✨Aku selalu menanti dan bertanya,
'kapan kebahagiaan itu datang?'
Namun aku sadar!
Tuhan tidak ingin aku puas sebelum waktunya✨
🔹🔹🔶Selamat Membaca🔶🔹🔹
Azka langsung was - was, hatinya berdebar tak kuasa melihatnya. Ia mencekal tangan Fani dengan kuat, tubuhnya tiba tiba goyah dan terasa lemas.
"Gawat Fan, Gawat!"
Fani yang sedang melamun memperhatikan jejeran boneka di sana tiba tiba tersentak. Ia melihat telapak tangan Azka lalu menegakkan tubuhnya.
Azka melirik jam tangannya pukul 11:23, sedangkan layar tersebut menunjukan kejadiannya pukul 11:33 masih ada waktu 10 menit untuk mengubah nasib nenek itu.
"Masih ada waktu ka." Ucap Fani mencoba menguatkan Azka.
Tanpa basa basi, Azka menghampiri nenek yang sedang mencoba menahan cucunya agar tidak pergi.
"Jangan pergi dek!" Perintah Azka yang langsung mendapat tengokan dari keduanya.
Anak yang bernama Adit itu menatap Azka bingung. "Kenapa? Adit enggak mau tinggal sama nenek lagi, nenek gak sayang sama Adit."
"Nenek sangat sayang sama Adit. Nanti nenek janji bakalan beliin mobil mobilan itu."
"Nenek bohong!" Sentak Adit yang langsung menangkis tangan neneknya, kini Adit bebas untuk bergerak dan hendak pergi menyebrang.
Azka yang melihatnya langsung tertegun. Ia tak tahu harus melakukan apa.
Saat Adit hendak menyebrang, tiba tiba mobil sedan putih muncul dari arah kiri. Adit tak melihat ada kendaraan yang hendak menghantam tubuhnya. Pandangannya buram karena air mata yang terus keluar.
"ADITTT!!" nenek itu berteriak dan hendak menghampiri cucunya.
"Nek, jangan!" Fani mencegah nenek itu agar tidak berjalan, sementara Azka langsung menghampiri Adit.
"Adit!" anak itu menengok. "Kakak bakalan beliin mobil yang Adit mau." Mendengar penuturan Azka, Adit langsung mengurungkan langkahnya. Detik itu pula, mobil putih tadi melintas dengan kecepatan tinggi.
Hampir saja!
Ia melirik kembali jam tangan yang melingkar di tangannya. Kini lebih satu menit dari waktu kecelakaan yang seharusnya terjadi.
"Kakak gak bohong kan?" Tanya Adit menatap Azka dengan pupil eyes nya.
Azka mengangguk lalu berjalan pergi menghampiri neneknya yang hampir saja jantungan dan disisinya, Fani menghembuskan nafas lega.
"Nenek maafin Adit!" Adit berlarian kemudian memeluk neneknya erat. Nenek itu mengusap air matanya sambil tersenyum ke arah Azka dan Fani. "Adit bakalan dibeliin mainan nek!" Ucap Adit dengan penuh semangat.
Azka menghampiri Fani dan berbisik, "Berhasil Fan! Makasih!"
Fani tersenyun lalu berjongkok. "Adit mau yang mana?"
"Adit mau yang kuning!"
Dengan buru buru, cewek itu berdiri kembali lalu menghampiri mobil mobilan kuning yang menggantung di sana. Fani hendak mengambil mobil mobilan itu, namun tidak bisa. Raganya masih berbentuk seperti bayangan yang dapat terlihat. Kalau sedang berada di waktu pemutaran, tubuhnya tidak bisa disentuh ataupun menyentuh.
Fani melirik jam yang menggantung di sana. Syukurlah, lima menit lagi tubuhnya akan kembali seperti semula. Karena raga mereka akan kembali tepat pada waktu Azka memetikkan jarinya sebelum memutar waktu.
Sambil menunggu waktu, Fani berjalan mendekati tukang mainan yang sedang membaca koran. "Itu berapa bang?"
"Enam puluh ribu."
Fani menggaruk tekuknya yang tidak gatal, ia tidak membawa uang simpanan sebanyak itu. Lalu ia melirik Azka yang memperhatikannya sambil terkekeh.
"Aku cuma punya tiga puluh ribu Fan." Ucap Azka seakan tahu apa yang dipikirkan sahabatnya.
"Pas! Gue kebetulan cuma ada tiga puluh lima ribu, lumayan lima ribunya buat beli permen."
Azka melihat jam tangan besarnya sebelum membawa uang, namun waktunya masih tersisa satu menit. Sebentar lagi.
