Chereads / Tak searah jarum jam / Chapter 2 - aliran darah

Chapter 2 - aliran darah

-.Aku tidak bisa pura pura tidak peduli. Aku tahu sakitnya diposisi itu, karena aku pernah merasakan.-

🔸🔹🔶 selamat membaca🔶🔹🔸

Riuh riuh di suatu jalan membuat semua kendaraan mendadak macet. Terik matahari yang menyorot membuat keadaan dalam angkot menjadi gersang dan panas. Kipas yang terbuat dari buku tulis, kini marak digunakan oleh semua siswa yang pulang dari sekolahnya.

"Lo tiap hari kayak gini? Tapi enggak mateng kan?"

Azka yang sendari tadi sibuk membaca buku novelnya kini mengalihkan pandangan untuk melakoni pertanyaan dari sahabatnya. Ia menggelengkan kepala lalu membuka lembar novel selanjutnya.

Hanya mendapat gelengan, cewek itu menggertak tak terima. Ia mengangkat dagu Azka kemudian menatapnya tajam. "Lo bisa ngomong kan?"

"Iya."

"Udah kebiasaan ngomong dikit dikit gituh?"

Azka mengangguk.

"Pliss deh Ka, kalo ngomong jangan setengah setengah, pantesan aja lo dapet julukan muka rata." Protes Fani sambil menggeleng gelengkan kepalanya kemudian melepaskan dagu Azka.

"Kamu lagi PMS?"

Bukannya menanggapi protesan Fani, Cewek itu malah mengalihkan pertanyaan yang membuat sahabatnya melotot. Semua laki laki yang ada di dalam angkutan umum itu langsung menatap ke arah mereka. Fani tersenyum malu lalu membekap mulut Azka. "Dasar mulut ember!"

"Emang mulut aku kayak ember ya?" Tanyanya polos. Fani hanya menepuk kening, ia lelah menanggapi sahabatnya yang super duper polos.

"Duh bang! Ini ada apaan sih! Kok gak maju maju." Fani berdecak sebal sambil terus melihat keadaan di depannya. Benar benar padat, semacet macetnya Jakarta, biasanya mobil masih bisa bergerak. Tapi dari tadi, ia tak merasa bahwa roda angkotnya berputar melaju.

"Enggak tau neng, abang gak tau macetnya dari mana." Jawab tukang angkot sambil mengibaskan handuknya untuk mengurangi panas.

"Tau gini, gue mendingan gak usah ikut lo, Ka! Mendingan gue bawa motor" Decak Fani dongkol. Ia mengecek ponselnya, tapi beberapa detik kemudian benda itu mati karena kehabisan baterai.

Seakan sadar bahwa sahabatnya sudah sangat kesal, Azka langsung menengok. "Yaudah kita jalan aja mau?"

"Apa?! Jalan? Enggak deh Ka, jangan bikin kaki gue burik. Lagian ini masih jauh." Tolak Fani sambil memanyunkan bibirnya dan melipat tangannya.

"Ada jalan lintas kok dari sini."

"Enggak mau panas!"

"Yaudah padahal lewat taman." Final Azka lalu membuka novelnya kembali.

Fani dibuat berpikir kemudian turun dari angkot dan sudah siap untuk berlalu. "Yuk!"

Azka mengangkat pandangannya kemudian memandang aneh ketika mendapati sahabatnya tiba - tiba sudah berada di luar, sementara Fani malah mengangkat kedua halisnya dan membuat Azka mengedikkan bahu. Setelahnya, Ia mengangguk dan memberi ongkos kepada supir.

Sudah beberapa meter mereka berjalan, sendari tadi perjalanannya penuh dengan ocehan Fani yang mengeluh karena capek. Yang dikatakan Azka tadi memang benar, tapi Fani yang salah mengartikan. Nyatanya perjalanan mereka yang melewati taman itu benar, tapi mereka hanya lewat di pinggir taman dan masih di jalan raya yang panas. Bukan sesuai ekspetasi Fani yang masuk ke dalam taman dan melewatinya dengan iringan udara sejuk. Oke gue bego!

Mata Fani melotot ketika menemukan keributan di ujung kemacetan. Mereka menghentikan langkahnya karena kepo dengan sebab orang orang yang berkerumun di sana.

Secara otomatis, langkahnya langsung menuju kerumunan itu kemudian menerobosnya untuk melihat ke dalam.

Keduanya nampak terkejut, ketika menemukan seorang nenek yang terdampar dengan darah yang mengalir di seluruh tubuh dan pelipisnya. Di samping nenek itu, Terdapat anak kecil yang merupakan cucunya sedang menangis tersedu sedu.

