Chereads / Ami Maya / Chapter 40 - Menceritakan hari ini

Chapter 40 - Menceritakan hari ini

"Jadi kemana aja seharian ini?" Tanya Ara saat melihat Aya keluar dari kamar mandi, bersiap untuk beristirahat malam. Sedangkan Ara sudah menyelesaikan pekerjaannya di laptop dan ia bersiap untuk mematikannya.

"Hmmm, banyaklah mas. Pertama kami ke toko aksesoris dayak, terus ke pasar induk." Jawab Aya sambil mengelap wajahnya dengan handuk kecil.

"Sore tadi kami juga nongkrong di tepian. Oh iya, siangnya kami singgah ke masjid raya mas." Aya menerangkan perjalanan mereka seharian ini sembari menyisir rambutnya.

"Eh, ngapain ke pasar induk? Beli ikan?" Tanya Ara mengejek sembari tertawa. Ia mematikan laptopnya dan menaruhnya di meja yang terletak di samping jendela.

Aya langsung berbalik melihat Ara.

"Enggak. Isma ngajakin makan siang di area warung yang ada di belakanganya." Jawab Aya sambil berjalan mendekati Ara dan duduk di kursi dihadapan Ara.

"Oh, kalian makan di pasar induk? Makan apa?" Tanya Ara penasaran.

Memang di daerah pasar induk, tidak hanya menjual ikan, sayuran dan buah-buahan, tetapi juga menjual barang yang lainnya.

Ada area pertokoan, yang biasanya menjual pakaian, yang posisinya di lantai atas bangunan. Ada juga area warung makan yang terletak di bagian belakang pasar.

Selain itu, di pagi hari biasanya banyak ibu-ibu yang menjual jajanan tradisional di area tengah pasar.

Pasar induk di kota Tanjung Selor terbilang sangat rapi dengan susunan tempat jualannya yang sesuai jenis. Sehingga memudahkan para pengunjung untuk berbelanja. Terdiri dari dua lantai, namun memiliki banyak bangunan yang tersebar di lahan luas.

Untuk jualan khusus ikan saja, ada bangunan tersendiri yang terletak di kanan dan kiri pasar. Sedangkan untuk jualan sayuran dan buah-buahan, terletak di bagian dalam pasar induk.

"Isma nagih pengen makan ayam kremesnya. Katanya dia diajak Sony beberapa hari yang lalu. Jadilah kami makan itu disitu." Jelas Aya yang sudah duduk menghadap Ara.

"Terus sore nongkrong di tepian daerah mana?" Tanya Ara lanjut. Ia penasaran dengan kegiatan istrinya seharian ini. Ia berharap Aya akan betah tinggal di kota ini.

"Di depan PMK. Rame ya ternyata?" Terang Aya.

Lalu Aya melanjutkan ceritanya kepada Ara dengan semnagat. Terkadang suaranya meninggi, terkadang biasa saja. Ara tersenyum puas melihat istrinya bahagia.

Saat Aya selesai bercerita, ia tertawa bersama Ara.

"Hm, Ay. Sebenarnya aku mau bicarakan ini besok-besok. Tapi kayaknya aku sudah nggak sabar deh." Bicara Ara saat mereka tertawa bersama.

"Kenapa mas?" Tanya Aya penasaran. Keningnya sedikit berkerut menandakan ia benar penasaran.

Ara memindahkan kursinya lebih dekat dengan Aya. Lututnya bertemu dengan lutut Aya. Ia pun menggenggam kedua tangan Aya.

Aya merasakan sesuatu. Ia mulai memikirkan sesuatu. Ia mulai curiga dengan perkataan yang akan disampaikan oleh Ara.

"Ay, aku mau punya anak segera! Aku nggak mau menunda-nunda lagi." Pinta Ara. Intonasi suara Ara sedikit agak berat karena ada rasa khawatir terhadap Aya perihal permintaannya ini.

"Eh." Aya sudah menduganya. Aya menduga Ara akan menyampaikan sesuatu hal yang bisa membuat Aya menjadi salah tingkah.

Ia akan mati akal apabila Ara sudah menghadapkannya dengan pembicaraan seperti ini.

"Mas, aku..." Aya mulai terbata untuk menyampaikan maksudnya.

"Aku...." Lanjutnya, namun tidak tahu harus berkata apa.

Ara pun sudah bisa menebak dengan arah pembicaraan mereka ini. Aya akan berusaha untuk menolak permintaannya.

"Nggak bisa kah kamu kasih aku waktu sedikit lagi mas?" Pinta Aya. Wajahnya menjadi sendu dan sejujurnya Ara mulai tak tega melihatnya.

"Ay, mau waktu bagaimana lagi? Kita ini sah suami istri. Dan aku berhak dengan hak ku!" Suara Ara terdengar mulai meninggi. Wajahnya pun mulai berubah lebih serius dan kesan marah yang ditahan.

Aya sendiri sudah mulai deg-degan. Jantungnya berpacu tak beraturan. Ia menjadi gugup dan takut.

"Ay.." panggil Ara lembut. Ia merapikan rambut yang jatuh di kening Aya.

"Berikan semua milikmu padaku." Pintanya dengan wajah memohon.

Aya menarik tangannya yang digenggam oleh Ara sedari tadi. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana jika sudah berada pada situasi seperti ini.

"Ay...." panggil Ara lagi. Ia merasakan Aya mulai memperlihatkan penolakannya.

Aya bangkit dari duduknya. Ia berjalam menuju tempat tidur.

"Ay." Panggil Ara lagi. Ia hanya melihat Aya menuju ke tempat tidur.

" Aku mau istirahat mas." Jawab Aya. Ia merebahkan badannya di tempat tidur. Sedangkan Ara masih tetap di tempat duduknya, memikirkan sesuatu.