Chereads / Pulau yang Hilang / Chapter 20 - Hutan Bubu

Chapter 20 - Hutan Bubu

Clak...

Tiba-tiba saja kotoran burung jatuh tepat di wajah Candra.

"Argh..!! Apa ini?", kata Candra beberapa saat setelah lengannya mencolek benda yang jatuh di wajahnya.

"Wlee...", ia menjulurkan lidahnya, menyentuh benda menjijikan yang merupakan kotoran burung itu. Lalu ia segera mencari-cari air. Sampai ia menemukan air dalam botol milik Andre. Lalu menyiramkan air dalam botol itu ke wajahnya. Yang tanpa sengaja air itu terciprat ke wajah Beno. Sehingga Beno terbangun.

"Aww, air hujankah ini?", tanya Beno setengah tersadar lalu terbangun dari tidurnya.

Candra meminta maaf pada Beno, yang tanpa sengaja melakukannya hingga membuat Beno terbangun dari mimpi indahnya.

Karena hari telah berganti dan matahari telah menyilaukan mata mereka yang berada di atas bukit. Beno pun membangunkan Andre dan.. Dr. Ben juga wanita dalam pelukannya, yang Beno belum mengenalnya siapa wanita itu, tapi yang Beno tahu wanita itu bernama Arash. Tapi kenapa begitu dekat dengan Dr. Ben? Entahlah, Beno tak terlalu peduli kali ini.

Semua telah terbangun. Dr. Ben yang baru terbangun, menatap manis wajah Arash yang cantik alami saat bangun tidur. Lalu Arash pun membuka matanya, melihat Dr. Ben menatapnya.

"Selamat Pagi , Manisku", sapa hangat Dr. Ben. Lantas Arash membalasnya dengan senyuman hangat pada Dr. Ben. Lalu ia pun terbangun dan duduk di samping Dr. Ben.

"Ayo kita lanjutkan perjalanan kita! Oh ya, ini Arash, istri Dr. Ben yang telah membantu kami sebelum sampai kemari", ucap Andre dengan tegasnya.

"Sebelum memulai perjalanan ini lagi, aku ingin kita semua menundukkan kepala, meminta bantuan Tuhan dengan berdo'a kepadanya, berdo'a menurut kepercayaan masing-masing dimulai", sambungnya.

Mereka semua berdo'a dengan penuh kekhusyukan. Mereka berdo'a agar mereka bisa dengan mudah melewati semua ini, dilancarkan segala usaha mereka, dan diberi jalan keluar agar mereka bisa mengakhiri semua penderitaan para penduduk.

"Berdo'a cukup, mari kita lanjutkan misi kita, semoga dipermudah jalan kita oleh Tuhan", ucap Andre.

Mereka akan melanjutkan perjalanan dengan mobil Arash, sedangkan Kuda dan pedati milik Beno dan Candra dititip pada penjaga bukit disana.

Mobil mereka siap meluncur, Candra yang mengemudikannya, Dr. Ben disampingnya, Beno, Arash, dan Andre di bagian belakang.

"Jadi ke arah mana kita akan melaju? ", tanya Candra yang memecah keheningan dalam mobil.

Lalu Dr. Ben mengeluarkan sebuah lipatan kertas dari dalam saku sebelah kanan rompi abunya. Kemudian ia membuka lipatan kertas itu dan menjelaskan apa yang tergambar diatasnya.

"Jadi tujuan kita kali ini menuju hutan Bubu., pungkas Dr. Ben. Hutan? Mungkin hutan ini seperti hutan pada umumnya. Memang, ada pepohonan lebat, aliran sungai, dan juga binatang liar. Bedanya, itu semua hanya buatan si Penguasa, seperti namanya hutan Bubu, yang dalam bahasa sunda berarti hutan buatan. Tujuannya agar tak ada yang bisa dengan mudah menuju lab miliknya. Dan kabar baiknya, Dr. Ben lah yang membantu merancang itu semua, sehingga mereka mungkin bisa dengan mudah melewatinya.

