Kini Ayu dan juga Praya tengah duduk saling termenung dengan pikiran masing-masing di balkon rumah Ayu. untungnya balkon rumah Ayu terdapat satu kolam ikan kecil dan menyajikan pemandangan langsung taman mini di rumah Ayu yang ditanami beberapa tanaman. jadi yah, tidak garing-garing amatlah suasana mereka berdua karena ada suara pancuran kolam ikan yang berbunyi.
Ayu beberapa kali kerap menghela nafas. merasa tak ikhlas dengan pernikahannya yang dijodohkan. tidak pernah terbayangkan sedikit pun oleh Ayu jika dirinya akan menikah secepat ini dan dengan cara dijodohkan. memang sih Ayu pernah baca beberapa novel atau cerita tentang perjodohan. dulu saat masih sekolah Ayu juga pernah iseng bilang pada orang tuanya jika Ayu tidak kerap mempunyai pacar, maka Ayu minta dijodohkan dengan pria mapan seperti di film-film.
dan tak menyangka orang tuanya pada akhirnya akan mewujudkan keinginan selewat itu. kenapa disebut keinginan selewat? karena Ayu sadar saat itu dirinya masih remaja dan masih labil. jadi mudah baper hanya karena menonton film dan membaca cerita bernuansa romance.
"kenapa sih Mas diam aja dari tadi?" tanya Ayu membuka percakapan.
setelah puas memikirkan nasibnya yang sudah terjadi, Ayu pun memberanikan diri untuk bicara pada calon suaminya. Praya hanya sekedar melirik Ayu sebentar saat dirinya merasa diajak ngobrol.
"memang harus ngapain? harus joget-joget? atau harus teriak?" tanya Praya balik.
Ayu mendengus. tidak suka jika ada orang yang ditanya bukanya menjawab malah bertanya balik.
"memangnya Mas mau nikah sama Ayu?" tanya Ayu sedikit serius.
Praya menghela nafas. "sebenarnya sih saya gak menyangka dengan perjodohan ini. kamu tau kan kalau saya lebih dewasa dari kamu?"
Ayu mengangguk. bahkan jika dilihat dari penampilan Praya pun sudah menunjukkan bahwa Praya merupakan sosok pria dewasa yang mapan dan giat bekerja. Praya sangat dewasa dalam berpakaian dan bersikap. hanya saja tampang Satria sangatlah baby face. tapi walau baby face, tidak menyembunyikan lekukan garis wajah tegas Praya yang terlihat sangat berwibawa. Ayu jadi berpikir jika dia menolak pernikahannya, maka dia akan kehilangan rezeki nomplok.
siapa sih yang tidak mau punya suami seperti Praya?
"saya memang lagi mencari istri." ucap Praya.
Ayu langsung menatap Praya. mencoba mencari celah kebohongan disana. dan ternyata Praya sama sekali sedang tidak berbohong. tatapan mata Praya sangatlah tajam dan dalam.
Ayu menahan nafasnya saat Praya juga menatap matanya.
"k-kenapa?" Ayu mendadak gugup.
"saya gak nyangka kalau orang tua saya malah jodohin saya sama anak kecil."
"kok anak kecil?" protes Ayu.
"iya, bagi saya kamu itu cuma bocah."
Ayu mengepalkan tangannya kuat-kuat. berusaha menahan emosi. Ayu tidak terima dikatai bocah oleh calon suaminya. bayangkan saja, Ayu selama ini berusaha membeli pakaian dengan style dewasa dan belajar make up hanya untuk bisa terlihat tampil dewasa. memang sih badan Ayu mungil dan agak pendek. jika disandingkan dengan Beta saja, Ayu hanya setinggi bahu Beta. tapi sepertinya Praya tidak setinggi Beta yang merupakan mantan anak basket.
"Ayu udah dewasa. udah mau wisuda tahun depan kalau Mas mau tahu."
"saya tahu."
"tahu darimana? jangan-jangan Mas diam-diam udah kenal Ayu dan jadi stalker Ayu ya? pasti perjodohan ini juga Mas yang minta kan?" selidik Ayu.
matanya memicing menatap Praya.
