Saat Aya dan Ara keluar dari hotel, waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Butuh waktu satu setengah jam untuk sampai ke bandara yang dituju dari hotel dengan menggunakan mobil. Sehingga saat mereka sampai di bandara, waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 siang.
Saat itu mereka langsung menuju hanggar, tempat pesawat disimpan. Dan tak lama mereka melakukan penerbangan menuju tujuan yang tidak diketahui Aya.
Di sepanjang perjalanan, Aya hanya memandang ke luar jendela. Ia melihat awan-awan putih dan langit biru terang pada siang hari itu.
Beberapa kali kedua pramugari menawarkan minuman dan makanan kepada Aya dan Ara. Namun Aya hanya meminta minuman. Ia belum menyentuh makanannya.
Sampai akhirnya Ara menegur Aya. "Kenapa belum makan? Kamu nggak lapar?!" Tanya Ara melihat Aya yang belum mau memakan makanannya, baik itu kue ataupun nasi. Ia nampak kesal melihat Aya yang belum ada menyentuh apapun selain minumannya.
Aya mengalihkan pandangannya menatap Ara. Ia melihat jelas kekesalan di wajah Ara. "Aku belum lapar mas. Kalau kamu mau makan, makan aja duluan!" Aya pun mulai kesal dengan sikap Ara saat itu.
Aya kembali menatap ke luar jendela. Namun tiba-tiba ia teringat kedua anak buah Ara. Aya menoleh ke arah kedua anak buah Ara. Mereka berdua sedang asyik menatap laptop masing-masing. Tebakan Aya, mereka belum ada yang makan.
Lalu Aya menoleh kepada Ara. "Kenapa mereka belum makan mas? Mereka kerja apa? Kamu nggak menyuruh mereka makan?" Tanya Aya bertubi-tubi karena bingung. Aya heran, kenapa kedua anak buah Ara tidak makan terlebih dahulu. Padahal tempat duduk mereka terpisah.
Ara menyunggingkan senyumnya namun sedikit sinis. Ia duduk santai bersandar menikmati Aya yang kebingungan.
"Aku kan tadi sudah tanya kamu, kamu kenapa belum mau makan?! Karena yang kelaparan karena kamu ada beberapa orang disini!!" Tegas Ara. Ia memajukan badannya untuk menatap lekat-lekat mata Aya.
Aya menjadi semakin bingung. Ia mengerutkan dahinya, menatap lurus Ara mengharapkan penjelasan lebih lanjut dan detail. Karena Aya sudah lelah untuk berdebat dengan Ara.
"Kamu bingung??!" Tanya Ara lagi, terkesan mengejek. Ia kembali menyandarkan tubuhnya ke kursi.
"Ayolah mas, kasitau aku kenapa ini. Aku nggak ngerti." Akhirnya Aya pasrah untuk bertanya karena ia sudah mulai merasa tidak nyaman dan sepertinya paham maksud dari suaminya. Namun ia ingin mendengar langsung penjelasan dari Ara, agar apa yang dipikirkannya adalah benar.
"Hmmph..hahahahahahahaaa.." Ara tertawa lepas saat itu juga setelah Aya mengalah untuk berpikir dan berdebat. Orang yang berada di sekitar mereka pun langsung menoleh melihat keduanya, terutama melihat Ara yang tertawa.
Namun saat Ara selesai tertawa dan mulai membetulkan posisi duduknya, orang-orang yang sempat menoleh tadi, kembali lagi ke aktivitas mereka.
Aya terus memandang Ara tanpa bergeming. "Apa yang lucu mas?!" Tanyanya kesal.
"Kamu." Tunjuk Ara dengan jari telunjuk tangan kanannya, tanpa ragu-ragu dan tepat mengenai ujung hidung Aya.
Aya pun langsung mengibas tangan Ara itu. Ara hanya terkekeh dan menunduk sebentar lalu kembali melihat Aya.
Kali ini tatapannya sudah kembali serius. Ia melihat Aya, menatap mata Aya. Aya pun tak mau kalah dengan ikut membalas menatap mata Ara.
"Mereka nggak akan makan, kalau mereka tahu aku belum makan. Dan aku nggak akan makan, kalau kamu belum mau makan. Jelas!!" Ara menjelaskan dengan penekanan di setiap kata-katanya dan sesekali menoleh melihat kedua anak buahnya saat mengatakan itu.
"Hahh??" Aya kembali bingung dibuatnya. "Kenapa harus seperti itu sih mas? Kenapa kesannya malah repot begini?" Aya semakin kesal dengan cara yang dijelaskan Ara barusan.
Ia berpikir, tidak perlu ada tata tertib waktu dalam makan. Kalau mereka memang mau makan, seharusnya mereka boleh makan sesuka hati mereka. Bukan harus saling menunggu seperti saat ini. Apalagi semua menunggu karena dirinya.
'Uhh, ini sih sengaja buat aku jadi menyesal!!' Kata Aya dalam hati.
Aya melihat makanan yang tersaji di atas meja. Lumayan menggiurkan. Diliriknya jam tangannya, ternyata sudah menunjukkan pukul 1.48 siang. Dan benar, jam makan siang sudah lewat. Namun Aya belum merasakan lapar, sehingga ia masih baik-baik saja untuk tidak makan.
Tetapi dikarenakan ia sudah merasa tidak enak hati, terutama kepada kedua anak buah Ara dan mungkin juga kedua pramugari yang ada, makanya Aya langsung membuka pembungkus makanan dihadapannya.
Ia pun membukakan pembungkus makanan milik Ara. Ara hanya melihat apa yang dilakukan Aya. Matanya terus mengikuti gerak-gerik tangan Aya.
"Ayo makan mas. Suruh juga mereka makan." Ajak Aya sekaligus berisi nada perintah bagi Ara agar anak buahnya dan pramugari yang ada juga makan siang bersama.
Ara pun menyuruh semua orang yang ada untuk makan siang saat itu.
"Hm, bagaimana dengan pilot di depan?" Tanya Aya tanpa menoleh keada Ara. Ia sedang memotong daging sapi yang dimasak rendang menggunakan sendok dan garpunya.
"Mereka sudah ada disiapkan. Jadi, mungkin mereka sudah makan sedari tadi." Jawab Ara. Ia memberikan beberapa potong irisan dagingnya ke piring Aya.
Aya tampak tidak terkejut, dan ia memakan potongan daging yang diberikan Ara.
"Makan yang banyak." Perintah Ara. Namun tidak ada nada kasar dalam suara itu. Yang ada hanya suara lembut Ara dan itu mampu membuat dada Aya berdebar-debar.
'Astaga, aku kok jadi gugup ya?' Kata Aya dalam hati. Wajahnya terasa panas. Dan Aya mengibas-ngibaskan tangan kirinya ke wajahnya yang panas.