Mereka merasa beruntung bisa membawa orang yang benar-benar merupakan kunci menuju kesana. Sehingga mereka tak perlu terlalu risau memikirkan jalan, cara, dan bagaimana melewati setiap tantangan. Meskipun begitu, mereka harus tetap waspada.

Lika-liku jalan aspal telah hilang, yang ada hanyalah hamparan tanah selebar mobil mereka yang dihiasi rumput-rumput liar beraturan disampingnya. Mobil terhenti. Terpijak rem mobil oleh Kaki seorang Candra. Karena jalan tanah itu tak ada lagi. Terhenti oleh pepohonan di sana.

Mereka turun dari mobil, sepertinya mereka tak bisa melanjutkan perjalanan dengan mobil Arash. Mereka harus berjalan kaki. Barang-barang dibawa oleh punggung masing-masing. Tinggallah mobil milik Arash disana. Dan mulai dilankahkanlah laju kaki mereka di Hutan Buatan itu.

Memasuki hutan dengan banyak pohon tak beraturan. Rumput liar dimana-mana, terjarang oleh hamparan tanah juga. Mereka berjalan bertuturan, Dr. Ben, kemudian Arash dibelakangnya, Andre, lalu Beno dan diurutan terakhir Candra.

Hutan begitu hening, hanya kicauan burung-burung. Tak terdengar lagi suara lain selain itu dan gesekan kaki mereka terhadap rumput sebagai pijakannya.

"Seberapa luas hutan ini, Dok? ", tanya Beno.

Dr. Ben tak tahu pasti berapa luasnya, tapi yang pasti itu cukup luas kira-kira seluas taman nasional kayan mentarang. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Yang membuat orang-orang di belakangnya pun ikut terhenti. Lalu ia kembali membuka peta dari sakunya.

Sesaat setelah Dr. Ben mengeluarkan kertas coklat agak kusut itu, mereka berkerumun membentuk lingkaran. "Kita tengah ada di hutan ini", jelas Dr. Ben sambil menunjuk gambar hutan di petanya itu, kawan-kawan di sekelilingnya memperhatikan dengan seksama apa yang Dr. Ben lakukan."Dan lab ada disini. Hutan ini bisa dikendalikan dari lab, banyak kamera tersembunyi di hutan ini. Jadi agar gerak-gerik kita tak terlihat oleh mereka, kita harus memutuskan salah satu kabel yang juga tersembunyi, saat salah satu kabel terputus, maka semua kamera tak akan berfungsi", lanjut Dr. Ben.

Mereka mulai mencari keberadaan kabel yang dimaksud. Memandang ke bawah, sekitaran, dan juga ke atas.

Dan...

Pluk..

Seekor burung tiba-tiba terjatuh dari atas. Sontak saja mereka mencari sumber suara itu. Beno yang melihatnya secara langsung ia berkata, " Di sebelah sini", sambil berlari mendekati burung yang tadi terjatuh. Yang lainnya pun mendekat. Dan mereka terpatung melingkar untuk bisa melihat burung itu.

"Burung itu sepertinya mati tersetrum listrik", ucap Arash yang sebelumnya pernah melihat hal serupa.

Burung itu mati kaku, merpati putih sepertinya, tapi bulunya menghitam tersetrum listrik.

"Listrik? Kenapa ada aliran listrik di hutan? Gimana kalau hutan ini terbakar karena aliran itu?", tanya celetuk Andre.

Beno yang penasaran akan penyebab kematian burung itu, ia mencoba melihat ke atas tempat burung itu terjatuh. Dan....

Ada tanaman rambat disana. Beno dengan seksama mengamati tanaman rambat itu, kenapa tanaman rambat bisa merambat tanpa ada media yang menjadi rambatannya. Pasti ada sesuatu dibaliknya. Ia mencoba membicarakan hal itu pada kawan-kawannya. Dan semuanya percaya kalau memang sepertinya ada sesuatu dibalik tanaman rambat itu.

