Chereads / Pulau yang Hilang / Chapter 16 - Keluar dari Desa

Chapter 16 - Keluar dari Desa

Andre beberapa kali mencoba menghubungi Beno. Tapi tetap saja tak bisa. Kalau Dr. Ben tahu jalan menuju lab itu, mereka tinggal pergi saja sambil menyusul Beno dan Candra.

Setelah matahari mulai tampak dan Pak Kepala desa sudah terbangun dari tidurnya, mereka segera meminta izin kepadanya untuk pergi. Sebelumnya mereka telah menceritakan semua rencana mereka kepada Kepala desa disana. Dan Kepala desa itu sangat mendukung mereka. Kepala desa juga memberi mereka beberapa perbekalan, seperti makanan, minuman, pakaian dan juga mobil sebagai kendaraan mereka.

Mobil yang diberikan bukan seperti mobil pada umumnya. Kalau dilihat dari tampilannya memang sama saja, mobil ini seperti mobil sport. Bisa melaju kencang, tapi bagusnya, mobil ini bisa berubah menjadi kapal bahkan pesawat. Karena Kepala Desa mendukung mereka,maka mereka tak perlu membarter barang kesayangan mereka untuk semua perlengkapan itu.

Setelah berpamitan, mereka pun pergi. Andre mengemudikan mobil itu, melaju menuju keluar dari desa itu. Dan salah satunya jalan keluar dari sana yaitu labirin. Labirin yang cukup lebar itu bisa memuat mobil yang Andre kemudikan.

Dr. Ben tahu segalanya tentang tempat itu. Ia begitu hafal dengan setiap tikungan yang ada. Belok kanan. Belok kiri. Lurus terus. Hingga tibalah mereka di sebuah tembok besar yang merupakan pintu untuk keluar. Namun itu tertutup, Dr. Ben keluar dari mobil lalu menempelkan sesuatu semacam kartu ATM atau mungkin kartu nama atau bisa jadi tanda pengenal, ke sebuah daun yang menjuntai dari atas. Andre hanya melihatnya dari dalam mobil. Pandangannya tak henti-hentinya memperhatikan Dr. Ben.

Sesaat setelah Dr. Ben menempelkan sebuah kartu itu di atas daun, tembok itu tiba-tiba terbelah. Bergeser begitu saja dengan sendirinya seperti sebuah pintu geser. Dr. Ben segera kembali memasuki mobil, lalu meminta Andre untuk segera mengemudikan mobilnya menuju keluar.

" Ayo cepat, pintu ini akan tertutup kembali setelah 30 detik", perintah Dr. Ben.

Andre segera menancap gas, mengemudikannya menuju keluar dari labirin itu. Setelah beberapa detik kemudian, tembok itu tertutup kembali.

Kini mereka telah berada di bagian luar desa. Ini kali pertama Andre melihat dunia luar lagi setelah beberapa tahun terkurung disana. Tak ingin membuang-buang waktu, Andre segera bertanya kepada Dr. Ben," Kemana tujuan kita kali ini? ".

" Kita ini ada di bagian barat, sedangkan Lab itu ada di bagian timur. Kita harus menyebrang lautan ini. Bila dengan kapal, bisa memakan waktu sekitar 4-5 hari. Tapi bila dengan pesawat, kita bisa mempercepat perjalanan kita", jelas Dr. Ben.

Baik, jadi mereka akan menggunakan pesawat. Tapi mereka tak tahu harus pergi kemana supaya sampai di bandara. Andre mencoba berpikir, dengan menundukkan kepalanya bisa membuatnya lebih cepat mendapatkan sebuah ide. Saat ia masih menundukkan kepalanya, ia melihat sebuah tombol disamping stir pengemudi, tombol itu bergambar seperti pesawat. Tombol apa itu? Andre mencoba menekan tombol itu. Dan.....mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba berubah menjadi sebuah pesawat. Bersayap di samping kanan dan kirinya. Baling-baling di bagian depannya.

Andre memandang Dr. Ben yang juga sama merasa takjub sekaligus heran pada benda yang mereka tumpangi.

" Waw, hebat!! Benda apa ini? ", ucap Andre dengan mulut menganga ditambah perasaan takjub.

Dan Cusss... Mereka pun berangkat. Andre mengemudikannya, gas, rem, dan gigi, itu berfungsi sama seperti mobil pada umumnya. Keren sekali. Ada maps juga di bagian depan mobil mereka yang bisa dengan mudah dibaca oleh mereka.

Tanah sudah tak nampak lagi. Terhalang awan putih bersih. Apa mereka terbang terlalu tinggi? Ah tidak, ini kali pertama Andre menerbangkan pesawat, meski memang pesawat yang ini berbeda. Ia begitu menikmati pemandangan ini. Dr. Ben pun sama. Ia takjub dengan indahnya ciptaan Tuhan ini.

Mereka bisa menjalankan mobil, eh..mungkin pesawat, untuk saat ini tanpa mengemudikannya, tinggal set saja tujuan mereka di maps dan,, Andre bisa melepas kemudinya.

