Terdengar suara cuitan burung yang hinggap di dahan pohon yang berada dekat dengan kamar tidur Aya dan Ara.
Tampak matahari bersinar kuning terang dan indah, yang masuk melalui sela-sela korden panjang yang terjuntai hingga ke lantai.
Aya telah terbangun, namun masih malas untuk beranjak dari kasur dan beraktifitas. Ia mengguling-gulingkan badannya di tempat tidur dan merentangkan kedua tangannya.
Saat Aya asyik menikmati kemalasannya di tempat tidur, ia tersadar akan sesuatu.
ARA...
Ara tidak ada di kamar saat ini. Baik di tempat tidur maupun di kamar mandi. Karena saat ini kamar mandi senyap dan lampunya mati.
Aya mulai berpikir, kemana Ara pagi-pagi sekali. Atau....
Dilihatnya pembaringan di sebelahnya yang masih rapi seperti belum direbahi seseorang.
'Dia nggak tidur dikamar.' Aya membatin.
Lalu Aya memeluk gulingnya dan teringat kejadian semalam. Ia merasa itu seperti mimpi. Namun bekas cekikan dan cengkraman ditangannya, masih terasa sakit bila disentuh.
Aya mulai berpikir yang tidak menyenangkan tentang Ara. Ia takut ke depannya Ara akan berbuat yang lebih mengerikan lagi.
Ia lalu bangun dan mencari ponselnya. Dicari-carinya ponselnya di segala tempat di dalam kamar, namun tidak juga ditemukannya.
Seingatnya, ponsel tersebut ditaruhnya di atas meja yang terletak di samping tempat tidurnya. Bahkan chargenya pun tidak ada saat ini.
Aya mulai bingung dan kesal. Tidak mungkin ada orang yang mencurinya. Sedangkan semalam, sebelum Ara masuk ke kamar, ia masih menggunakan ponsel tersebut dan meletakkannya di atas meja.
Aya mengobrak-abrik tas dan tempat yang biasa digunakannya untuk menaruh ponselnya. Namun sama, tidak ada terlihat baik ponsel maupun chargenya.
Sesaat Aya berpikiran, bahwa Ara yang mengambilnya. Tapi, dibuangnya pikiran itu, karena mustahil Ara mengambil atau menyembunyikan ponselnya.
Karena Aya merasa pusing harus mencari-cari ponselnya, maka ia putuskan untuk mandi dan segera ke dapur, karena ia sudah merasa lapar.
***
Ara terbangun dari tidurnya yang singkat di atas sofa di ruang kerjanya. Ia sengaja tidak kembali ke kamar, karena belum mau melihat Aya lagi.
Badannya terasa lelah dan penat. Ia meregangkan otot-otot tangan dan kakinya dan ia menguap beberapa kali.
Ia bangkit dari sofa menuju ke kamar mandi yang berada di dalam ruang kerjanya.
Selama di kamar mandi, Ara teringat kejadian semalam. Ia berpikir tentang apa yang akan dilakukannya bila bertemu dengan Aya.
Selesai Ara membersihkan diri, ia keluar dari ruang kerjanya menuju dapur.
Sesampainya di dapur, dilihatnya Aya sedang mengobrol sambil menyiapkan sarapan pagi bersama bude Welas.
Tampak seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Ara berdehem di belakang mereka sehingga membuat mereka terkejut dan membalikkan badan mereka.
"Eh bapak." Kata bude Welas dengan tersenyum dan permisi untuk menata meja sembari menyiapkan makanan di atas meja.
Sedangkan Aya hanya berdiam diri tanpa menyapa Ara dan berdiri di dekat meja.
Setelah bude Welas keluar dari dapur menuju ruang makan, tinggalah Ara dan Aya berdua di dapur.
Ara berdiri memandangi Aya sambil tersenyum. Namun hal ini membuat Aya menjadi risih. Pandangan Ara tampak seperti menelanjangi dan semakin membuat Aya menjadi tidak nyaman.
Ara perlahan berjalan mendekati Aya. Aya yang sudah mentok dengan meja dapur, hanya bisa berpegangan pada sisi-sisi meja. Aya berusaha menatap tajam Ara dengan harapan Ara hanya menatapnya tanpa melakukan sesuatu.
Namun sepertinya tidak ada yang bisa menakuti Ara. Ia tertawa sinis sambil memegang dagu Aya.
"Bagaimana tidurmu semalam?" Tanyanya. Ia menyapukan bibirnya ke bibir Aya dengan ringan.
"Hmmm???" Ara menaikkan sebelah alisnya. Meminta jawaban.
"Eh, lumayan nyenyak mas." Jawab Aya, sedikit ragu. Ara mundur dan berbalik hendak menuju meja makan. Ia yakin bude Welas sudah selesai mempersiapkan sarapan mereka.
"Ayo kita sarapan?" Ajak Ara terlebih dahulu berjalan.
Aya termenung sendiri melihat perlakuan Ara yang selalu berubah-ubah. Ia memandangi punggung Aya yang berjalan menjauh. Lalu ia menyusul di belakang.