Candra yang memiliki rasa penasaran yang sangat tinggi saat itu, ia langsung memanjat pohon, menaruh dulu tas di punggungnya di rumput pijakannya. Tak lupa pisau di saku celananya.

"Candra, apa yang kamu lakukan? ", teriak Andre yang mulai panik dan mencoba mencegahnya.

Dr. Ben mencoba menenangkan dan meyakinkannya, kalau Candra akan baik-baik saja. Dr. Ben sudah bisa membaca apa yang akan dilakukan Candra.

Tiba di bagian paling atas pohon lebat itu, kemudian mulai merangkak ke dahannya.

Dan...

Bssat...

Pisau tajam itu memotong tanaman rambat dengan sekali tebasan. Tanaman rambat itu akhirnya menjuntai ke bawah, untung saja tak mengenai orang-orang dibawahnya. Karena setelah tertebas, memang ada kabel disana. Mengeluarkan sedikit percikan api.

Andre lega melihat Candra yang dikiranya akan melakukan hal gila. Tapi malah sebaliknya, ia memotong kabel yang tadi dimaksud Dr. Ben. Ia berhasil, kamera pengintai tak dapat mengintai mereka. Penguasa tak bisa melihat aksi mereka.

~~~

Di bagian lain, di suatu tempat yang tepat berada di pinggir jurang yang curam. Terdapat sebuah bangunan. Didalamnya terdapat seseorang berjas rapi, rambut yang tertata, dan berkacamata tengah mengamati layar besar di depannya.

Ya, ia itu adalah si penguasa yang tengah mengamati gerak-gerik orang-orang di dalam hutan Bubu miliknya. Ia mencoba untuk melihat siapa mereka, mencoba mengenalinya, dan mengidentifikasi dengan layar besar canggih miliknya.

Ia sedang berada dalam sebuah ruangan cukup besar. Tapi tak hanya ia seorang, banyak orang-orang yang bekerja untuknya. Ruangan itu terdiri dari 2 lantai tapi bersifat transparan. Di bagian bawah tempat untuk para pekerjanya dan di lantai atas tempat untuk penguasa itu, karena disana ia bisa mengawasi semuanya. Layar besar di bagian depan. Cukup tinggi. Setinggi dinding lantai bawah. Di bagian depan pula, meja berbentuk setengah lingkaran berada. Tepat di tengah-tengah meja itu ada replika hutan Bubu yang ditampilkan dalam bentuk hologram. Replika berupa hologram itu bisa dengan mudah mereka ubah atau tambahkan sesuatu ke dalamnya. Saat mereka memberi sebuah perintah melalui sebuah keyboard, mereka bisa menambahkan, memperbesar ataupun memperkecil sebuah pohon misalnya pada replika itu, maka dalam waktu 10 menit sebuah pohon di hutan Bubu akan sesuai dengan apa yang diperintah tadi.

Tiba-tiba saja layar besar di hadapan mereka menjadi blank, hitam semua. Dan muncul peringatan 'sinyal hilang'.

"Sial!! Kenapa ini? Cepat perbaiki! ", suruh Si Penguasa itu dengan kesalnya.

"Siapa mereka? Beraninya masuk ke dalam hutanku, mau apa mereka?!! ", tanya Penguasa itu lagi pada semua pekerjanya, siapa tahu ada yang mengetahui tentang orang-orang yang berani masuk tanpa izinnya.Tapi tak satu pun menjawab, mereka hanya sibuk memperbaiki layar yang rusak itu.

Penguasa itu makin kesal saja pada keadaan ini. Ia memutuskan untuk meninggalkan ruangan itu dan masuk ke ruangan pribadinya. Ruang pribadinya ada di ruang bawah tanah lantai paling bawah. Jadi bangunan pengendali itu terlihat seperti pabrik biasa yang hanya satu lantai bila dilihat dari luar. Tapi sebenarnya bangunan itu punya lantai bawah tanah yang sangat banyak, kira-kira 12 lantai. Para pekerjanya tidur disana bahkan diperbolehkan membawa keluarga mereka juga. Diberi gaji cukup besar. Untuk tanda balas abdian mereka pada Penguasa yang merupakan adik Andre itu. Dari lantai 1 sampai lantai 6 merupakan tempat mereka mengendalikan semuanya. Setiap lantai itu merupakan pusat pengendalian tempat-tempat yang dijarah oleh Si Penguasa. Lantai selanjutnya adalah Laboratorium untuk para peneliti menciptakan atau merekayasa makhluk-makhluk aneh sebagai alat penyerangan si Penguasa. Lantai ke-8 digunakan sebagai Ruang makan. Lantai 9 dipakai sebagai Penjara untuk memenjarakan pekerja yang melanggar aturan. Yang dipenjarakan disana hanyalah pekerja saja, untuk para pendatang biasanya mereka akan dibuang ke Hutan Aleandro. Dan untuk Lantai paling dasar dan dua lantai diatasnya digunakan sebagai ruangan tidur para pekerja.

Penguasa itu turun ke lantai paling dasar menggunakan lift kaca. Lift itu berbentuk lingkaran yang dibagi menjadi 4 buah lift dan saling membelakangi. Keempat lift itu ada di tengah-tengah setiap lantai. Lift itu melaju cukup cepat, hanya hitungan detik saja, dia sudah bisa sampai di lantai paling dasar.

Kemudian ia keluar dari lift, berjalan lurus dari sana hingga tibalah di depan sebuah pintu baja berpengaman tinggi, hanya dia yang tahu cara untuk masuk kedalamnya. Ia berdiri sejenak di depan pintu itu, sepertinya sedang membuka pengamannya. Ia membungkukkan badannya agar scanner bisa mendeteksi matanya. Ya cara membuka pengaman pintu menggunakan lensa mata si Penguasa.

Tak lama kemudian, pintu pun bergeser ke atas. Dan Penguasa itu pun masuk. Setelah masuk, pintu tertutup rapat kembali.

Setelah masuk ke dalam ruangan pribadinya, ia duduk di kursi nyaman di depan mejanya lalu memutar 180°tubuhnya di atas kursi. Dan terdapat pemandangan indah di baliknya. Dinding kaca tebal disana terhalang tirai yang dibukanya. Jauh dibawahnya ada aliran sungai deras.

