Chereads / Tanril: Telaga Api / Chapter 28 - Guru Sejati

Chapter 28 - Guru Sejati

Seperti bayangan di kerindangan

Seperti angin sejuk bertiup di kala gerah

Seperti telaga teratai yang sejuk

Seperti melihat gunung yang menjulang tinggi

Atau langit penuh gemintang

Itulah perasaanku kala bertemu dengannya...

Tahun 615 Penanggalan Sang Pencipta

Setahun lagi berlalu. Kali ini di ulang tahunnya yang ke-12, Wander berdoa dalam hatinya setelah mendoakan handai taulan yang dikasihinya.

"Di mana pun kamu berada, aku mendoakan kebahagiaan dan keselamatanmu."

Ia tidak menyebutkan nama atau julukan apa pun, tapi ia merasa yakin bahwa pesannya telah sampai ke tujuannya. Kemudian hari kembali berlalu menjadi bulan. Beberapa bulan pun akhirnya berlalu.

Suatu hari, ketika Wander sedang mengerjakan taman, ia mendengar suara ketukan di gerbang. Hari itu adalah hari yang hangat, dan langit terlihat cerah. Wander segera menuju gerbang sambil bertanya-tanya siapa yang datang.

Ia baru menyentuh gembok gerbang ketika ia mendengar suara yang sangat sopan dan halus dari belakang, "Tanaman bonsai yang bagus. Pasti dikerjakan dengan sepenuh hati."

Wander lupa seketika mengenai ketukan di gerbang. Ia berbalik dan melihat seorang laki-laki berumuran setengah baya, entah datang dari mana, sedang berjalan santai di tamannya. Wander begitu terkejut, karena ia tidak mendengar suara atau merasakan kehadirannya sama sekali.

"Perlu kerja keras untuk membuat taman seindah ini," orang itu sekali lagi memuji taman itu.

"Memang demikian, Tuan." Wander berkata sambil mendekati orang itu dengan hati-hati dan segan. Ia sama sekali tidak tahu dari mana ia datang dan bagaimana. Itu tidak biasanya.

Laki-laki itu bertubuh jangkung dan perawakannya kurus. Rambutnya berwarna kelabu dan perak. Baik janggut maupun kumisnya juga berwarna kelabu. Wajahnya tegas dan kaku, dengan hidung mancung dan tajam bagai paruh rajawali, dan bibirnya yang tipis terus tersenyum lembut. Matanya berwarna kelabu, memancarkan cahaya misterius.

"Kamu tampaknya lupa akan tamumu," pria itu menunjuk lagi ke gerbang dan mendadak suara ketukan terdengar lagi.

Wander tertegun. Ia begitu terfokus dengan orang ini sampai ia lupa akan tamu di depan pintu. Ia membuka kunci gerbang sambil melihat terus ke belakang. Pria berambut kelabu itu tersenyum padanya terus. Wander membuka pintu gerbang…

Pria yang sama telah berada di depan pintu gerbang! Wander ternganga lalu berbalik dan melihat pria itu tak lagi ada di taman, lalu ia melihat ke gerbang, dan kali ini tidak ada orang juga.

Pria itu telah menghilang tanpa bisa ia rasakan sama sekali.

Merasa takut dan gelisah sekali, Wander mengunci gerbang dan berlari kencang ke arah kabin Gurunya.

"Master! Master! Ada ora….!"

Ia berhenti, begitu terkejut melihat Gurunya sedang ngobrol begitu riang dengan pria misterius itu. Sejak kapan ia sudah sampai di sana?

"Ada apa, Wuan?" Kurt tersenyum.

Wander melihat ke Masternya, ke pria itu, lalu Masternya lagi bergantian.

"Aku… Eh…" Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.

Ia begitu kaget saat melihat pria itu sudah menghilang lagi.

Mendadak ia bisa merasakan kekuatan itu tepat di belakangnya. Sensasi Khici yang begitu dalam dan kuat hingga ia serasa berdiri memunggungi rumah yang terbakar hebat dari dekat, atau merasakan guncangan pusat gempa langsung di kakinya, atau berada di dekat kawah berapi yang hampir meletus.

Kekuatan itu sungguh di luar kata-kata dan persepsi. Ia meneguk ludah, basah oleh hujan keringat, dan perlahan berlutut. Ia tunduk sepenuhnya. Ia tidak berani lagi bahkan menengok ke belakang seperti tadi. Ia menyadari benar betapa tidak berartinya ia dibandingkan kekuatan di belakangnya.

