"Aku sudah bilang bahwa aku akan melunasinya segera! Jadi tolong jangan merusak barang-barangku lagi dan berhenti memukulku!!" teriak Cleo marah pada sejumlah penagih yang sudah ada di rumahnya.
Ia tidak kuasa menahan kemarahan dan kesedihannya yang tak terbendung. Hutang yang di tinggalkan paman Yul telah berhasil membuat seluruh hidup Cleo luntang-lantang tak beraturan selama beberapa tahun belakangan ini.
Entah sudah berapa kali para penagih ini datang ke rumahnya hanya untuk menagih uang padanya, dan selalu berakhir dengan memporak-porandakan segala barang miliknya yang sudah hampir tidak bersisa.
Jika bukan karena pamannya yang gila judi dan terus berjudi dengan uang yang dipinjamnya dari rentenir, Cleo tidak akan mungkin hidup semenderita ini.
Ya, Cleo memang telah hidup sebatang kara sejak kecil karena kedua orangtuanya telah meninggal dunia akibat kecelakaan naas yang terjadi ketika ia berusia 11 tahun. Lalu kemudian, tak lama ia diasuh dan diangkat anak oleh paman Yul, adik kandung ibunya, yang saat itu merupakan satu-satunya keluarga yang dimilikinya.
Tapi setelah pamannya itu meninggal dua tahun yang lalu Cleo terus-terusan saja dikejar-kejar oleh para kreditor gila yang dihutangi oleh pamannya.
Benar-benar petaka di atas segala musibah.
Berapa banyak pun uang yang Cleo bayarkan pada para kreditur itu selama ini untuk melunasi hutang pamannya, hutangnya itu tidak pernah sekalipun lunas. Sebaliknya, hutang itu justru semakin lama semakin bertambah dan tidak ada habisnya.
Bunga yang mereka patok sangat besar dan mencekik. Karena itu jika Cleo tidak segera melunasi hutang itu dengan segera, maka bisa dipastikan, hutangnya itu akan semakin tak terkendali dan akan terus melilit lehernya selama seumur hidup.
"Kalian tunggulah beberapa minggu lagi, aku akan pastikan aku akan segera melunasi seluruh hutang-hutang pamanku itu segera. Karena itu, tolong jangan ganggu aku untuk sementara waktu ini. Dan katakan pada bos-mu itu. Jangan mencariku sampai aku yang mencarinya duluan! Kalian mengerti ucapanku?"
Cleo menegakkan tubuhnya di depan tiga pria yang ada di hadapannya.
"Kami akan memberimu waktu satu minggu. Jika kau tidak juga melakukan cicilan pembayaran yang sudah kita sepakati. Maka rumah ini akan kami sita. Rumah yang kecil ini, paling hanya senilai dengan sepertiga dari hutangmu itu. Karena itu, cepatlah kau mencari uang yang banyak agar kau bisa segera melunasi semua hutang-hutangmu itu segera. Dengan begitu kami tidak perlu lagi datang kemari untuk mengusikmu."
Cleo memandang kesal ke arah para penagih gila itu dalam diam. Setelah berhasil mengacau, mereka lalu seenaknya saja pergi begitu saja?
Hah! Benar-benar menyebalkan..
Begitu para penagih hutang itu pergi, Cleo langsung memandangi keadaan rumahnya dengan iba. Sudah berapa kali ia harus mengganti properti pentingnya di rumah secara terus-menerus.
Apa para penagih itu tidak sadar bahwa barang-barang yang mereka rusak walaupun murah tapi bisa menghasilkan uang jika dijual? Untuk apa mereka merusak semua barang-barang itu sehingga membuatnya menjadi tak bernilai?
Inikah cara kerja para kolektor hutang?
Hah!!
Sudah satu minggu berlalu sejak pembicaraannya dengan pria yang bernama Harry itu di kafe. Tapi tak satupun panggilan telepon ataupun batang hidung laki-laki itu yang dilihatnya. Sampai terkadang Cleo merasa, apa mungkin pembicaraannya dengan laki-laki itu pada saat itu hanya sebuah mimpi atau imajinasinya belaka?
Padahal ia sudah mengirimkan dengan jelas dan lengkap semua CV tentang dirinya. Ia juga telah mencantumkan nomor kontaknya yang bisa dihubungi. Tapi sampai detik ini, pria itu tidak kunjung juga memberinya kabar.
Cleo sudah pernah meminta pada Reihan nomor pribadi Harry, tapi bosnya itu sama sekali tidak pernah mau memberikan nomor handphone temannya itu dengan alasan privasi.
"Tentunya aku tidak bisa memberikannya. Harry paling benci jika ada orang yang seenaknya saja menyebar-nyebarkan nomor pribadinya itu ke sembarang orang. Karena itu maafkan aku. Aku benar-benar tidak bisa memberitahukannya padamu. Kau sebaiknya menunggu dia yang menghubungimu duluan," tolak Reihan dengan segala alasannya.
Cleo jelas sudah menunggunya menghubungi duluan. Dengan sangat setia malah. Tapi mana? Sampai saat ini, Laki-laki itu tetap saja tidak menghubunginya sama sekali.
Mungkinkah pria itu berubah pikiran? Atau mungkin sudah menemukan seorang wanita lain yang lebih baik darinya?
Aahhh~
Semua pikiran itu seperti benang kusut di dalam otak Cleo. Karena itu, daripada ia terus berspekulasi yang tidak-tidak dan membuang banyak waktu, lebih baik ia segera mendatangi saja pria itu di perusahaannya.