"ngomong apa sih kamu." sahut Praya cuek.
"asal Mas tau aja, Ayu gak suka ada yang ngatain Ayu kayak bocah. kalian tuh gak tau perjuangan Ayu buat jadi tinggi."
Praya hanya melirik Ayu sekilas lalu kembali memperhatikan kolam ikan. curhatan Ayu sama sekali tidak digubris olehnya.
"Mas! jawab pertanyaan Ayu ih!" pekik Ayu.
tampaknya Ayu sudah kesal. ternyata jika sedang mengobrol pun Praya itu termasuk orang yang jutek. hanya merespon seadanya. itupun merespon tanpa lihat-lihat kondisi lawan bicara. ngakunya sih dewasa, tapi ngomong aja masih ngebuat orang kesel.
maunya apa coba?
"pertanyaan yang mana?" Tanya Praya tenang.
"kenapa Mas diam aja sama perjodohan ini? kalo Mas emang lagi nyari istri, kenapa harus Ayu?"
Praya sempat diam. memikirkan jawaban yang pas untuk gadis seperti Ayu. ternyata bicara dengan Ayu haruslah jelas dan menggunakan kosa kata yang sederhana. padahal sudah jelas tadi Praya bilang jika dirinya sedang mencari istri. tapi Ayu masih saja menanyakan hal yang sama. tidak bisa mengerti hanya dengan sekali jawaban Praya.
"kamu pikir kenapa?" tanya Praya.
Ayu mendengus.
"Ayu dari tadi nanya sama Mas tapi malah nanya balik terus!"
Ayu benar-benar kesal tingkat akut dengan lawan bicaranya. jika sedang mengobrol saja Praya menyebalkan seperti ini, apalagi saat mereka sudah jadi sah nanti? tak habis pikir jika Ayu akan menahan batin setiap hari sampai tua nanti karena berbicara dengan Praya yang kaku. benar-benar seperti es batu.
"mau kemana?" tanya Praya saat melihat Ayu bangkit dari kursinya.
"mau bilang ke mama kalo Ayu gak jadi mau nikah sama Mas." ketus Ayu.
Ayu menghentakkan kaki saat berjalan melewati Praya begitu saja. dengan sekali tarikan tangan kekar Praya, Ayu sudah berada dipangkuan Praya. duduk dipangkuan Praya, sosok yang baru saja Ayu kenal beberapa menit lalu. mata Ayu membulat. tangannya masih dipegang oleh Praya. Ayu bahkan tidak merasa jika tubuhnya baru saja ditarik mundur oleh Praya. tau-tau Ayu sudah berada dipangkuan Praya.
tangan Praya sudah tidak lagi memegang lengan Ayu dan berpindah ke pinggang ramping Ayu. dan Ayu diam-diam menahan nafas agar perutnya tidak terlihat buncit jika dari samping seperti ini. apalagi tanpa sadar tangan Praya itu merayap ke perut Ayu.
"saya percaya jika perut pura-pura langsing kamu ini bisa mengandung anak-anak saya nantinya." ucap Praya dengan nada rendah.
Ayu mengerjapkan matanya dan menelan salivanya dengan kasar. mendadak Praya memperlakukan dan berbicara lembut padanya. terlebih, ternyata Praya tahu jika Ayu memiliki perut yang buncit.
Praya tersenyum geli. Ayu masih saja menahan nafas demi perutnya terlihat langsing dengan dress itu. memang sih, bagian perut dress putih itu sangat ketat dan mencetak perut. akan sangat memalukan jika Ayu malah mengendurkan nafasnya sehingga memperlihatkan perutnya yang buncit.
"udah, gak usah ditahan. kamu mau mati dipangkuan saya?" bisik Praya.
Ayu merinding.
perlahan Ayu mulai melepaskan nafasnya sedikit demi sedikit. dan Praya menuggu perubahan perut Ayu yang mulai terlihat bentuk aslinya. Praya tersenyum puas.
"t-turunin Ayu." gumam Ayu.
"hm?"