~~~

Kembali lagi ke Bubu. Setelah Candra berhasil memotong kabel itu, mereka bisa bergerak bebas tanpa takut diawasi. Tanpa membuang waktu lagi, mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka. Hutan itu begitu luas. Tapi untungnya panas tak terlalu menyengat karena terhalang rimbunnya pepohonan.

"Perjalanan kita masih seperempatnya, setelah kita melewati sungai, kita bisa mencapai setengahnya lagi", ucap Dr. Ben sambil terus berjalan.

Andre yang berjalan pincang dengan tongkatnya mulai kelelahan, ia terjatuh. Ia benar-benar sudah sangat lelah. Sontak saja langkah semua orang terhenti. Dan mendekati Andre yang menidurkan dirinya di rumput.

Arash yang berprofesi sebagai perawat, mencoba memeriksa keadaannya. Lalu Arash memberinya minum. Kemudian yang lainnya menyandarkan tubuh Andre di pohon dekat mereka. Dr. Ben mencoba mengecek luka di kaki Andre. Luka itu sepertinya belum sembuh juga. Ia menjadi khawatir akan keadaan Andre. Jadi mereka memutuskan untuk istirahat dahulu hingga Andre sudah merasa baikan.

"Ayo, kita lanjutkan perjalanan ini! ", perintah Andre sambil mencoba berdiri bertahan pada tongkat.

Mereka semua pun berdiri setelah beristirahat sejenak, meminum air dan memakan cemilan untuk mengganjal rasa lapar. Perjalanan pun berlanjut. Andre dipapah oleh Candra dan Beno. Dr. Ben memimpin perjalanan, ia berada di barisan paling depan bersama istrinya, Arash.