Andre bisa beristirahat. Tapi karena tak mau kehilangan momen yang ia rasakan ini, ia mengurungkan niatnya untuk beristirahat. Benar-benar indah pemandangan kala mobil atau pesawat atau apapun itu menurunkan posisi mereka ke tempat yang lebih rendah sehingga hutan, gunung, sawah, bahkan ladang dan juga perumahan terlihat indah dari atas.

Bruk.. gsrek... gsruk.. Apa itu? mesin mobil mereka tiba-tiba mati. Mobil mereka tergelincir berguling dari ketinggian bersama mereka juga pastinya.

"AAAA!!!!!!, Tuhan selamatkan aku!! aku masih mau hidup!!!,teriak Andre begitu panik tak bisa mengontrol pesawat itu. Semakin tergelincir ke bawah pesawat itu, semakin menjadi ketakutan mereka.

GUBRAK!!...

"Aduh... sakitnya", rintih Andre sambil memegang kakinya yang kesakitan. Mobil mereka terbalik. Untungnya mereka memakai sabuk pengaman sehingga mereka masih tetap selamat tertahan oleh sabuk itu. Kalau tidak, mungkin mereka telah mati terombang-ambing berguling saat mereka jatuh.

Dr. Ben yang merasa dirinya masih kuat. Ia melepaskan dirinya dari sabuk pengaman yang menahan dirinya di atas jok.

'Gubrak...

Dr. Ben terjatuh dari jok yang ia duduki sejak tadi. Lalu Dr. Ben mencoba membantu Andre yang masih ikut terbalik dengan mobil canggih itu. Dr. Ben melepaskan sabuk pengaman Andre dan menahan tubuh Andre agar tak terjatuh ke bawah.

Setelah mereka terbebas dari mobil terbalik itu, Andre terus merintih kesakitan sembari memegangi kakinya. Dr. Ben mengeceknya dan ia menemukan luka cukup parah di kakinya. Pernah berpengalaman mengobati banyak orang, Dr.Ben segera mencoba mencari obat-obatan seadanya di dalam tasnya hanya untuk meredakan sakitnya saja. Andre diberi obat pereda nyeri dan menghentikan pendarahannya oleh Dr. Ben.

Untuk mengobatinya lebih lanjut, Dr. Ben memutuskan untuk mencari Rumah sakit atau Klinik sembari meneruskan perjalanan mereka nanti. Andre merasa baikan setelah diobati oleh Dr. Ben. Meski masih belum bisa berfungsi dengan baik lagi, setidaknya dia sudah tak terlalu merasakan kesakitan di kakinya.

Dr. Ben mengeluarkan benda-benda yang bisa ia gunakan untuk memeriksa mobil yang tadi mereka pakai. Tapi sayang, mobil yang mereka pakai sudah tak bisa digunakan lagi sepertinya. Banyak mesin yang rusak, setelah Andre dan Dr. Ben memeriksanya.

Mereka terpaksa harus meninggalkan mobil canggih itu, dan berjalan kaki untuk meneruskan perjalanan mereka. Entah dimana mereka kini. Tapi yang pasti mereka ada banyak kincir angin disana. Semacam tempat wisata. Tapi tak ada orang-orang kala itu.

Tiang memanjang vertikal dan di puncaknya ada benda seperti baling-baling. Ya dan itulah kincir angin, tapi tak seperti di Belanda, kincirnya sangat besar dan bagian penyangganya semacam bangunan. Di tempat ini hanya tiang dan kincir diatasnya. Dan jumlanya lumayan banyak.

Mereka mencoba mencari orang-orang yang tinggal di sekitar, tapi sepertinya tak ada orang selain mereka berdua. Andre mencoba menghubungi Beno lagi, tapi tetap saja tak bisa.

Lalu mereka memutuskan untuk mencari tempat beristirahat saja berhubung Andre kembali merasakan sakit di kakinya yang terluka. Kebetulan sekali disana mereka melihat sebuah gubuk, tampak tak berpenghuni. Mereka mendekati gubuk itu, siapa tahu ada yang bisa membantu mereka.

Gubuk tua, kecil, hanya berukuran 3 meter x 3 meter. Yaa tapi cukuplah untuk mereka beristirahat. Mereka mengetuk pintu rumah itu yang terbuat dari kayu yang sudah rapuh. Dan tiada siapapun menjawab. Mereka mengira mungkin tidak ada orang. Mereka pun masuk lalu duduk di kursi rotan tua yang ada di sana. Tak ada ruangan lain selain ruangan berukuran 9 m2 itu. Namun selain pintu masuk ada pintu lain disana. Tapi mereka tak menghiraukannya. Mungkin terlalu lelah. Ditambah keadaan kaki Andre yang semakin memburuk, kini kaki itu tak bisa digerakkan sama sekali. Jadi mereka memutuskan untuk istirahat saja dulu. Dr. Ben sebagai Dokter, ia mencoba memeriksa lagi kaki yang Andre keluhkan sakit. Sepertinya kakinya itu infeksi. Tapi sayang ia tak punya obat untuk menyembuhkannya.