"Terimakasih neng!" Ucap sang nenek kemudian mencoba memeluk Azka. Azka melotot karena kaget. Takutnya nenek itu tahu bahwa ia hanya bayangan. Ia memejamkan matanya namun pelukan nenek itu terasa erat. Azka membuka matanya kembali dan menemukan nenek tersebut benar benar memeluknya. Ia menengok kepada Fani yang tersenyum ke arahnya.
"Sudah selesai, ka!"
"Mana duit lo?!" Fani mengasongkan telapak tangannya. Tanpa menunggu lama, Azka memberikan tiga lembar uang sepuluh ribu. Fani menghitung uangnya dan uang Azka yang digabungkan, lalu memberikannya lagi kepada pedagang itu.
Dengan cepat, Adit langsung menyambar mobil mobilan yang disodorkan Fani, ia sangat senang lalu berterimakasih sebelum pergi dengan gandengan neneknya.
Setelah tersadar, Fani langsung mengalihkan pandangannya kepada Azka yang sedang memegangi dada dengan nafas yang tersegal segal.
"Gue bilang Apa, Ka? Jangan ngorbanin diri demi orang lain!" Gerutu Fani sambil membantu Azka duduk dan memberinya minum. "Jantung lo dalam bahaya kalo gini, untung aja lo berhasil, kalo enggak? Lo bakalan ninggalin gue? Gue gak mau lo nyusul nyokap bokap lo! Gue belum siap kehilangan lo, Ka"
Sebelum membalas celotehan Fani, Azka menetralkan pernafasannya yang semakin lama semakin membaik. "Aku gak papa, Fan." Ucap Azka kemudian berdiri tegak setelah ia pulih, menganggap seakan akan tidak terjadi apa apa sebelumnya. Padahal semua orang tau, bagaimana sakitnya menahan serangan jantung yang kambuh begitu saja.
Sebenarnya, jantung Azka akan terluka ketika ia mencoba memutar kembali waktu. Namun, semuanya akan netral jika ia berhasil menanganinya. Kalau tidak, mungkin Azka tidak dapat bernafas lagi.
Tanpa menghiraukan Fani, Azka pergi begitu saja sambil mendendangkan lagu kesukaannya. Berjalan ria, seolah olah tidak ada beban apapun.
Gue salut sama lo, yang selalu bisa tersenyum, Padahal lo udah banyak menderita.
🔸🔸🔵🔸🔸
"Dari mana aja lo?!"
Pertanyaan menyentak itu keluar dari mulut sang kakak yang berbeda 2 tahun darinya. Barusaja Azka hendak menyimpan sepatunya, tapi langlahnya terhenti ketika Firda menghalanginya.
"Lo tuli?"
Azka mendongak menatap kakaknya dengan tatapan sendu. "Anda tidak perlu tau."
"Ini rumah gue, lo gak bisa keluar masuk seenaknya. Lo tuh cuma--"
"Iya, memang saya hanya numpang di sini." Ucapan Firda terpotong ketika Azka sudah tahu apa yang akan dikatakannya.
"Lo udah berani sama gue?"
Tak mau meladeni, Azka langsung melewati Firda begitu saja. Tapi lengannya langsung di cekal sehingga ia tak bisa bergerak. "Dasar adik sialan!"
Mendengar pernyataan yang sangat menyakitkan dari mulut kakaknya sendiri, tubuh Azka tiba tiba hampir ambruk. Seakan dunianya sudah hancur dilanda reruntuhan batu. Tapi ia tetap kuat, dan ia harus kuat. "Saya tidak punya kakak."
Setelah menimpal, Azka langsung melepaskan cekalan kakaknya dan segera meniti anak tangga. Ia menutup intunya dengan keras dan langsung ambruk di sana. Bibirnya bergetar dan air matanya mulai mengalir.
Azka mengambil lembar foto yang terjatuh di lantai. Ia menatapinya dan seketika itu pula tangsinya meledak.
Dalam foto itu, terdapat mamah dan papahnya yang duduk di atas sofa, serta ia dan kakaknya yang sedang berpelukan ria.
Ya tuhan! Kembalikan duniaku. Mengapa kau mengambil kebahagiaanku. Apa aku tidak boleh bahagia. Mengapa takdir ini menyakitkan. Aku bisa memutar waktu untuk kebahagiaan orang lain, Tapi mengapa aku tidak bisa mengembalikan kebahagiaanku, kenapa?
Bersambung...
🔹🔹🔶🔹🔹
03 Juli 2019
By: irmaalwie