Sementara itu di bagian lain,Andre dan Dr. Ben terus berusaha mencari bantuan sembari terpaksa berjalan meski dengan kaki Andre yang terluka. Dr. Ben membantu memapahnya. Ditambah beratnya beban dalam tas ransel di punggungnya.
Lelah dan letih mereka hiraukan, cucuran keringat tak dikeluhkan. Semangat mereka begitu besar. Hingga akhirnya Andre sudah tak kuat lagi berjalan. Tiba-tiba,,
Gubrak...
Andre terjatuh ke aspal. Dr. Ben memeriksa keadaannya, dan benar saja, luka di kakinya semakin parah. Andre pun tak sadarkan diri. Sehingga Dr. Ben harus menggendongnya hingga ke pinggir jalan, di bawah pohon.
Dr. Ben bingung apa yang akan ia lakukan kini, ia takut terjadi apa-apa pada Andre. Ia merenung di depan Andre. Lalu melihat handy talky dalam genggaman Andre. Ya, ia akan mencoba menghubungi Beno. Tombol handy talky ditekannya, dengan harapan semoga bisa tersambung dengan Beno. Tapi
tuuttt,,,,
tuutttt,,,.
"Ah!! Sial!", gertak Dr. Ben sambil menyandarkan tubuh mungilnya di batang pohon.
Ia menangis seorang diri disana. Meratapi Andre yang terbaring lemas disampingnya dengan kaki yang terluka. Lalu ia menghadap ke jalan aspal yang tadi mereka lalui. Ada sesuatu di seberang jalan sana. Apa itu? Kata Dr. Ben dalam hatinya sambil menyipitkan matanya mencoba melihat jelas apa yang ada di seberang jalan sana.
Itu kuda, lengkap dengan pedatinya. Dr. Ben mencoba mendekatinya. Ia pun menyeberang. Sepertinya kuda itu tak ada yang punya. Lalu ia pun menggiringnya ke seberang lagi.
Ia sangat bersyukur, Tuhan menolongnya. Lalu Dr. Ben pun menaikkan benda miliknya dan milik Andre ke atas pedati itu lalu menggendong Andre agar naik ke atasnya.
Hiyyaa....
Dia pun mengendalikan kuda dan pedati itu. Kuda hitam itu pun berlari kencang. Cepat bagaikan tornado. Menabrak semua benda di depannya. Hingga laju Kuda itupun dihentikan oleh Dr. Ben. Ia melihat sebuah pondok sehat, sepertinya ada orang disana yang bisa menolongnya. Lalu ia pun turun dari pedati itu, kudanya ia ikat ke sebuah pohon di dekat pondok itu.
Dr. Ben masuk ke dalam pondok yang memang pintunya terbuka itu. Sepi sangat didalamnya. Sepertinya tidak ada orang.
"Halo, ada orang didalam? ", tanya Dr. Ben di dalam ruangan itu. Tapi tak satu jawaban pun ia dapatkan. Ia tak menyerah, ia pun semakin masuk ke dalam, dan melihat seorang perawat disana.
"Hei, suster tunggu! Bantu saya!", teriak Dr. Ben sambil berlari-lari mengejar perawat itu.
Perawat yang dipanggilnya itu menengok ke arah Dr. Ben. Dan wajah itu, tak asing bagi Dr. Ben.
" Arash?", panggil Dr. Ben pada perawat itu, yang merupakan istrinya yang telah lama tak ia temui.
Mata perawat itu berkaca-kaca menatap wajah Dr. Ben. " Ben? ", ucapnya.
Mereka hanya saling menatap dari kejauhan, lalu mereka mendekat, semakin mendekat. Saling memandang, dan,,, rasa rindu tak tertahankan kini terbayar. Dr. Ben memeluk mesra Arash, istrinya yang telah lama ia tinggalkan.
"Arash, aku merindukanmu, aku minta maaf telah meninggalkanmu, aku menyesal", tanya Dr. Ben yang masih memeluk Arash.
Arash menangis di pelukan Dr. Ben. Ia juga sangat merindukan sosok Dr. Ben, yang masih sama seperti dahulu, tubuhnya masih saja kurus. Tapi Arash tak pedulikan itu. Ia sangat bersyukur Tuhan masih memberinya kesempatan untuk mempertemukan mereka.
"Arash, arash tolong bantu temanku, kakinya terluka parah", kata Dr. Ben sambil menunjuk ke arah depan tempat ia menyimpan kuda dan pedati serta Andre di dalamnya.
Arash pun segera mendorong brankar dorong milik rumah sakit disana mengikuti langkah Dr. Ben.
Andre diangkat ke atas brankar itu, lalu dibawa ke IGD disana. Dr. Ben menunggunya di luar sambil berdo'a, semoga Andre bisa disembuhkan.
Beberapa jam menunggu, hingga Dokter yang menangani Andre pun keluar dari ruang IGD itu.
"Bagaimana keadaan teman saya, Dok? ", tanya Dr. Ben.
