Chereads / Ami Maya / Chapter 41 - Kepanikan Aya

Chapter 41 - Kepanikan Aya

Aya merasa panik pagi itu. Tiba-tiba ia sadar akan sesuatu saat ia melihat kalender duduk yang terpajang di atas meja kecil di samping tempat tidurnya.

'Sudah dua bulan?' Pikir Aya.

Ya, sudah dua bulan, namun ia belum juga menstruasi. Ia ingat, waktu ia berhubungan badan dengan Ara malam itu, Ara tidak menggunakan apapun sebagai pengaman. Begitupun dengan ia. Yang ia ingat, ia malah menangisi kejadian itu hingga subuh.

"Bodoh, bodoh, bodoh..." rutuk Aya sambil memukul-mukul pelan kepalanya. Ia bingung. Apa yang harus diperbuatnya.

Lama setelah ia berpikir, ia bergegas mengganti pakaiannya dan segera ke garasi dan keluar rumah.

Di depan apotek yang bertuliskan Sumber Sehat, Aya memarkirkan mobilnya. Ia segera turun dan cepat-cepat masuk ke dalam. Ia disambut oleh pelayan perempuan di apotek.

"Cari apa mba?" ujar si pelayan ramah. "Hmmm, ada test pack kah mba?" jawab Aya agak sungkan, karena sebenarnya ia malu untuk membeli barang tersebut.

"Oh ada mba. Mau yang merk apa?" Tanya si pelayan lagi.

"Hah? Ehmm, yang bagus mba. Yang efektif." Sahut Aya bingung. "Sebentar ya mba." Si pelayan pun mencari yang dimaksud Aya dan memberikannya kepada Aya.

Aya menerimanya dengan menoleh ke kanan dan ke kiri, khawatir ada orang yang mengenalnya dan melihatnya membeli alat tes kehamilan. Untungnya hanya ia dan pelayan saat itu yang berada di apotek tersebut.

Sekembalinya Aya ke mobil, ia bernafas lega seolah-seolah baru berhasil melakukan perbuatan yang dilarang.

Ia memandang isi di dalam tas belanjaannya. Ia sudah tidak sabar ingin menggunakannya untuk memastikan.

Saat ia hendak pergi, ponselnya berdering dan terpampang nama suaminya di layar ponsel.

Awalnya Aya sengaja tidak menjawabnya, namun setelah berbunyi yang kedua kali, barulah Aya menerima panggilan tersebut.

"Halo. Kamu dimana Ay?" tanya Ara. Belum sempat Aya menjawab, Ara menyambung "tadi aku lihat kamu di depan apotek Sumber Sehat. Kamu ngapain? Kamu sakit?" tanya Ara lagi.

Deg... Aya menjadi gugup. Ia tidak menyangka kenapa bisa ia dilihat oleh Ara. 'Sebegitu kecilnya kah kota ini?' Tanya Aya dalam hati.

"Eh enggak, aku cuma beli vitamin." Jawab Aya berbohong.

"Kenapa kamu nggak bilang sama aku aja? Biar aku yang belikan. Jadi kamu nggak perlu repot-repot keluar rumah." Sahut Ara. Terdengar dari nada bicaranya, ia khawatir dengan Aya.

"Oh enggak apa-apa. Tapi kamu dimana tadi? Kok bisa ngelihat aku?" Tanya Aya penasaran sambil melirik kesana kemari mencari mobil Ara di sekitaran parkir.

"Tadi aku pas kebetulan lewat. Aku sama Sony sedang mengejar rapat di Hotel Pangeran Khar. Kamu serius enggak apa-apa?" Selidik Ara.

"Oh. Iya serius, aku enggak apa-apa. Aku baik-baik aja." Jawab Aya meyakinkan.

"Kalau begitu, habis dari apotek, kamu langsung pulang ya? Kalau enggak, nanti aku suruh pakde jemput kamu!" Pinta Ara agak mengancam. Ia khawatir Aya pergi ke tempat lain tanpa teman. Aya pun langsung mengiyakan.

***

Aya tidak sabar menunggu lima menit untuk melihat hasil dari penggunaan alat tes kehamilan yang baru dibelinya. Ia berdoa agar hasilnya tidak positif. Ia sangat tidak siap untuk mengandung saat ini.

Saat garis merah keluar di stik alat tersebut hanya ada satu garis, Aya hampir saja berteriak. Ia langsung menutup mulutnya dengan tangannya. Tanpa sadar, ia meneteskan air matanya.

Namun saat Aya akan membuang alat tes tersebut, Aya kembali melihat, dan ada dua garis merah yang ada di stik tersebut.

Ia terkejut. Tiba-tiba kepalanya merasa melayang dan ia merasakan pusing. Ia langsung berpegangan di wastafel untuk menopang tubuhnya agar tidak jatuh.

Setelah ia merasa baikan, ia segera membungkus sisa-sisa alat tes kehamilan yang ia pakai. Dan membuangnya di tempat sampah.

Karena khawatir Ara akan melihat isi sampah, Aya membuangnya ke tempat sampah yang ada di luar rumahnya.

Baru saja Aya hendak masuk ke dalam rumah, mobil Ara datang dari luar. Ia mengklakson Aya. Aya terkejut dan langsung membalikkan badannya melihat siapa yang datang.

Ara turun dari mobil dan memberikan kuncinya ke pakde Imam. Biasanya Ara memang menyetir kendaraan sendiri. Dan saat ini, ia memang belum punya supir pribadi.

"Halo sayang. Kamu habis ngapain di luar?" Tanya Ara sambil mencium kening Aya.

"Eh, aku cuma jalan-jalan aja, bosan di dalam rumah."

"Oh...!" Ara menggandeng pinggul Aya masuk ke dalam rumah.

Aya dengan sedikit grogi masuk bersama Ara.

"Kamu kenapa Ay?" Tanya Ara yang heran melihat gaya Aya yang sedikit berbeda. Ia tampak tegang dan wajahnya sedikit pucat.

"Kamu sakit kah Ay?" Tanya Ara lagi saat mereka di ruang tamu. Ia menarik tangan Aya agar mendekat dan memegang dahi Aya. Biasa saja suhu badan Aya, namun telapak tangan Aya mendingin.

Kening Ara berkerut dan wajahnya tampak khawatir melihat Aya.

"Aku nggak apa-apa mas. Sungguh. Ini mungkin karena aku dari luar." Jawab Aya sambil menarik tangannya dan menggenggam sendiri tangannya.

Ia lalu berpaling dan kembali ke kamar. Ara pun menyusulnya ke kamar.