"turunin Ayu sekarang! Ayu mau bilang ke mama kalo--"
nafas Ayu tercekat. Praya malah memeluknya dan semakin mengeratkan pelukan pada pinggangnya. Praya bahkan tidak jijik saat melihat bentukan asli perut Ayu yang memang agak buncit.
mati-matian Ayu menahan rasa aneh dalam dirinya.
"kalo kamu mau bilang ke Tante Bella untuk batalin pernikahannya, saya gak akan lepasin kamu."
Ayu semakin gerah. dan benar saja, Praya semakin mengeratkan pelukan dipinggang Ayu. jarak mereka semakin terhimpit. kini bahu sebelah kiri Ayu sudah menempel dengan dada bidang Praya.
"lepasin Ayu." gumam Ayu.
"minta dilepas tapi suaranya kecil. gak kayak orang yang lagi berontak." cibir Praya.
pipi Ayu pun langsung memerah. padahal Ayu hanya memakai blush on dengan sangat tipis dipipinya karena ingin terlihat natural. tapi kini rona pipinya sangat terlihat jelas oleh Praya.
"saya yang minta dicarikan istri sama orang tua saya. dan ternyata mereka memilih kamu. alasan kenapa saya diam aja gak menolak karena memang saya yang minta." jelas Praya.
lalu Ayu berangsur melepaskan diri dari pelukan Praya. pria itu pun peka akan keadaan yang semakin canggung karena posisi mereka. seketika Praya sadar bahwa ia tidak seharusnya bertindak sejauh itu di awal.
"kalo mau punya istri kenapa harus jalur perjodohan? kan bisa nyari sendiri. memangnya Mas Praya gak punya pacar? jomblo ya?"
Praya tersenyum kecil. ternyata setelah lepas dari Praya, Ayu mulai kembali berani berbicara dengan volume yang besar. kini Ayu bisa bernafas dengan lega.
"gak jomblo, cuma single."
"dih, Ayu bukan single tapi album."
seketika Ayu bisa mendengar suara tawa Praya yang begitu menyegarkan hari. suara tawa yang lembut dan maskulin. Ayu langsung menatap Praya yang masih tertawa kecil.
"kamu lucu ya, Ay."
Ayu tersenyum tipis. Praya adalah orang yang pertama kali memanggilnya dengan sebutan lain. semua orang memangil Ayu dengan 'Yu'. tapi hanya Praya yang memanggilnya dengan 'Ay'.
orang tua Ayu sendiri bahkan memanggil Ayu dengan sebutan 'Yu' juga. ah, tapi lebih sering dipanggil 'Ayu' daripada memotong satu huruf.
hati Ayu cukup tergoncang hebat. ternyata setelah berkenalan beberapa saat, Ayu jadi tahu kalau Praya itu orangnya baik. walau kelihatannya Praya lebih receh dari Ayu soal humor. terbukti bahwa sampai sekarang Praya masih tertawa sendiri karena ucapan Ayu tadi mengenai soal single dan album.
tidak jelas memang. padahal Ayu sudah sering mendengar gombalan receh seperti itu.
dan hanya karena menggombal balik, Ayu langsung dicap lucu oleh calon suaminya sendiri.
"terus kalo Mas itu single, kenapa gak coba nyari pacar aja?" tanya Ayu saat Praya sudah berhenti tertawa.
"kan saya bilangnya lagi nyari istri bukan nyari pacar."
benar juga sih.
"ya, tapi kan masa langsung dinikahin gitu aja sementara belum saling kenal. nanti kalau udah terlanjur nikah terus taunya istri Mas itu penipu atau pencopet gimana? kan baru ketauan kedoknya pas udah nikah. nanti Mas nyesel terus cerai deh. gak enak loh jadi duda." ujar Ayu.
Praya malah terkesima dengan apa yang dikatakan Ayu. sepanjang itu Ayu bisa menyimpulkan sesuatu hal yang sangat berlawanan arus dengan Praya.
"kamu itu anak kuliahan kan?" tanya Praya.
"iyalah. Mas lupa? tadi kan kita ketemu di kampus Ayu."
"semester tujuh kan? umur kamu juga udah kepala dua tapi pikiran kamu kayak anak SMA. bahkan anak SMA sekarang aja banyak yang berharap dijodohin biar kayak dicerita yang mereka baca." jelas Praya.