Hari semakin sore, hingga tibalah mereka di sungai, yang berarti perjalanan mereka tinggal setengahnya lagi. Mereka memutuskan untuk istirahat terlebih dahulu setelah menyebrangi sungai itu. Mereka membersihkan diri di sungai. Menyalakan api. Mengisi persediaan air mereka. Dan membakar seekor ayam hutan yang baru saja mereka tangkap.

Sembari beristirahat, Beno memutuskan untuk shalat. Ia mengambil air wudhu di sungai. Ia mencari arah kiblat terlebih dahulu menggunakan bayangan cahaya matahari. Ia mencari dulu bagian hutan tanpa terhalang pepohonan. Lalu menancapkan sebuah batang pohon. Dan melihat arah bayangannya. Karena sudah sore, dan pastinya matahari akan terbenam di barat. Sudah dipastikan arah bayangannya akan mengarah timur. Sehingga arah kiblat pasti bertentangan dengan arah bayangan. Setelah tahu, ia melepas jaketnya. Lalu menggelarnya untuk digunakan sebagai sajadah. Mulailah ia menghadap sang Ilahi, Penciptanya.

Setelah selesai, ia berdo'a agar semua dosanya diampuni, dipermudah setiap langkahnya, dan yang terpenting, ia bisa bertemu lagi dengan kedua orang tuanya.

Lepas shalat, Beno kembali berkumpul dengan teman-temannya yang sedang asyik membakar ayam itu. Makanan pun sudah siap. Dan dengan sedapnya mereka bisa merasakan ayam itu meski tanpa rempah apapun.

Malam telah tiba. Cantiknya rembulan tetap menyinari meski terhalang. Mereka terhampar di rumput tak beralas. Tidur lelap untuk mempersiapkan hari esok.

Tiba-tiba bau asap tercium oleh salah seorang diantara mereka, Beno. Ia mencium bau kepulan asap yang membuatnya sesak dan terbatuk-batuk dibuatnya. Ia terbangun, dan melihat pohon-pohon disekitar mereka sudah terbakar. Sebelum terlambat, Beno membangunkan semua orang agar menyelamatkan diri. Semua orang pun terbangun dan terkejut setelah tahu mereka telah dikepung oleh api yang membara. Tanpa pikir panjang mereka berlari ke bagian yang belum banyak terbakar api. Andre dibopong Candra dan Beno. Mereka berlari keluar dari bara api. Untung saja mereka semua selamat. Tapi sayang, semua barang mereka tertinggal disana kecuali barang milik Arash. Hanya miliknya yang terbawa. Karena ia tak pernah melepas tasnya itu meski sedang tertidur.

" Apa kalian baik-baik saja? Tak ada yang terluka, kan? ", tanya Dr. Ben.

"Kami baik-baik saja, Dok", jawab Beno sambil menyandarkan Andre di bawah pohon yang jauh dari bara api.

"Syukurlah", ucap Dr. Ben lagi.

Kini mereka harus lebih waspada, jangan sampai lengah. Dr. Ben memperkirakan ini adalah perbuatan Penguasa agar mereka tak bisa masuk ke labnya.

Mereka tak bisa tidur lagi. Mereka takut penguasa melakukan sesuatu lagi pada mereka kalau mereka lengah. Mereka pun melanjutkan perjalanan, meski hari masih gelap, hanya cahaya bulan purnama kala itu yang menerangi.

Langkah demi langkah terus dijalani. Tanpa memikirkan kelelahan yang dialami. Satu tujuan mereka yaitu menghentikan tingkah Penguasa yang merupakan Adik Andre itu.