Dokter itu tersenyum dan berkata, "Ia baik-baik saja sekarang, tapi jangan paksa kakinya itu melakukan hal-hal yang berat".
Dokter itu pun pergi meninggalkan Dr. Ben. Lalu Dr. Ben masuk kedalam ruang itu untuk melihat kondisi Andre.
"Ahh,, sakit sekali, kenapa kakiku?", tanya Andre yang menahan rasa sakitnya itu.
" Kakimu infeksi, tapi sudah terobati kini, dan kau akan segera sembuh", kata Dr. Ben sambil menenangkan Andre yang tengah cemas dengan keadaan kakinya.
Andre sangat lega mendengarnya. Ia senang, karena ia bisa meneruskan perjalanan untuk menghentikan tingkah adiknya itu.
"Ini supmu, makanlah", kata Arash yang datang tiba-tiba ke dalam ruangan itu.
Tentu saja Dr. Ben dan Andre terkejut, mereka segera memalingkan wajah mereka ke arah Arash.
"Ah,, arash aku terkejutlah,, ", kata Dr. Ben. Lalu ia memperkenalkan Arash pada Andre, "Andre, ini Arashita mahasmi, dia adalah istriku, yang selama ini aku tinggalkan demi adikmu".
"Hai sus, aku Andre", kata Andre sambil mengulurkan tangannya.
"Hai", kata Arash dengan lembutnya sambil membalas uluran tangan Andre. "Hendak kemana kalian? Dengan pedati dan kuda pula", tambah Arash.
Arash itu wanita cantik, berkulit putih, tubuhnya tinggi lenjang, dan berambut hitam lurus sebahu. Ia sudah lama jadi perawat di pondok sehat itu, yaa semenjak ia ditinggal Dr. Ben pergi ke bunker. Kira-kira 15 tahun. Dan kini ia berusia 35 tahun, tapi wajahnya masih saja sama seperti umur 20 an saat Dr. Ben menikahinya.
Dr. Ben menjelaskan apa yang terjadi, dan Arash pun paham tentang semua itu. Arash menawarkan diri untuk ikut bersama mereka. Ia juga memberikan mobilnya kepada mereka.
"Apakah aku boleh ikut? ", tanya Arash.
Namun Dr. Ben melarang keras Arash untuk ikut, ia tak mau terjadi apa-apa pada Arash.
Tapi Arash tetap bersikeras untuk tetap ikut. Ia sangat keras kepala. Walaupun Dr. Ben telah memberitahukannya tentang resiko yang akan mereka hadapi. Arash ingin kalau ia bisa berjuang bersama Dr. Ben untuk membebaskan kampung itu.
Ya sudah, Dr. Ben tak bisa mengelaknya, ia pun mengizinkan Arash untuk ikut dengan mereka.
Hari ini Andre sudah boleh pulang dari pondok sehat itu, tapi mereka belum bisa meneruskan perjalanan mereka karena Arash khawatir akan keadaan Andre. Tapi Andre yakin dia itu kuat, sehingga ia tetap memaksa Dr. Ben untuk meneruskan perjalanan hari itu juga.
"Andre, kau mau kaki kau itu sembuh, kan? ", tanya Dr. Ben sambil membujuknya agar mendengarkan Arash.
" Tapi kita harus bergegas kesana, kita juga harus bertemu dengan Beno dan juga Candra", ucap Andre dengan yakinnya.
"Baik", jawab Dr. Ben dan ia pun memenuhi permintaan Andre untuk bergegas. Lalu Arash pun pulang dari pondok untuk mengambil mobilnya dan barang-barang yang akan ia bawa.
Saat Arash pergi, Andre berbicara pada Dr. Ben tentang keberadaan Arash," Dokter! Apakah kau yakin akan mengajak istrimu itu?".
Sebenarnya Dr. Ben juga khawatir, tapi ia yakin Arash tak seperti wanita lain. Ia tak mau merepotkan orang lain, ia mandiri, dan pastinya kuat. Dr. Ben berusaha meyakinkan Andre untuk tidak terlalu merisaukannya. Tapi Andre yakin kalau ia mengajaknya agar ia bisa berlama-lama dengan Arash. Namun, ia tak mengungkapkan hal itu, dan mengiyakan saja pernyataan Dr. Ben itu.
Broom...
Broom...
Mobil Arash pun datang. Mereka segera memindahkan barang-barang dari pedati ke mobil. Arash pun membantunya.
"Andre kau duduk saja, biar aku yang mengangkutnya, takutnya kakimu bisa terluka lagi", kata Arash sambil mengambil tas di tangan Andre, Arash sebenarnya khawatir akan keadaan Andre yang kakinya masih ditopang tongkat.
Semua barang telah beres dipindahkan, mereka pun sudah siap di dalam mobil. Dr. Ben yang akan mengemudikannya, ia mulai menyalakan mobil, dan...gas pun diinjaknya. Mereka pun melaju lagi meski entah tempat mana yang jadi tujuan mereka.