Azka memundurkan langkahnya, ia memegangi kepala yang mulai pusing tak tertahan. Ia teringat dengan kejadian yang menimpanya 8 tahun yang lalu, dimana ia harus menangis meratapi mamah dan papahnya yang terdampar dengan darah, di samping mobil yang sudah terbakar karena menabrak pohon.

Fani benar benar tahu dengan kejadian itu, Ia menyaksikan sendiri bagaimana sahabatnya menangis dan keceriannya hilang setelah itu. Fani menggandeng pundak Azka dan menenangkannya di tempat yang teduh.

Tak lama, kesadaran Azka sudah pulih kembali. Ia berdiri dan melepaskan gandengan Fani.

"Lo mau kemana, Ka?" Tanya Fani yang ikut berdiri.

"Aku gak bisa diem aja, aku tau rasanya jadi anak kecil itu." Ucap Azka kemudian menghampiri petugas parkir yang berdiri di sana. "Maaf pak, mau tanya, kejadiannya pukul berapa ya?"

"Kira kira jam sebelas lebih seperempat neng!" Jawab bapak itu sambil menganggukan kepala, sopan.

"Lo mau korbanin lagi diri lo buat orang lain? Bahaya, ka!" Ujar Fani yang langsung menarik tangan sahabatnya.

Azka melepaskan tarikan itu, kemudian memegang pundak Fani dan menatapnya intens. "Percaya sama aku!"

Cewek itu tak menjawab, dalam hatinya masih ada rasa khawatir. Ia tak rela jika sahabatnya terluka demi menyelamatkan orang lain.

"Mau bantu aku kan?"

Mendengar pertanyaan yang meyakinkan dari mulut Azka, Fani mengangguk dengan perlahan.

"Pegang tangan aku!" Instruksi Azka dengan senyum ramah. Dengan perasaan yang masih ragu, Fani langsung menuruti apa apa yang di katakan oleh Azka.

"Back to time! Sebelas lewat lima belas menit"

Trikkkk....

Setelah ia memetik jari tangannya, semua berputar dengan cepat, namun semua orang dan mobil berjalan mundur. Hanya Azka dan Fani yang diam di pijakannya. Menyaksikan sesuatu yang tak mungkin disaksikan orang lain.

Semakin lama, semua semakin melambat. Beberapa detik kemudian, semuanya kembali menjadi wajar. Azka melirik jam tangan besar di tangannya, waktu tepat menunjuk pukul 11:15.

Kedua insan itu saling melirik, kemudian mengangguk untuk menjalankan misinya. Mereka celingak celinguk mencari seseorang yang dicari.

"Itu, Fan!" Tunjuk Azka ke arah nenek nenek yang memakai baju hijau tua dan syal merah di lehernya yang berada di seberang sana. "Yuk!"

Fani mengangguk lagi, kemudian mereka menyebrang dan berdiri mengamati apa yang nenek dan cucunya itu lakukan.

"Nenek gak punya uang, kamu belum makan kan?"

"Tapi Adit pengen itu nek!" tunjuk anak kecil itu ke arah mobil mobilan kecil, namun terbilang mahal.

Nenek itu menghembuskan nafasnya pasrah, lalu menghampiri laki laki yang sedang menangani pelanggan lain. Ia menoelnya sehingga lelaki itu berbalik. "Kalau mobil mobilan ini berapa?"

Bukannya menjawab, lelaki itu malah melirik sang nenek dari atas hingga bawah, kemudian mengambil mainan yang nenek itu pegang.

"Ini mahal nek, jangan di pegang." Ucapnya penuh sarkastik.

Mendapat jawaban yang tidak mengenakkan hati, nenek itu berbalik kemudian menghampiri cucunya yang setia menunggu. Ia berjongkok lalu tersenyum penuh arti. "Nenek gak mampu beli, maafin nenek."

"Adit gak pernah dibeliin mainan, nek!" Rengek anak kecil itu sambil meneteskan air mata. "Nenek gak sayang sama Adit ya? Adit mau pergi aja. Adit gak suka sama nenek."

Tiba tiba telapak tangan Azka berdenyut. Dari telapak tangannya yang menampilkan rentetan rekaman kejadian, ia bisa melihat sebab terjadinya kecelakaan yang menimpa nenek nenek itu.

Azka langsung was - was, hatinya berdebar tak kuasa melihatnya. Ia mencekal tangan Fani dengan sekuat, tubuhnya tiba tiba goyah dan terasa lemas.

"Gawat Fan, Gawat!"

Bersambung...

🔹🔹🔶🔹🔹

02 Juli 2019

By: irmaalw