Dari dalam rumah panggung, keluar seorang kakek tua bersama seorang gadis muda. Kakek tua itu memiliki penampilan seperti orang Betawi lengkap dengan pakaian pendekar mereka.
Namun karena penampilannya yang tua, itu hampir tidak cocok dengannya.
Semua orang yang sedang berlatih segera berhenti dan memberi hormat pada orang tua itu.
Kakek tua itu tersenyum dan memberi isyarat untuk melanjutkan kembali latihan. Sementara semua orang kembali berlatih, kakek itu mendatangi Satria dan ayahnya.
Kakek itu berbicara, "Kau datang juga, Herman, aku sudah lama menunggumu. Tidak aku sangka orang yang selalu menolak untuk menerima pelatihan dariku akan datang dengan kehendak sendiri"
Ayah Satria tersenyum dengan canggung, "Ahaha, maaf, tapi aku masih tetap dengan pendirianku. Aku datang untuk meminta Anda melatih putraku"
Kakek itu terlihat sedikit kesal, tapi dia mulai tertawa, "Kau masih keras kepala seperti biasa. Baiklah, aku akan melihat kualitas dari putramu"
Kakek tua itu memberi isyarat pada gadis yang datang bersamanya. Sepertinya aku diharuskan untuk melawan gadis ini. Atau mungkin tidak?
Kakek itu melanjutkan, "Nak, kau akan berhadapan dengan Mayang, cucuku. Kalau kau berhasil memukulnya satu kali, aku akan menganggapmu pantas untuk dilatih"
Jadi benar aku harus melawan seorang gadis?
Tanpa aku sadari, suasana menjadi sunyi. Semua orang memberi ruang untuk kami berdua saling bertarung.
Gadis itu membuat kuda-kuda Pencak Silat yang khas, terlihat kuat dan kokoh. Sementara itu aku kesulitan untuk menempatkan diri.
Sejujurnya, aku tidak ingin melawan seorang gadis. Itu melukai harga diriku, tapi aku tidak punya pilihan lain.
Aku melancarkan pukulan lurus, sebisa mungkin menghindari mengincar wajah dan wilayah dada. Karena yang aku lawan adalah seorang gadis, aku akan sangat malu jika mengambil kesempatan dalam mengincar dada. Ya, aku membuat aturan sendiri dan menghindari wilayah memalukan.
Gadis itu menepis pukulanku dengan mudah dan membanting tubuhku dengan cepat. Tanpa aku sadari, aku telah terbaring di tanah.
Itu benar-benar cepat!
Rambut hitam yang panjang dan lembut membelai wajahku, mata kami saling bertatapan. Gadis itu melepaskanku dan membiarkan aku mencoba sekali lagi.
Kakek tua itu memberikan komentar, "Ayolah, tunjukkan kemampuanmu, apakah kau tidak malu kalah dari seorang gadis?! Lebih baik kau berhenti menjadi laki-laki jika tidak bisa menang"
Itu komentar yang sangat menyebalkan. Entah kenapa aku merasa kakek itu menimpakan dendam padaku. Meskipun aku tidak merasa pernah membuat kesalahan padanya sama sekali. Bahkan ini adalah kali pertama kami bertemu.
Baiklah, waktunya melakukan analisa kembali. Hanya ini satu-satunya kemampuanku yang selama ini aku latih.
Gadis yang bernama Mayang ini memiliki kekuatan fisik yang cukup bagus, teknik yang tepat membuatnya dapat membanting tubuhku dengan mudah, dan kecepatan reaksi yang sedikit di atas orang normal.
Aku bisa mengatakan dengan percaya diri bahwa Mayang sudah sangat terlatih.
Serangan acak tidak akan bekerja padanya, aku membutuhkan rencana!
Aku maju perlahan sambil mengawasi pergerakan Mayang. Dia masih diam di tempat.
Aku meningkatkan kecepatan secara tiba-tiba dan melancarkan tendangan rendah untuk mengincar kakinya yang bertugas sebagai tumpuan keseimbangan.