Mendadak kesadarannya terbit. Ia mengangkat kepalanya dan melihat pria itu sudah berada di depannya lagi. Rasa takutnya hilang seketika, digantikan rasa senang dan bahagia yang luar biasa.

Ia berkata, "Guru...."

Senyum tipis di wajah pria itu melebar, dan Wander merasa air matanya berjatuhan seperti hujan di atas sungai. Akhirnya Guru Sejatinya datang.

Kurt berbicara dengan rendah hati, mengundang pria itu ke dalam kabinnya.

"Tetua, masuklah ke gubuk kusamku."

"Jangan rendah hati begitu. Ini taman serta kediaman yang indah, tepat sekali untuk orang beristirahat dari kekacauan dunia."

Kurt tersenyum sambil mengantarkan orang tua itu ke dalam kabin. "Memang demikian, Tetua."

Setelah mereka duduk di kursi, pria itu tersenyum, "Bolehkah aku diperkenalkan dengan anak muda yang gagah ini?"

"Ia adalah muridku, Tetua," Kurt berkata, "Tapi aku hanya bisa mengajarinya sedikit ilmu berkebun."

Wajah seperti rajawali itu mengamatinya dengan teliti. Wander begitu terkesima hingga ia duduk berlutut di hadapan Master dan pria setengah baya itu dengan begitu hormat.

Ia mendadak tersenyum, "Wander Atale Oward, kamu tahu siapa aku?"

Wander menggelengkan kepalanya. Remaja itu berkata, "Aku tidak tahu… Tapi aku tahu… Aku tahu bahwa kamu adalah Guru Sejatiku."

Pria itu tertawa berderai-derai bersama Kurt, sebelum ia berkata dengan penuh wibawa, "Tidak ada kebetulan di dunia ini untuk orang yang melihat sebagaimana apa adanya. Kamu sudah belajar begitu banyak hal dari Guru Kurt, apa lagi yang kamu harapkan?"

"Guruku menginginkan aku belajar darimu. Aku tahu aku egois… Budi baik Guru pun belum satupun yang kubayar… Tapi aku… aku betul-betul ingin belajar Rijeen. Ajarkanlah aku, Guru!"

Kurt mengangguk ke pria itu, yang juga mengangguk ramah.

Pria itu lalu menyuruh Wander mendekat, lalu menempelkan tangannya di puncak kepala Wander. Ia bisa merasakan pusaran tenaga nan dahsyat yang menyentuhnya tapi anehnya ia tidak merasa takut atau gugup sedikitpun, ia malah merasakan kehangatan yang tak bisa dideskripsikan memenuhi tubuhnya.

"Kalau begitu, bersumpahlah padaku demikian:

Bahwa kamu akan selalu mencari Kebenaran.

Bahwa kamu akan selalu menggunakan kasih-sayang sebelum kekuatanmu.

Bahwa kamu akan selalu mempertanyakan dan menyadari setiap kontradiksi, dan kamu selalu menanyakan bahkan yang sudah jelas, sebelum kamu memutuskan apa pun dengan hatimu.

Bisakah kau mengucapkan ikrar itu?"

Mendengar sumpah yang aneh dan ia tak pernah dengar sebelumnya itu, Wander berjanji dan mengulangnya tiga kali: "Aku bersumpah akan selalu mencari Kebenaran. Aku akan selalu menggunakan kasih-sayang sebelum kekuatan. Aku akan selalu mempertanyakan dan sadar akan setiap kontradiksi, bahkan yang sudah jelas sekalipun, sebelum aku memutuskan apa pun dengan hatiku."

"Bagus. Namaku Jie Bi Shinjin. Mulai hari ini, aku akan mengajarkanmu ilmu bela diri."

Sejak hari itu, Jie Bi Shinjin tinggal di rumah Kurt dan melatihnya. Wander langsung segera menyukai Guru Sejatinya. Jie Bi Shinjin begitu misterius, tapi hatinya sungguh baik. Ia tidak pernah terlihat marah atau kesal. Ia mengajarkan banyak pada Wander soal kesabaran, kebaikan, dan ia selalu mendorong Wander untuk mengalami dan memahami sendiri pelajaran atau pengalaman ketimbang sekedar mempercayainya. Untuk hal-hal tersebut ia sering membawa Wander bepergian keluar kota, keluar daerah, bahkan kadang satu atau dua bulan berlalu sebelum ia bisa kembali ke kotanya.