Setelah tahu mereka selamat, Penguasa tak tinggal diam. Ia berusaha menghalangi mereka. Tapi kenapa penguasa bisa mengawasi mereka? Bukankah kabel penghubung kamera pengawasnya sudah dipotong Candra. Ternyata kabel penghubung kamera pengintai itu terpisah antara hutan sebelum sungai dan setelah sungai. Dan Beno juga teman-temannya belum memutus kabel itu. Mereka pikir, kalau Penguasa sudah tak bisa mengawasinya setelah kabel tadi dipotong oleh Candra. Bahkan Dr. Ben pun tak tahu, mungkin sudah banyak perubahan semenjak Dr. Ben pergi.

Berjalan sajalah mereka. Tanpa pedulikan hal itu. Karena mereka juga tak tahu kalau si penguasa mengawasi mereka. Hingga tiba-tiba Dr. Ben yang berada di barisan terdepan melihat ada 2 orang jauh di depannya. Siapa itu?

Dr. Ben pun memanggil mereka, "Hei, kalian, bisakah membantu kami ?". Tapi tak ada sahutan sedikit pun. Tapi mereka semakin mendekat. Dr. Ben dan teman-temannya menghentikan langkah mereka. Hingga Dr. Ben berbalik dan berteriak, " Lariii!!!! ". Mereka berbalik arah dan berlari sekuat tenaga menghindari 2 orang itu.

"Siapa mereka? Kenapa menyuruh kami berlari? ", tanya Candra penuh keheranan meski mereka tengah berlari.

Dr. Ben yang sambil berlari ia menjawab pertanyaan Candra, " Mereka itu manusia pembunuh, yang dibuat penguasa itu. Mereka pasti dikirim kemari untuk membunuh kita, tapi ia berjalan lambat dan hanya bisa melakukan itu saja, tak bisa berenang ataupun memanjat. Hanya saat ia sudah dekat dengan kita, ia akan mengoyak tubuh kita dengan sekejap mata".

Mereka terus berlari menghindari kejaran 2 manusia pembunuh bertaring tajam di mulutnya. Tapi tiba-tiba di depan mereka juga ada manusia itu bahkan lebih banyak. Mereka kembali berbelok ke kanan, karena jika ke kiri, pasti akan kembali ke bara api yang membakar hutan.

Langkah Andre terhenti, ia sudah tak kuat lagi berlari. Hingga ia pun sudah pasrah.

"Aku lelah, tinggalkan saja aku sendiri disini", ucap Andre.

Langkah semua orang ikut terhenti, mencoba meyakinkan Andre untuk tetap bertahan. "Andre dengarkan aku, hanya kau yang bisa menghentikan tingkah adikmu nanti. Kamu kuat. Ayolah!!, ucap Beno. " Aku punya ide. Kalau misalkan ia tak bisa memanjat. Kita bisa bersembunyi di atas pohon. Bisa diam dulu disana sampai makhluk itu pergi jauh", sambungnya.

Dr. Ben membenarkan ucapan Beno. Lalu mereka semua mencari pohon masing-masing. Beno dan Andre berada di pohon yang sama. Dr. Ben dan Arash tak terpisahkan. Candra seorang diri di pohon lain. Mereka terdiam disana. Tanpa bersuara. Tapi sebelumnya mereka telah menaruh perangkap. Mereka akan membakar makhluk menjijikkan itu. Bom yang dibawa Arash telah ditaruh di rumput jauh dari tempat mereka bersembunyi tapi masih terawasi oleh mereka. Nanti saat makhluk itu berkumpul disana, mereka akan meledakkan sebuah Bom dengan remote pengontrol bom yang masih dipegang Arash. Ia pun menyerahkan remote itu pada Dr. Ben agar ia saja yang mengendalikannya.

Candra akan memberikan kode pada Dr. Ben yang memegang remote kontrol itu bila semua sudah siap diledakkan.

Suitt..

Candra memberi kode pada Dr. Ben. Lalu,..

Boomm....

Suara ledakan yang cukup keras hingga kobaran api menjulang dan salah satu bagian hutan itu terbakar lagi. Semua makhluk musnah tak tersisa. Setelah merasa aman, mereka turun dari pohon dan kembali melanjutkan perjalanan mereka.