Chereads / Main Love / Chapter 40 - Rindu

Chapter 40 - Rindu

"Aku merindukanmu mas..."

Suara itu terdengar lembut dan manis saat menyentuh gendang telinga Marve.

Apakah ini mimpi? Maya mengatakan jika dirinya merindukanku? Apa aku tidak salah mendengar kalimat yang diucapkannya?

"Aku tidak dapat mendengarnya dek..." Ucap Marve memastikan.

"Ya sudah tidak usah dengar..."

Dia marah, itu artinya ia tidak salah dengar bahwa Maya merindukannya.

Marve merasa sangat bahagia kini bahkan rasanya ia ingin melompat kegirang namun ia menutupinya dengan bersikap tetap tenang.

"Aku juga merindukanmu dek.." Bisik Marve lembut, ia lalu mengecup bahu polos Maya yang bersinar diterpa lampu dan menyesap aroma khas bunga dari tengkuk Maya.

Maya sendiri menjadi sangat tegang saat nafas Marve perlahan terus bergerak dari tengkuknya hingga kini wajah Marve begitu dekat dengannya.

Saat Maya menyentuh wajahnya lembut dari mata hingga turun ke bibir Marve.

Marve memejamkan matanya agar dapat merasakan sentuhan lembut Maya hingga Maya menurunkan tangannya dari wajahnya dan perlahan Marve membuka matanya kembali.

Bibir Maya yang mengatup menimbulkan dorongan di dalam dirinya untuk menguasai bibir itu, dan sedetik kemudian ia telah mendapatkannya.

Menyesap bibir Maya dengan perlahan meskipun dalam dirinya ingin menuntut namun ia tidak ingin Maya menganggapnya mesum lagi, jadi ia hanya ingin menyalurkan rasa cintanya pada Maya.

Lembut dan perlahan tapi memabukan, saat perlahan Marve melepaskan bibir Maya, tangan Maya yang tiba-tiba mengalung dilehernya membuatnya kembali mencium Maya.

Maya telah memberikannya ijin, bahkan Maya kini balas menyesap bibirnya.

Maya mengikuti irama yang dibuat Marve dan perlahan menjadi menuntut dan saling menarik tidak tertahankan.

Marve sungguh tidak tahan seperti ini, jadi ia mengangkat tubuh Maya dan Maya memudahkannya menggendongnya dengan mengalungkan kakinya dipinggang Marve.

Kini Marve dapat merasakan rasa cinta Maya saat Maya melepaskan tautan dibibir mereka.

Nafasnya terengah tapi matanya mentapnya lekat, lalu ia tersenyum dan tanpa diduga ia kembali mencium Marve.

Marve sangat menggila saat Maya membuka rongga mulutnya membuat Marve benar-benar menguasai dirinya dan kini ia telah merebahkan tubuh Maya di atas tempat tidur.

"Bolehkah aku menyempurnakan pernikahan kita?" Tanya Marve dengan nafas terengah, ia mengikuti kemana bola mata Maya bergerak.

"Lakukan apapun yang kamu inginkan mas.. aku milikmu seutuhnya." Bisik Maya dengan suara seraknya.

Aku tidak akan menahan diri lagi, Maya telah merestuinya. Dengan perlahan dan perasaan sedikit gugup Marve menurunkan gaun tidur Maya dan mengecup bahunya lembut lalu kembali mencium Maya penuh tuntutan.

Suara dering telepon mengusiknya namun Marve mengabaikannya sampai suara itu benar-benar mengganggunya.

Marve baru akan membuang ponselnya tapi yang menghubunginya adalah Bisma, ada apa dia menelepon semalam ini.

"Aku akan kembali.." Marve mengecup singkat bibir Maya dan berjalan sedikit menjauh untuk mengangkat telepon dari Bisma.

Maya menghela nafas berat, dirinya sudah sangat siap tapi dering ponsel itu mengganggu mereka membuatnya sedikit kecewa.

"Maafkan aku.." Marve telah kembali dan mengecup lembut bibir Maya.

Maaf? Apa dia akan pergi meninggalkanku?

Maya mulai menjadi khawatir kini tapi secara tidak terduga Marve melepaskan kemejanya dengan tidak sabar dan merangkak menghampirinya.

Marve kembali menciumnya lembut, menyesap dan mengecup setiap lekuk tubuhnya lalu membuat dirinya kini duduk diatas tubuhnya.

Ia menyelipkan rambut Maya yang tergerai menutupi wajahnya disela telinganya.