Ayu terdiam.
"tapi kan mereka cuma mau enaknya aja nikah sama cowok ganteng yang mapan dan baik. mereka itu gak mikirin hal-hal serius dari pernikahan, Mas."
"lalu kamu kira saya gak memikirkan hal-hal serius yang kamu maksud?"
Ayu mengulum bibirnya. bingung juga. Ayu tidak yakin jika orang seperti Praya itu tidak memikirkan banyak hal yang kemungkinan terjadi di masa depan. apalagi Praya juga lebih dewasa dari Ayu.
tiba-tiba Praya menarik tangannya. telapak tangan mereka pun bersentuhan. Ayu kembali berdesir dan berdebar. tubuhnya memberikan reaksi aneh saat bersentuhan dengan Praya. rasanya sama ketika Ayu bersentuhan denga Beta tadi di kampus.
"lalu kamu maunya pacaran dulu sebelum menikah? biar apa? biar tau sejauh mana kekurangan dia? gitu?" Praya menatap mata Ayu intens.
Ayu tidak berani menatap mata itu hingga memutuskan untuk menunduk saja. melihat tidak ada sedikit celah pun jarak mereka duduk.
"kalau kamu setuju dengan pertanyaan saya, itu artinya cara berpikir kamu masih anak-anak. kamu cuma mau nikah sama orang yang sempurna karena kamu gak mau menerima kekurangan orang itu."
"enggak gitu kok." elak Ayu.
"saya tau pemikiran yang seperti itu. saya juga mengerti dengan cara berpikir kamu. tapi saya gak berpikir kayak gitu, Ay."
"karena Mas Praya dewasa?" tebak Ayu.
Praya mengangguk. "saya udah melihat banyak pengalaman orang-orang termasuk saya sendiri juga pernah mengalami. kalau mau cari yang sempurna terus ya gak akan ada. jadi saya memilih untuk menerima semua kekurangan kamu nantinya. gak peduli seburuk apapun diri kamu."
CUP
ingin rasanya Ayu menjatuhkan dirinya ke belakang sekarang. lagi-lagi Praya membuat Ayu harus menahan nafasnya. Praya baru saja mencium punggung tangan Ayu dengan lembut.
gila gak sih?
setelah diberi kata-kata manis, Ayu diberi perlakuan manis juga. apalagi yang melakukannya itu pria tampan dan mapan. siapa sih yang tidak ingin seperti Ayu?
Ayu pun hampir hilang akal jika saja wajah Beta tidak muncul dalam ingatannya. Ayu langsung menarik tangannya.
"jangan gila deh."
"saya gak gila, saya cuma--"
Ucapan Praya terhenti. Praya tidak berani melanjutkan kosa katanya saat Ayu menatapnya sebal. nampaknya sang calon istri Praya itu kesal dengan Praya. padahal Praya tidak tahu dimana letak kesalahannya.
"Ayu belum siap nikah. Ayu masih mau kuliah dan mau kerja. Ayu juga gak mau nikah sama orang yang gak Ayu kenal." ujar Ayu dengan nada memelas.
"kita bisa kenalan seiring berjalannya waktu." balas Praya.
"gak bisa. Ayu juga belum tentu bisa mencintai Mas Praya nantinya."
"itu bisa diatur. saya yakin kamu akan jatuh cinta sama saya." mantap Praya.
Ayu merasa jengkel dengan Praya yang seolah memaksanya untuk tetap menikah. walau dijodohkan, Praya soal tidak masalah dengan bagaimana nasib cintanya nanti saat sudah berumah tangga. Ayu juga masih menyukai Beta. sampai kapanpun Ayu akan menunggu Beta untuk peka pada perasaan Ayu.
"kalo gue tetep gak mau gimana?" tanya Ayu.
"coba aja kalau berani. saya tetap akan memaksa kamu."
Praya langsung mencondongkan badannya dan membuat badan Ayu otomatis mundur. Ayu pun tersudut ke sudut sofa. Praya mulai memejamkan matanya dan mendekatkan wajah mereka. tentunya Ayu tahu apa yang akan dilakukan Praya.
