Chereads / DOSA MASA LALU / Chapter 21 - KEMARAHAN ABI DAN SALMA

Chapter 21 - KEMARAHAN ABI DAN SALMA

Sepanjang jalan, Abi dan Salma mendiamkan Azzam dan Kinan. Bukannya malu, mereka awalnya justru malah berdekatan di dalam mobil. Abi yang menyadari ada Shafiyya di situ, langsung menegur putra sulungnya itu agar duduk di depan bersamanya dan menggantikan dia menyetir mobil.

"Zam, kamu yang nyetir. Papa di sebelahmu saja." ucap Abi dengan wajah masam.

"Tapi Pa, aku lagi ada perlu sama Kinan. Kita masih mau ngobrol." jawab Azzam.

"Kak, kalian itu belum mahrom. Ga boleh deket-deketan begitu. Ga takut dosa?" tegur Shafiya.

"Kan kita deketan juga tidak cuma berdua. Ada banyak orang kan di mobil ini?" ucap Azzam menimpali.

Salma yang duduk di bagian tengah hanya diam. Dia merasa sedih dengan kelakuan putranya. Sungguh Azzam yang sekarang benar-benar telah membuat dia kecewa. Tidak peduli mau lulusan luar negeri. Namun, kalau kenyataannya malah membuat akhlaq putranya jadi seperti ini, dia sungguh kecewa. Dia menyesal sudah mengizinkan Azzam kuliah di luar negeri.

"Cepat Zam, pindah." ucap Abi lagi. Dia tidak mau marah sekarang. Karena masih ada Kinan. Dan dia berencana untuk bersikap tegas pada Azzam yang menurutnya sudah sangat keterlaluan.

"Iya-iya Pa." Azzam akhirnya mau pindah ke depan. Menggantikan Papanya. Rumah Kinan lumayan jauh. Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai di rumah Kinan. Dan selama satu jam itu pula, tidak ada pembicaraan apapun di antara orang-orang yang ada di dalam mobil. Abi sengaja menyibukkan Azzam dengan menyuruhnya menyetir, agar putranya itu tidak bicara terus dengan Kinan. Pembicaraan yang membuat telinganya panas.

"Ini rumahmu, Kinan?" tanya Abi saat sudah sampai di depan rumah Kinan. Lumayan besar dan halamannnya luas. Bergaya eropa dengan dominasi warna putih. Pagarnya juga menjulang tinggi. Abi tahu Kinan memang anak orang kaya. Tapi dia tidak suka dengan bisnis yang dijalankan oleh kedua orangtuanya.

"Iya, Om. Makasih sudah mengantar sampai rumah. Silakan mampir dulu, Om, Tante." ucap Kinan sesopan mungkin sebelum dia turun dari mobil.

"Tidak Kinan terimakasih. Salam saja untuk orangtuamu." jawab Abi. Sedangkan Salma hanya diam. Dia bahkan tidak menanggapi saat Kinan ingin mencium tangannya.

"Hati-hati di jalan ya sayang. Ups." Kinan kelepasan bicara saat dia sudah keluar dari mobil dan melambaikan tangan pada Azzam.

Abi membuka kaca mobilnya lalu melambaikan tangan pada Kinan dengan wajah datar. Setelah mobil melaju kembali, dia menutup kaca mobilnya dan menatap serius pada Azzam.

"Jadi seperti itu pergaulanmu di London?" tanya Abi dengan tenang.

"Seperti apa maksud Papa?" tanya Azzam dengan pandangan masih lurus ke depan.

"Melihat kedekatan kalian seperti itu, tidak mungkin kalian hanya sekedar ta'aruf waktu di sana. Tapi kalian sudah pacaran."

"Kita tidak pernah bilang sepakat pacaran koq Pa selama di London. Aku sejak awal bilang ingin serius sama dia dan ingin menikahinya."

"Tapi apa yang kamu lakukan tidak menunjukkan kalau kamu tidak pacaran. Papa pernah muda. Papa bisa membedakan kedekatan orang yang pacaran atau sekedar ta'aruf. Kalian sangat dekat seperti itu. Bahkan tadi Papa melihat kalian beberapa kali berpegangan tangan." Abi menaikkan volume suaranya saking emosinya.

"Pa, seperti itu sudah biasa di London, Pa. Jadi ga ada yang aneh ah." Azzam membantah.

