Tapi karena tidak sabaran, Sofia jadi terpaksa menghubungi Harry dengan berpura-pura ingin mengajak cucu dan cucu menantunya bertandang ke rumah. Sambil memberi sedikit selingan di obrolan mereka, Sofia sengaja msnyinggung soal waktu belanjaanya waktu itu.
Dan siapa sangka, Harry justru terdengar sedikit kebingungan dengan informasi yang baru disebutkannya tanpa Sofia bisa menebak lebih jauh apa isi pikirannya.
Mungkinkah mereka tidak saling memberitahukan atau menanyakan hal ini sebelumnya? Atau apakah Harry memang tidak peduli dengan uang yang diberikannya pada Cleo?
"Kau tidak marah pada istrimu karena dia menggunakan uangmu tanpa sepengetahuanmu bukan?" tanya Sofia mengorek informasi.
"Nenek yang sudah memaksanya waktu itu. Jika bukan karena Nenek lupa membawa uang, Nenek tidak akan mungkin menyuruhnya untuk membayar. Nenek harap kau tidak menyalahkannya," lanjut Sofia dengan nada bersalah.
Harry memijat pelan keningnya.
"Ya, Nek. Aku tahu. Aku jelas tidak mungkin melakukan itu," balas Harry tanpa mengatakan apapun yang sebenarnya terjadi
Sofia tersenyum puas.
"Bagus jika begitu. Jadi nanti malam kau akan datang ke rumah Nenek untuk makan malam?" tanya Sofia lagi. Menanyakan hal yang memang menjadi tujuan keduannya menelepon.
"Kalau nanti malam aku tidak bisa, Nek. Saat ini aku masih ada di Semarang. Dan karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus aku urus, mungkin aku akan pulang sedikit larut hari ini. Mungkin besok malam aku baru akan ke tempat Nenek," jawab Harry sekedarnya.
Sofia tidak mengambil pusing.
"Ooo.. oke. Kalau begitu Nenek akan memberitahukan pengurus rumah untuk mempersiapkan semuanya besok malam. Nenek akan menyuruh mereka membuat beberapa makanan kesukaanmu," sahut Sofia, "Ohya, apa makanan kesukaan cucu menantuku?" tanya Sofia.
Alis Harry langsung berkerut. Makanan kesukaannya? Mana dia tahu.
"Dia... suka makan apapun. Dia tidak pilih-pilih makanan. Jadi Nenek bisa membuat apapun yang menurut Nenek enak dan bagus untuknya," balas Harry dengan cepat sebelum ia dicurigai.
"Baiklah. Kalau begitu, ingat untuk mencatat ini di jadwalmu. Nenek akan menunggumu di rumah besok malam pukul tujuh. Oke?" lanjut Sofia.
Harry langsung menyanggupinya, "Baik, Nek."
Keduanya kemudian mengakhiri panggilan telepon mereka. Dan Harry kembali memikirkan ulang segala kronologi yang kiranya mungkin terjadi jika neneknya terlibat.
Nenek pasti sengaja tidak membawa uang dan berpura-pura meminjam uang Cleo untuk membayar setumpuk barang yang ia beli. Lalu karena tidak mungkin menolak dan terpaksa mengiyakan, muncullah banyak transaksi yang diinfokan Dirga sesuai dengan keinginan nenek.
Kemudian, entah karena sugestinya yang buruk dan adanya barang bukti belanjaan Cleo yang cukup banyak di rumahnya, Harry akhirnya jadi berasumsi bahwa wanita itu menggunakan uangnya secara sembarangan.
Padahal mungkin saja kenyataannya tidak seperti itu.
Lalu, walaupun ini tidak bisa membuktikan bahwa wanita itu tidak seratus persen menggunakan uangnya. Tapi tetap saja, setelah melihat keterlibatan nenek dalam masalah ini, Harry sudah bisa memprediksi bahwa ini pasti adalah akal-akalannya nenek.
Nenek suka melakukan hal-hal yang tidak terduga dan tidak masuk akal.
Karena itu sambil memeriksa beberapa dokumen yang akan ia gunakan untuk melakukan diskusi dengan koleganya, Harry mengesampingkan dulu masalah istri kontraknya, gugatannya, dan juga neneknya.
Ia lebih baik memikirkan ini nanti setelah ia kembali ke kotanya.
Hingga sampai waktunya ia selesai dengan segala urusannya di kota Semarang dan kembali ke Jakarta, Harry masih belum memikirkan lagi soal masalahnya itu karena ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga ia akhirnya benar-benar melupakannya.
Sampai beberapa kejutan tambahan ditemukannya kembali.
"Aku pikir karena kau baru saja menikah, kau jadi melupakan tempat ini dan sibuk dengan urusan rumah tanggamu yang baru. Siapa sangka baru genap seminggu dari acara pernikahan, kau sudah melalangbuana kemana-mana dan akhirnya mendarat di sini. Bagaimana? Apa pernikahanmu menyenangkan?" Reihan langsung melempari Harry beberapa sindiran, ketika ia melihat Harry berjalan masuk ke kafenya di tengah malam tepat setelah ia baru saja turun dari pesawat.
Karena tidak ingin cepat pulang dan mau merilekskan diri, Harry memutuskan untuk bermain sebentar di tempat Reihan.
Tapi siapa sangka bukannya mendapat sejumlah kata motivasi atau penghiburan yang diinginkannya, Harry justru mendapatkan sindiran yang membidiknya.
Sambil menatap Reihan malas, Harry menjawab Reihan dengan acuh.
"Bukankah kau tahu sendiri bagaimana pernikahaan itu bisa terjadi?! Jangan membuat lelucon di depanku. Aku sedang tidak ada mood untuk bercanda denganmu tentang wanita itu," balas Harry dingin sambil meneguk minumannya yang selalu cepat tersaji setiap kali ia datang berkunjung.
Reihan menatap Harry bingung.
"Ada apa denganmu? Apa ada masalah?" tanya Reihan menangkap adanya sesuatu yang berbeda.
Baru beberapa menit yang lalu Harry mengiriminya pesan kalau ia akan mampir ke tempatnya, setelah ia turun dari pesawat. Lantas suasana kedatangan macam apa ini?
Apa Harry baru saja mengalami jetlag?
Tapi, bukankah penerbangan dari Semarang ke Jakarta hanya memakan waktu satu jam? Daripada disebut sedang jetlag,temannya ini lebih seperti sedang sangat bete karena sesuatu.
Sambil menatap Harry dengan penuh rasa ingin tahu, Reihan bertanya kembali.
"Apa istrimu membuat masalah? Atau malam pertamamu tidak berjalan dengan mulus, sesuai yang kau bayangkan?" tanya Reihan dengan ekspresi yang cukup serius. Tapi perkataannya itu sangat konyol menurut Harry.
Sehingga Harry langsung menatapnya tajam. Dan membuat Reihan terkekeh.
"Aku hanya bercanda! Jujur, aku hanya bingung melihatmu tidak bersemangat seperti ini. Padahal tadi istrimu datang dalam keadaan yang sangat baik-baik saja. Jika ternyata kau juga datang kemari, kenapa tidak sekalian saja kalian datang bersama ke sini. Atau paling tidak minta dia menunggumu di sini," ungkap Reihan santai.
***