"stop!"
Praya pun membuka mata. Ayu langsung mendorong Praya yang kebingungan. tampaknya Praya juga sedikit kesal karena gagal mencuri ciuman Ayu.
enak saja. bibir Ayu belum tersentuh siapapun. dan berani-beraninya Praya hampir mengambil ciuman pertama Ayu. benar-benar tidak bisa dimaafkan.
"gak sopan." gerutu Ayu.
walau menunjukkan kekesalan, wajah Ayu tetap saja merah padam karena malu.
"saya kan calon suami kamu."
"Ayu gak mau. Ayu menolak perjodohan ini!" ketus Ayu.
Ayu kembali mendorong Praya untuk segera menjauh.
"Sofanya masih lega! gak usah deket-deket Napa!" protes Ayu.
Praya menghela nafas. ia pun duduk agak menjauh dari Ayu. nampaknya Ayu sangat tidak nyaman duduk bersebelahan bahkan menempel dengan Praya.
Praya pun memakluminya.
"terima perjodohannya atau saya cium kamu sekarang juga." tantang Praya.
"berani nantang Ayu?"
"berani. kamu cuma anak kecil, Ay." sinis Praya.
keduanya saling menatap tajam. yang satu ingin tetap dijodohkan dan yang satu ingin menolak mentah-mentah perjodohan konyol di era modern ini. entah siapa yang nantinya akan memenangkan perdebatan. tapi kelihatannya, Ayu tidak bisa berkutik karena ancaman Praya itu sangat berat. Ayu hanya ingin ciuman pertamanya diambil oleh Beta. bukan dengan Praya. sekalipun Praya akan menjadi suaminya nanti.
Praya menahan kedua bahu Ayu yang hendak bangkit pergi. Praya dengan cepat memajukan wajahnya. namun Ayu terus memberikan perlawanan dengan mundur. Praya tidak mau kalah, begitu juga dengan Ayu. hasilnya, kini Ayu sudah tergeletak diatas sofa dengan posisi berbaring dan Praya menindihnya. ambigu memang.
namun sampai sekarang, Praya masih tidak menyadari posisinya yang sangat menguntungkan. Praya malah fokus menatap manik mata Ayu. tatapan Praya yang sendu pun berhasil membuat Ayu tidak bisa berkutik. dibawah kukungan Praya, Ayu berusaha mati-matian meredakan detak jantung yang berlebihan.
"terima atau Cium?" tanya Praya dengan suara serak.
Ayu membuang tatapannya ke samping.
"y-yaudah Ayu terima tapi dengan satu syarat."
senyum Praya mengembang. "apa syaratnya?"
"mulai sekarang jangan ngomong pake bahasa 'saya' lagi, pake bahasa 'gue elo' aja. biar santai."
Praya tersenyum geli. syarat dari Ayu ternyata tidaklah sulit. bahkan sangat mudah. sebelumnya Praya kira Ayu akan meminta dibelikan barang berharga. tapi nyatanya, Ayu hanyalah gadis yang sederhana.
dari sudut Ayu sendiri, Ayu bahkan tidak tahu kenapa ia harus mengeluarkan syarat tidak berfaedah itu. syarat itu pun keluar secara spontan dari mulut Ayu.
karena posisi mereka yang ambigu, Ayu jadi terpaksa berbicara yang tidak berfaedah. padahal kan jika dipikir-pikir, Ayu bisa meminta apapun asalkan jangan mengubah cara berbicara Praya. karena selain tidak berfaedah, syarat dari Ayu juga sangat gampangan. jelas sekali Praya langsung setuju hanya dengan syaratnya.
"jadi kamu-- eh maksudnya Lo milih terima aja daripada cium?"
Ayu mengangguk pasrah.
"padahal nanti kan udah nikah juga dicium sama sa-- gue."
Praya tersenyum geli untuk dirinya sendiri yang berusaha menuruti keinginan Ayu dengan mengubah panggilannya.
"tapi gak sekarang juga. soalnya Ayu cuma mau ciuman pertamanya tuh sama--"
"Ayu? Praya?"
~~