"Aku mencintaimu.." Ucap Marve, Maya tersenyum, ia tidak menjawab tapi satu kecupan manis yang menyentuh bibirnya lembut lebih dari cukup untuk mengatakan bahwa Maya juga mencintainya.

Kini mereka berdua telah bersiap untuk menyempurnakan pernikahan mereka saat dering ponsel kembali mengusik mereka.

Sungguh merusak suasana!

"Apa lagi?" Teriak Marve karena kesal saat mengangkat ponselnya disebelah Maya.

Wajah galak Marve berubah menjadi diam, ia dengan cepat menyalakan televisi dan diberita menyiarkan jika telah terjadi longsor di pertambangan batu bara milik grup Cakra.

"Bukankah sudah ku bilang jika cuaca buruk hentikan pertambangan." Ucap Marve, ia terlihat sangat marah membuat Maya sedikit merasa takut.

"Tenanglah mas..." Maya mgusap lembut bahu polos Marve membuatnya sedikit menjadi tenang.

Marve menarik nafas kesal, terjadi longsor ditempat pertambangannya dan beberapa pekerja tambang dikabarkan tertimbun longsor dan kondisi di pertambangan sangat kacau kini.

"Maya, Mas harus pergi.. Maafkan mas."

Maya merasa sangat kecewa sekaligus sedih tapi ia berusaha untuk tetap tersenyum.

....

"Mas berjanji, akan kembali saat pesta pernikahan kita." Marve mengecup lembut kening Maya sebelum memasuki mobilnya dan melaju pergi meninggalkannya sendiri.

"Hati-hati mas.." Maya berucap pelan, angin berhembus sangat kencang dan hujan akan segera turun kembali.

Perasaan Maya sangat khawatir kini tapi ia percaya jika Marve akan kembali.

....

Hari pesta pernikahan semakin dekat, Maya menunggu Marve mengabarinya karena sejak malam itu Marve masih belum menghubunginya.

"Semoga kamu baik-baik saja mas." Ucap Maya berdoa dalam hati sambil terus memegangi ponsel yang sebelumnya diberikan Marve padanya.

Maya ingin sekali menghubungi Marve tapi ia takut akan mengganggu Marve jadi ia memutuskan untuk menunggu.

Tapi matahari seakan bergerak sangat lambat hingga rasanya Maya sangat merasa jenuh dan memutuskan untuk berjalan keluar melihat danau.

"Aku hanya pergi sebentar dan hanya pergi ke taman, jangan ikuti aku." Pinta Maya pada Dewi saat berada diambang pintu.

Dewi mengangguk tanda mengerti, Maya sedikit kesal karena sebelumnya Dewi menyuruh dua orang penjaga mengikutinya dan itu membuatnya sangat tidak nyaman.

Sepanjang langkahnya Maya hanya memikirkan Marve, bagaimana keadaannya apa ia sudah makan atau apa yang sedang ia lakukan saat ini.

Senyuman Marve menghantuinya.

Sampai seseorang yang sedang memberi makan burung-burung gereja mengalihkan pandangannya.

Pria berambut putih itu, tidak asing, Maya menatapnya beberapa saat smapai akhirnya Maya mengingat siapa pria itu.

Dia adalah Agung, meskipun rambutnya memutih Maya masih dapat mengenalinya.

Kebaikan berpihak padanya, di saat ia memikirkan hubungannya dengan Marve, Tuhan memberikan kemudahan untuk menyelesaikan masalahnya yang lain.

Tanpa membuang waktu, Maya melangkah cepat menghampiri Agung.

"Paman."

Agung mengangkat kepalanya, dan mendapati seorang wanita yang tersenyum cerah menatapnya.

"Apa aku mengenalmu?" Tanya Agung,

Dia sudah sangat tua, mungkinkah ia tidak mengenaliku..

Tapi Maya tidak menyerah, Tuhan telah memudahkan jalannya maka ia akan berusaha dengan keras untuk membuat Agung mengenalinya.

"Ini aku Maya paman.. Maya putri Hendra dan Rahayu.." Ucap Maya, ia memperkenalkan dirinya dengan antusias.

Agung menarik dirinya saat Maya mendekat, ia telah melihat jasad Maya dan Arya jadi tidak mungkin Maya masih hidup.

Mungkin Andre telah mempengaruhi pikiran wanita ini.

"Maaf aku tidak mengenalmu." Agung segera beranjak bangun dan berjalan meninggalkan Maya.

"Aku sungguh Maya, paman.. Kania memalsukan kematianku.." Ucap Maya sontak membuat langkah Agung terhenti.

....