Chereads / Ami Maya / Chapter 45 - Kemarahan Ara dan Kesalahan Aya

Chapter 45 - Kemarahan Ara dan Kesalahan Aya

Saat Aya bersiap untuk tidur, Ara masuk ke dalam kamar. Pintu kamar dibuka dengan kasar dan Ara menutup pintu tersebut dengan membantingnya.

Aya terkejut dan menoleh melihat ke arah Ara yang datang dengan wajah yang tidak ramah. Ia langsung menarik lengan Aya.

Aya yang baru saja menaiki tempat tidur, tersentak kaget dan kakinya tidak bertumpu dengan benar sehingga ia segera menangkap lengan besar Ara agar tidak terjatuh.

"Aww. Ada apa ini mas?" Tanyanya sambil menyeimbangkan tubuhnya agar bisa berdiri tegap. Namun lengannya masih dicegkram oleh Ara dengan kuat.

Aya berusaha melepaskan lengannya dari pegangan Ara, namun Ara tetap memegang kuat sambil menatapnya tajam dan marah.

"Lepas mas. Sakit tahu mas!" Pinta Aya sambil menggeliat berusaha melepaskan tangan Ara dari lengannya.

"Apa yang ada dalam pikiranmu?! Apa yang hendak kamu lakukan?!" Tanya Ara marah. Suaranya bergetar menahan amarah.

Aya langsung menatap Ara dan lupa akan usahanya untuk melepaskan lengannya dari cengkraman Ara. Ia berpikir untuk menjawab pertanyaan Ara.

Ara menaikkan alisnya. "Kenapa? Pura-pura nggak paham?" Tanya Ara sinis. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Aya. Aya menelan ludah dan menegang karena takut.

"Aku bisa jelaskan itu mas. Tapi lepaskan aku." Sahut Aya memohon. Terasa nafas Ara yang terlalu dekat dengannya.

"Itu anakku kan?!" Tanya Ara tegas. Aya menganggukkan kepalanya.

"Kenapa kamu nggak ngasitahu aku kalau kamu hamil? Mulai kapan kamu tahu kamu hamil?" Ara mulai menginterogasi Aya.

Cengkramannya bukannya melemah, malah semakin menguat. Dan itu membuat Aya semakin kesakitan.

"Mau sampai kapan kamu nggak ngasitahu aku kalau kamu hamil anakku?" Tanya Ara lanjut. Ia terlalu bersemangat untuk bertanya karena rasa ingin tahunya. Ia ingin tahu karena ini menyangkut tentang anaknya.

Dilihatnya Aya tidak menjawab, Ara langsung menyapukan bibirnya ke bibir Aya dengan kasar. Ia sengaja mencium Aya dengan kasar. Hingga dirasanya Aya mulai kehabisan nafas, Ara tetap sengaja tidak berhenti untuk menciumnya.

Tangan Aya yang sebelah sudah mendorong-dorong tubuh Ara. Tapi Ara terus saja melumat bibir Aya. Bahkan Ara mencengkram leher belakang Aya.

Tanpa diduga, Aya berhasil membuat Ara berhenti menyakitinya dengan cara menginjak kaki Ara dengan sekuat tenaga Aya.

Ara terkejut dan spontan menarik tubuhnya. Ia merasakan sakit dibagian kakinya. Ingin rasanya Ara menampar pipi Aya karena kesal.

Aya menarik nafas sebanyak mungkin karena ia sudah merasa sesak. Ia pun memegangi lengannya yang dicengkeram Ara sambil merasakan bibirnya yang berdarah karena luka.

Ara melihat Aya. Ada tampak sedikit senyum puas di bibir Aya, saat ia berhasil melepaskan diri dari Ara. Tampak juga bibir Aya yang membengkak dan berdarah.

Disaat Aya sedang menekan-nekan bibirnya yang bengkak, Ara dengan tiba-tiba mendorong Aya ke tempat tidur. Aya tertelentang di kasur dengan kaki yang masih menjuntai di lantai.

Ara mendekatinya dan langsung mencekik leher Aya. Aya terkesiap dan matanya melotot terkejut.

"Mas, kamu..." Aya jadi susah untuk berbicara. Kedua tangannya memegangi tangan Ara yang mencekik lehernya. Ia berusaha untuk melepaskan tangan Ara dengan menariknya.

Hanya tangan sebelah kanan saja yang digunakan Ara untuk mencekik Aya. Tapi itu sudah cukup untuk membuat Aya hampir kehilangan nafas.

Mata Aya sudah berair. Wajahnya mulai memerah. Aya tidak bisa menendang karena Ara berada di atas Aya.

Aya mulai menjamah wajah Ara. Ia memegang apapun yang bisa didapatkannya. Mulutnya sudah mulai menganga karena kehabisan nafas.

Disaat Aya mulai melemah, tangannya sudah terkulai disampingnya, Ara berhenti dan melepaskan cekikannya. Mata Ara merah karena marah.

Aya bernafas lemah dan lamban. Ara mundur beberapa langkah sambil terus menatap Aya yang berusaha menarik nafas dan mencari udara.

Tidak ada niatan Ara untuk membantu Aya. Ia hanya terus memandangi Aya yang berusaha untuk bangun dengan susah payah.

Saat Aya sudah mampu untuk duduk di kasur, ia memegang lehernya yang sakit dengan air mata yang menetes tanpa henti.

Lalu mata Aya melihat ke pintu. Tanpa aba-aba Aya langsung berlari menuju pintu kamar. Seperti tahu apa yang dipikirkan Aya, Arapun dengan cepat menangkap tubuh Aya saat melewati Ara. Ia memeluk perut Aya.

"Mau kemana?!!" Suara Ara terdengar mendesis di telinga Aya. Aya merinding dibuatnya.

"Mas, aku takut mas.." Tangis Aya memohon kepada Ara agar ia dilepaskan.

"Akupun takut kehilangan anakku!" Ujar Ara membalas. Ia membalik badan Aya agar menghadap kepadanya. Disibaknya rambut-rambut Aya yang menjuntai di wajahnya.

Ara tersenyum. Tersenyum mengerikan bagi Aya. Dipegangnya dagu Aya. Diciumnya Aya. Namun kali ini dengan lembut dan tidak memburu.

Aya pasrah dengan air mata yang terus mengalir dipipinya. Bahkan pipi Arapun terkena air mata Aya.