Mayang mundur sedikit dan berhasil menghindari tendanganku, tapi aku tidak akan berhenti sampai di sini. Karena tendangan yang rendah, aku bisa dengan cepat membuat pijakan dengan kaki yang telah menendang dan segera melancarkan tendangan tinggi setelah memutar tubuhku.
Mayang menahan tendanganku dengan kedua tangannya, tapi dia tersentak mundur sedikit. Sekali lagi aku memutar tubuhku dan melancarkan tendangan tinggi ke lehernya. Namun aku tidak benar-benar berniat seperti itu.
Seperti yang aku duga, Mayang melindungi kepalanya dengan salah satu tangannya.
Sekali lagi, aku menendang dengan mengincar wajahnya. Mayang memposisikan kedua tangan di depan wajah. Reaksinya benar-benar cepat, tapi itulah yang aku harapkan.
Aku mengulurkan tangan dan menarik tangannya. Aku menarik Mayang dan menjatuhkannya ke tanah. Dengan sigap aku menindih tubuhnya dan menahannya agar tidak melawan. Aku memanfaatkan sepenuhnya beban tubuhku.
"Cukup"
Aku beranjak dari tubuh Mayang.
Kakek tua itu memberiku komentar sinis, "Nak, kau tidak punya malu untuk duduk di atas tubuh gadis muda. Kau bahkan tidak punya malu untuk mengincar wajahnya tanpa ragu"
Aku membalas, "Saya tidak berniat seperti itu"
"Lalu katakan, apa niatmu?"
"Sebenarnya aku berharap Mayang akan bereaksi dengan cepat dan melindungi wajahnya. Dia sangat hebat, bahkan melebihi harapanku. Untuk sesaat, ketika tangan menutupi pandangannya, aku bisa mengambil celah dan menariknya. Dan… umm, karena dia gadis yang langsing, lebih mudah bagiku untuk menariknya"
Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan kalimat terakhir itu. Coba pikirkan ini, bukankah secara tidak langsung aku memuji tubuh seorang gadis?
Dan juga, aku telah menyadari ini sebelumnya ketika aku dijatuhkan dan kami saling bertatapan, Mayang memiliki wajah yang cukup cantik untuk seorang gadis seusiaku.
Di luar dari itu, aku bisa merasakan dedikasi yang luar biasa darinya dalam hal kerja keras.
Tentu saja ada yang namanya perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan, setidaknya itu sedikit menaikkan persentase kemenanganku.
Jujur, sebagian besar dari kemenanganku ini adalah keberuntungan, aku bahkan tidak yakin bisa mengalahkan Mayang dalam pertarungan nyata.
"Baiklah Nak, kau lulus. Mulai besok kau bisa ikut berlatih di sini"
Aku memberikan hormat dengan tulus, "Terima kasih banyak!"
Setelah kakek tua itu pergi, aku segera menghampiri Mayang yang telah bangkit dari tempatnya.
"Kamu tidak apa-apa?" Aku bertanya dengan khawatir.
Mayang menggeleng pelan, "Jangan khawatir, aku tidak apa-apa"
Karena sedikit penasaran dengan sesuatu, aku memutuskan untuk bertanya, "Umm, namamu Mayang, bukan?"
"Iya, namaku Mayang Arisanti"
"Maaf aku bertanya ini, tapi… kenapa kamu mengalah dalam pertarungan tadi?"
Mayang sedikit terkejut.
"Ahh, maaf jika aku seperti bersikap sok tahu. Tolong lupakan pertanyaanku itu"
Mayang memiringkan kepalanya dengan heran, "Hmm? Kenapa? Tidak ada yang salah dengan itu. Ahh, jadi kamu menyadari itu. Yah, aku pikir kamu memiliki potensi yang sangat bagus yang perlu dilatih. Sayang sekali jika membuang potensi itu dengan sia-sia"
Aku rasa Mayang terlalu menilai tinggi diriku. Apakah aku benar-benar memiliki kualitas sebagus itu? Aku tidak tahu, aku benar-benar awam dalam hal bela diri. Aku tidak tahu standar yang mereka bangun, tapi mulai sekarang aku akan berurusan dengan hal ini lebih banyak lagi. Lebih baik segera membiasakan diri.