"Iya, aku juga ingat, waktu itu kamu menulis surat dan memintaku untuk memberikan surat itu ke orang tuamu." Zhou Ling tersenyum setiap kali dia mengingat kejadian itu.
"Sudah. Cukup! Masa lalu jangan diungkit-ungkit lagi." Ucap Zhou Yue dengan gestur seperti akan membunuh seseorang.
"Baiklah, baiklah..." Zhou Ling menarik nafas dalam-dalam, lalu memandang ke luar balkon. "Seandainya, ada ayah Xiaotu di saat-saat seperti ini, semuanya pasti akan lebih mudah." Ucap Zhou Ling tiba-tiba.
Zhou Yue sedikit kaget. Sejak ayah Xiaotu meninggal karena banjir tahun lalu, Zhou Ling tidak pernah membahasnya lagi.
"Kalau ayahnya yang berbicara, pasti Xiaotu akan mendengarkan. Jadi aku tidak harus bersusah payah menjelaskan kepada Xiaotu bagaimana cara melahirkan anak." Zhou Ling menoleh ke arah Zhou Yue, tampak seolah-olah dia kesulitan untuk mengutarakan sesuatu yang ingin diucapkannya.
Zhou Yue menghampiri Zhou Ling, dan mengelus-elus punggungnya. "Sudah lama aku tidak mendengar kamu membahas soal dirinya lagi."
"Iya…." Zhou Ling mengambil nafas dalam-dalam, dan menengadahkan wajahnya saat memandang ke langit-langit balkon. "Aku memang tidak pernah mengingatnya, karena aku merasa seperti dia sedang bertugas di luar kota dan belum libur. Tapi…." Ucap Zhou Ling dengan suara lirih.
Zhou Yue tak tahu harus berkata apa, dia hanya bisa mengelus-elus punggung Zhou Ling.
"Tapi ini sudah satu tahun lebih…" Zhou Ling mengedip-kedipkan mata dan berusaha membendung air matanya. "Tiap kali aku mengalami kesusahan, rasanya aku ingin menelepon dia dan bertanya kepadanya. Namun, ketika aku mulai mengambil telepon, aku baru sadar bahwa dia tidak akan menjawab panggilanku. Sudah satu tahun berlalu, dan aku bisa menyelesaikan sendiri masalah besar atau kecil yang terjadi. Tapi, kalau soal pendidikan anak... Xiaotu kan masih kecil, tidak seharusnya dia kehilangan ayahnya.…"
"Menangislah, jika kamu merasa tertekan…." Zhou Yue masih mengelus-elus punggung Zhou Ling, matanya juga perlahan mulai memerah.
"Aku tidak apa-apa kok…." Zhou Ling mulai mengusap-usap hidungnya, "Aku bukanlah anak kecil, kenapa harus menangis?"
Zhou Yue sejenak terdiam lalu mencoba mengalihkan topik pembicaraan, "Ayo masuk, udara disini sudah semakin dingin."
"Kamu masuk duluan saja tidak apa-apa, aku ingin disini sebentar." Zhou Ling melambaikan tangannya, dan berbalik membelakangi Zhou Yue.
"Baiklah, jangan lama-lama." Ucap Zhou Yue dengan bingung sambil menganggukkan kepalanya. Dia lalu pergi ke ruang tamu.
Zhou Yue mendorong pintu sambil melihat Zhou Ling yang sedang duduk melihat pemandangan di luar balkon.
Langit sudah semakin gelap, namun bayangan tubuhnya yang nampak lemah masih menyatu dengan hembusan angin dingin.
Sebenarnya apa yang sedang Zhou Ling renungkan? Apakah dia sedang mengingat kenangan saat pertama bertemu dengan ayah Xiaotu, atau perasaan saat bergandengan tangan dalam pesta pernikahan mereka? Atau, apakah dia sedang membayangkan ketika dia berpisah dengan ayah Xiaotu?
Jarak terjauh di bumi ini tidak sebanding dengan jarak antara sepasang kekasih yang saling mencintai namun tak bisa bertemu.
Zhou Ling menghela nafas.
Hati seseorang itu kadang rapuh, kadang juga kuat.
Tak peduli ujian seberat apapun yang menimpa dirimu, selama kamu menghadapinya dengan keberanian, maka suatu saat nanti kamu akan menemukan hikmahnya.
Setelah beberapa hari mempersiapkan jawaban untuk Xiaotu, akhirnya Zhou Ling memutuskan untuk mengajarkan IPA khusus kepada anaknya. Namun, sebelum dimulai, dia akan menjadikan Cheng Zhiyan sebagai kelinci percobaan.