Beruntung, Reihan mau memberitahukan padanya nama perusahaan tempat Harry bekerja. Karena jika tidak, Cleo sungguh tidak tahu lagi bagaimana ia harus mencari tahu.
Berkat zaman yang sudah teknologi dan serba praktis ini, Cleo dengan mudah bisa mendapatkan nomor kontak dan alamat dari perusahaan yang dicarinya itu di jejaring internet. Hanya dengan sekali klik, semua hal tentang apa yang dicarinya langsung muncul di layar depan.
Segera saja Cleo mencatat nomor-nomor itu dan langsung mencoba menghubungi nomor yang tertera. Ia putuskan untuk menghubungi nomor-nomor itu terlebih dulu sebelum akhirnya ia memutuskan apa ia perlu untuk pergi ke perusahaannya itu atau tidak, jika pria itu masih saja tidak bisa dihubungi.
Dengan gugup, Cleo menekan nomor-nomor tersebut di handphonenya. Begitu telepon itu tersambung dan terdengar sebuah suara cantik dari seberang telepon yang menyebutkan nama perusahaan mereka dengan lantang sehingga membuat Cleo yakin ia tidak salah menekan nomor, Cleo segera saja membalasnya.
"Hallo.. Saya Cleo Alayster. Bisa saya bicara dengan Tuan Harry?"
"Maaf, Tuan Harry mana ya, yang Anda maksud?"
Cleo menggigit bibir bawahnya.
"Ehm.. Harry Theodore. Apakah beliau ada?"
"Maaf, apa Anda sudah membuat janji?"
"Belum. Tapi saya benar-benar ingin berbicara dengannya. Apa bisa langsung disambungkan padanya? Katakan ini penting!"
"Maaf, nona. Tapi jika Anda belum membuat janji, Anda tidak bisa langsung berbicara dengan Tuan Harry. Beliau orang yang sangat sibuk. Karena itu sebaiknya Anda membuat janji terlebih dulu dengannya."
Cleo merasa kesal. Sepenting itukah seorang Harry? Mengapa ia harus begitu sulit untuk ditemui? Hanya untuk berbicara di telepon saja, Cleo harus membuat janji dulu? Apa itu tidak terlalu berlebihan?
"Tolong katakan padanya ini penting. Katakan juga padanya, Cleo Alayster datang untuk menagih janjinya,"
"Maaf Nona, tapi...sebentar,"
Si Resepsionis berhenti berbicara sejenak begitu ia melihat sekretaris bos yang mereka bicarakan lewat. Setelah menekan tombol hold, ia lalu memanggilnya.
"Maaf Tuan Dirga, Ada seorang wanita yang memaksa ingin berbicara dengan Pak Harry di line dua. Sudah saya katakan padanya, ia harus membuat janji terlebih dulu jika ingin berbicara dengan Bapak Harry. Tapi wanita ini tetap memaksa ingin berbicara langsung sekarang dan bilang ini adalah masalah penting," seru Si Resepsionis panjang lebar pada sekretaris bosnya, Dirga, yang langsung menoleh ketika dipanggil.
Dirga menghampiri meja resepsionis.
"Siapa namanya?" tanyanya.
Si Resepsionis mengambil gagang teleponnya lagi, lalu menekan tombol hold dan kembali bertanya pada Cleo.
"Maaf, Nona. Tadi nama Anda siapa?"
"Cleo. Cleo Alayster," jawab Cleo dengan nada kesal karena harus mengulang namanya sekali lagi.
Si Resepsionis segera menatap Dirga kembali.
"Namanya Cleo Alayster, Pak."
Dirga terlihat bingung. Ia tidak mengenal nama tersebut.
"Cleo?"
Tapi entah mengapa nama itu terdengar tidaklah asing. Mendadak Dirga teringat akan sesuatu.
"Ahh...saya tahu. Sini. Biar saya saja yang bicara," seru Dirga sambil meminta gagang telepon dari si wanita resepsionis yang terlihat bingung.
"Hallo? Benar Anda Nona Cleo Alayster?" tanya Dirga pada si penelepon setelah ia berhasil mendekatkan gagang teleponnya itu di telinga.
"Anda siapa? Tuan Harry?" tanya Cleo yang tidak mengenali suara yang berbicara di telepon.
"Saya Dirgantara, sekretaris pribadi Pak Harry. Beliau sedang ada meeting sekarang, karena itu beliau tidak bisa menjawab panggilan Anda."
Dirga kembali berkata lagi.
"Kebetulan sekali Anda menelepon. Padahal saya baru saja berencana akan menghubungi Anda. Ehmm.. karena ada masalah penting yang ingin saya sampaikan pada Anda, apa bisa kita berbicara berdua di luar?"
Cleo menjadi bingung
"Mengenai apa ya? Saya menelepon sebenarnya karena ingin berbicara dengan saudara Harry. Tapi kenapa Saya jadi harus berbicara berdua dengan Anda?"
"Tentu saja yang ingin Saya katakan adalah mengenai apa yang ingin Nona Cleo katakan. Karena itu, bisakah kita berbicara dengan lebih leluasa setelah kita bertemu? Waktu dan tempat akan saya SMS ke nomor Anda."
Cleo menggerutu dalam hati. Mereka sudah tahu nomor teleponnya tapi tetap saja membiarkannya menunggu dan terpaksa membuatnya yang menelepon lebih dulu? Memang dasar!!
"Baiklah! Akan saya tunggu," balas Cleo seadanya lalu menutup telepon.
***