak gerik sedikitpun Queen terlihat begitu jelasnya. Bagi dia, itu hal mudah melihat apa yang akan di lakukan seseorang hanya melihat gerakan tubuhnya.
"Hah… Baiklah.." ucap Varo memutar matanya malas. Baru kali ini dalam hidupnya menurut dengan apa yang di katakan seseorang wanita. Dia bahkan yang belum pernah dekat dnegan wanita merasa sangat dingin bertemu dengan siapa saja.
"Apa sebanarnya yang mereka lakukan?" gumam lirih Queen. Yang tak hentinya dia terus menagamti gerak -gerik mencurigakan dari mereka.
"Aku juga gak tahu, lebih baik kita pergi Sepertinya...." Queen menutup cepat mulut Vero agar tidak meneruskan ucapannya. Seorang laki-laki itu berjalan dengan pandangan was-was mengamati lingkungan di sekitarnya. Laki-laki kekar itu menatap curiga ke arah tembok.
"Sepertinya ada orang yang mengintai kita." ucap laki-laki garang itu.
"Tidak akan ada yang mengintai kita. Lebih baik sekarang kita pergi sebelum ada orang lewat di sini." jelas seorang wanita yang menggunakan kelupuk kepala hitam. Dan dirinya memakai topeng tak menunjukan wajahnya sama sekali.
"Jangan melihat ke arahnya." decak kesal Varo, menurunkan nada suaranya satu oktaf.
"Kenapa?" Varo menarik tangan Queen.
"Sstttt... Diam!" Queen memelankan suaranya.
"Jangan gugup!" goda Varo.
Queen mengerutkan keningnya. Menoleh perlahan menatap Varo. "Apa maksud kamu?" gumam Queen memastikan. "Memangnya kamu kira aku gugup padamu?" tana Queen semakin kesal.
"Oke, memang kamu gak gugup tapi takut." sindir Varo menarik alisnya tebalnya bersamaan ke atas. "Takut jika berkata jujur kalau kamu gugup berada di sampingku.'
"Lupakan" Queen mengibaskan kepalanya. Memerintah tegas Varo untuk tetap diam.