"Tapi dalam agama kita, mau kita tinggal dimanapun, aturannya tetap sama. Dan semua sudah diatur dalam Al-Qur'an. Tidak boleh mendekati Zina. Zina itu bukan hanya melakukan persetubuhan dengan yang bukan mahrom saja, tapi melakukan tindakan yang dapat membangkitkan syahwat itu juga termasuk Zina. Apa yang kamu lakukan tadi sudah mengarah ke sana. Papa tidak bisa membayangkan saat kamu di London seperti apa. Yang ada banyak orang saja kalian bisa sedekat itu dan tidak malu. Apalagi kalau kalian hanya berdua."

"Papa jangan su'udzon sama aku. Cuma begitu aja ga akan bikin syahwatku bangkit, Pa."

"Pa, lebih baik ngomongnya di rumah aja. Ada Shafiyya di sini. Nanti kalian bicaralah berdua saja." tegur Salma. Yang dari tadi tidak punya keinginan sedikitpun untuk mengajak Azzam bicara.

"Iya, Ma. Tapi menurut Papa, Shafiyya juga harus tahu. Dan belajar pergaulan dengan lawan jenis harusnya seperti apa. Shafiyya, apa menurutmu tindakan yang dilakukan Kakakmu ini benar?" tanya Abi.

"Tidak Pa. Aku tidak suka sama Kak Kinan. Dia terlalu genit sama laki-laki. Belum jadi suami istri saja sudah begitu. Ih jijik aku lihatnya."

"Shaf, jangan bicara begitu tentang Kinan." tegur Azzam.

"Lha emang kenyataannya begitu kan? pegang tangan kakak, lengan kakak, menatap kakak. Ih perempuan apaan tu. Ga punya malu kayak gitu." ucap Syafiya.

"Cukup Dek." Azzam membentak Shafiya.

"Shaf, yang seperti itu jangan dicontoh ya. Jadilah seperti mutiara yang sangat berharga karena hidup di dalam cangkang. Karena wanita yang bisa menjaga dirinya itu sangat berharga di depan laki-laki. Jangan jadi wanita murahan." ucap Abi menyindir Azzam.

"Pa, aku sedang nyetir lho. Jangan bikin konsentrasiku buyar gara-gara ocehan kalian. Intinya begini, kalau memang Papa tidak mau aku seperti ini terus dengan Kinan, makanya restui kami untuk menikah." ucap Azzam tegas.

"Kalau kamu berani menikahinya, Papa coret kamu dari ahli waris Papa. Papa tidak main-main, Zam. Papa tahu Kinan dan keluarganya itu seperti apa."

"Ciiitttt!!" semua tersentak saat Azzam tiba-tiba mengerem mendadak.

"Apa-apaan kamu, Zam?"

"Papa saja yang nyetir. Perjalanan kita masih jauh. Kalau moodku jelek begini, bisa-bisa kita tidak sampai rumah." Azzam menepikan mobilnya lalu keluar dari mobil berganti posisi dengan Abidzar.

"Pa, sudah kita bicara di rumah saja ya. Jangan di jalan. Papa konsentrasi saja dengan jalan." ucap Salma. Dia sebenarnya juga marah dengan Azzam. Tapi dia tidak bisa langsung menegur Azzam seperti suaminya tadi. Banyak hal yang sebenarnya ingin ia bicarakan dengan Azzam. Salah satunya adalah tentang Zakiya.

Salma menyesal sudah mempercayai Azzam waktu itu. Harusnya dia bicara pada Abi dan tidak percaya begitu saja pada putranya ini. Setelah sekian tahun lamanya, dia baru mempertanyakan lagi soal ini. Kini semuanya sudah terlambat. Karena Zakiya telah dimiliki Rafka.

Sampai di rumah, mereka masih diam. Sampai akhirnya Salma memberanikan diri untuk bertanya pada Azzam. Kalau memang benar Zakiya adalah Sellia yang dulu dihamili oleh Azzam, lalu dimana sekarang anak hasil hubungan Azzam dan Sellia. Kenapa tadi tidak nampak? kalau Salma menghitungnya, maka jika anak itu dilahirkan, kini usianya sekitar 3-4 tahunan. Tapi tadi dia lihat tidak ada anak umur segitu yang dekat dengan Sellia.

"Zam, ikut Mama. Mama ingin bicara sama kamu."

"Tentang apa, Ma?"

"Sellia. Wanita masalalumu."