Pengabdian Wander kepada kedua Gurunya begitu tinggi. Ketika ia menyebut 'Guru atau Master' itu berarti ia sedang menyebut Kurt, akan tetapi jika ia mengatakan 'Shishou,' ia sedang menyebut Jie Bi Shinjin. Kurt sendiri masih mengawasinya, tapi ia memberikan semua waktu pada Jie Bi Shinjin.

Sejak awal Jie Bi Shinjin telah mengatakan bahwa ia tidak bisa bertemu dengan orangtua Wander, ataupun Wander diizinkan menyebutkan bahkan namanya kepada mereka. Jadi orangtua Wander sama sekali tidak tahu bahwa ia diajari Guru baru. Wander merasa agak kecewa, tapi ia patuh. Ia hanya mengatakan bahwa ia sedang belajar Rijeen. Mengira Kurt akhirnya mau mengajarkan ilmunya, kedua orangtuanya mendukungnya penuh dan memuji nama Master Kurt seperti biasa.

Meskipun bersama Shishou terus menerus, Gurunya yang kedua itu tetap misterius. Wander tidak tahu dari mana ia berasal, siapa ia sebenarnya, dan misteri terbesar dari segalanya adalah: perjanjian apakah yang sedang berlangsung antara kedua gurunya, atau dengan dirinya. Tapi, Wander dapat menerima bahwa semua orang memiliki alasannya masing-masing dan mereka tentu akan memberitahukannya jika saatnya sudah matang. Lebih lanjut, ia tidak punya banyak waktu untuk memikirkan hal ini.

Ia terlalu sibuk berlatih. Wander diberkati dengan waktu dan kedamaian. Keluarganya baik-baik saja, dan mendukungnya. Dengan tidak ada sesuatu yang harus dikhawatirkan ia berlatih terus bagaikan kerasukan. Mengejar impiannya. Kemampuannya terus berkembang seakan berusaha mengejar kecintaannya akan Rijeen, serta kepercayaannya pada ajaran kedua Gurunya.

Dengan berkembangnya kemampuannya, begitu juga waktu perlahan berlalu.

Umari'l Druti Waya - Kisah Tambahan Murid

Ada satu dari keingintahuan Wander yang terjawab.

"Di mana Shishou selama ini? Tidakkah Shishou tahu bagaimana aku menunggumu?"

Sang Shishou berkata, "Tentu saja aku tahu. Aku tahu segala hal tentangmu. Tapi aku terus menunggu. Aku menunggu waktuku, sampai kau tidak lagi mengharapkan kedatanganku. Aku menunggu sampai kamu melepasku."

"Haaa? Kenapa?"

"Aku ingin kamu mempelajari sendiri bahwa tidak semua yang diinginkan akan menjadi kenyataan. Lebih sering ketika seseorang melepaskannya, ia malah akan mendapatkan apa yang diinginkannya, dan ia akan dua kali lebih bahagia. Pelajaran berikutnya yang ingin kuajarkan adalah: Kamu harus berjuang mencapainya jika ingin mewujudkan impian itu jadi kenyataan, atau itu tidak akan pernah terjadi sama sekali betapapun kamu berdoa… Kecuali oleh Keberuntungan tentu saja, tapi di dunia ini sungguh tidak banyak orang yang memiliki Keberuntungan."

"Bagaimana kalau aku melepaskan saja keinginanku tapi tetap memperjuangkannya supaya menjadi kenyataan?"

"Jika kamu bisa melakukannya dengan benar-benar tulus, kamu sudah menjadi orang paling bijak di dunia!" Shishou tertawa riang, "Atau, kamu hanya berharap supaya dengan melepaskannya kamu bisa meningkatkan harapan berhasil. Itu namanya curang. Harapan seperti itu ibaratnya seperti menumpuk awan di atas awan dan mencoba duduk di atasnya."

"Shishou tahu cara menumpuk awan?" Wander setengah bercanda..

Jie Bi Shinjin ketawa, "Kamu akan segera mempelajarinya, Wuan. Kamu akan mempelajarinya segera."