Maya membuka pintu kamar dimana Darwis di rawat. Sebenarnya ia sedikit ragu untuk menemui Darwis karena takut kalau-kalau Darwis akan mengusirnya atau malah ia akan membuat kondisi Darwis menjadi lebih buruk.
Namun, sikap Darwis kemarin padanya sangat baik dan mampu membuatnya tenang saat ia meyakinkannya jika Marve masih hidup.
Marve saat ini kembali terlelap karena efek obat pereda rasa sakit yang membuatnya mengantuk dan ada Dewi yang menemaninya jadi Maya dapat melihat keadaan Darwis sebentar.
"Kakek.." Panggil Maya, ia mengintip dari balik pintu yang masih menutupi tubuhnya.
Herlyn menoleh setelah mendengar suara Maya. "Masuklah..." Ucapnya tersenyum.
Dengan hati-hati, Maya melangkah mendekat dan berjalan ke sisi ranjang dimana Darwis saat ini terlelap.
"Bagaimana keadaan kakek?" Tanya Maya.
"Sudah lebih baik.. bagaimana dengan Marven?"
"Dia sudah sadar tapi saat ini, dia sedang tertidur karena efek obat."
"Aku akan menemuinya, kamu temani kakek sebentar ya..."
Maya mengangguk, Herlyn lantas berjalan pergi meninggalkan ruangan, ia tahu jika hubungan kakeknya dan kakak iparnya tidak bagus tapi melihat interaksi mereka kemarin saat Marve menghilang menunjukan jika mereka sebenarnya perduli satu sama lain jadi meninggalkan Maya dan Darwis berdua mungkin akan memperbaiki hubungan diantara mereka.
"Kakek... Terima kasih banyak karena telah menguatkanku kemarin." Ucap Maya menyentuh lembut tangan Darwis.
Ia kemudian meneruskan apa yang sebelumnya Herlyn kerjakan yaitu membasuh tangan dan wajah Darwis dengan handuk basah.
"Marve kita telah kembali dengan selamat, dia sudah sadar bahkan ia telah bisa menggodaku... Jadi kakek juga harus segera pulih dan mengganggu ku." Ucap Maya tersenyum walaupun hatinya juga merasa sedih melihat keadaan Darwis sekarang.
Bagaimana bisa ia juga sepertinya mulai menyayangi Darwis dan menganggapnya seperti kakeknya sendiri tapi sikap Darwis kemarin benar-benar mempengaruhinya.
"Mari kita berdamai kek. Aku menyayangimu kakek." Maya menyentuh lembut pipi Darwis dan kemudian mengecup kening Darwis pelan sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan Darwis.
Darwis membuka matanya, ia tersenyum diam-diam.
Sudah lama sekali hatinya tidak merasakan kehangatan yang baru saja dirasakannya saat Maya merawatnya meskipun Herlyn juga merawatnya dengan sangat baik tapi Maya memberikannya kehangatan baru.
***
Maya melangkah pelan menuju kamar rawat Marve saat langkahnya perlahan terhenti ketika melihat Andre datang menghampirinya.
"Maya..."
Tanpa permisi, Andre meraih tangan Maya dan menggenggamnya.
"Apa yang kamu lakukan?" Maya segera menarik tangannya dengan kasar, mengapa Andre begitu lancang menyentuhnya.
"Maya, apa kamu sungguh tidak mengenaliku?" Mata Andre memerah, ia hampir menangis.
Hatinya terluka mengingat kejadian apa yang menimpa Maya kemarin di pesta pernikahannya.
Ia tidak mengetahui jika Marve mengalami kecelakaan yang membuat Marve tidak berada di pelaminan bersama Maya kemarin.
"Aku mengenalmu... Andre, aku sudah tidak berjualan lagi dan jika kamu begitu menyukai kue buatanku datanglah ke toko bibi ku dan jangan melewati batas mu." Ucap Maya marah, ia tidak mau seseorang melihatnya dan Marve mungkin akan salah paham padanya jadi dengan cepat ia berjalan melewati Andre begitu saja.
Air mata Andre menetes, ia tidak melihat Maya kembali pada hari kejadian kemarin jadi ketika melihat Dewi pergi maka ia mengikutinya.
Ia mengira Maya jatuh sakit tapi ternyata ia salah, ternyata Marve yang sakit tapi itu bukanlah alasan untuk meninggalkan Maya sendirian dipelaminan.
"Mengapa ia begitu buta? Maya aku mencintaimu." Andre hanya dapat menangis sambik terduduk lemas dan memegangi dadanya yang terasa sangat sesak.
....
Maya menutup pintu rapat, mengapa Andre bersikap seperti itu padanya?
"Kamu sungguh tidak mengenaliku?"
Mengapa ucapannya terdengar menyakitkan bagi Maya, apa ia pernah mengenal Andre sebelumnya?
Tapi Maya tidak mau ambil pusing, Andre bukanlah seseorang yang harus dipikirkannya disaat ia telah memiliki Marve yang sangat mencintainya dan tentunya, ia juga mencintai Marve dengan sepenuh hatinya.
Maya kemudian berjalan mendekat pada Marve dan menyentuh pipinya lembut.
"Sayang... " Maya memanggil dengan pelan, ini sudah waktunya makan dan sebentar lagi perawat akan datang membawa obat jadi ia membangunkan Marve.
Marve perlahan membuka matanya, saat mendengar suara lembut itu yang memanggilnya sayang.
Maya sudah tidak sungkan lagi menunjukan cintanya, itu semua membuat Marve sangat bahagia.
Maya kemudian mengatur ranjang Marve dan membuatnya dapat bersandar.
"Makan dulu mas, sebentar lagi dokter akan kembali memeriksa luka mu." Ucap Maya, ia masih sibuk menyiapkan makanan untuk Marve.
"Kamu tahu, aku mendengar bidadari berbisik padaku tadi..."
Maya begitu terkejut saat Marve mengatakan bahwa ia mendengar suara bidadari jadi ia segera duduk di sisi Marve dan memeriksa kepala Marve.
"Apa kepalamu sakit mas? Aku akan memanggil dokter untuk memeriksa kepalamu." Ucap Maya cemas, mungkin kepala Marve terkena benturan hingga ia mengalami halusinasi, dengan cepat ia beranjak bangun tapi Marve menariknya kembali kesisinya.
Mengapa Maya sungguh polos, ia tidak menangkap kalimat memuji yang dilontarkannya.
"Bidadari itu berbisik..." Marve mendekatkan wajahnya ke telinga Maya membuat Maya seketika mematung karena gugup.
"Sayang." Ucap Marve pelan, tepat ditelinga Maya.
Wajah Maya memerah, ia menjadi lebih gugup kini terlebih saat Marve tidak berkedip memandangnya seperti ini.
Perlahan tangan hangat Marve menyentuh lembut pipi Maya dan membawanya menatap wajahnya.
"Aku senang bisa kembali sedekat ini denganmu dek..." Bisik Marve.
Maya menahan nafasnya saat perlahan Marve mencium bibirnya lembut dan menyesapnya pelan.
Maya tidak memejamkan matanya, ia melihat bagaimana Marve menatapnya saat bibir mereka bersentuhan lembut.
Tapi perasaan hangat perlahan menuntunya untuk membalas ciuman manis Marve, ia memejamkan kedua matanya saat Marve juga perlahan memejamkan matanya.
Perasaan cinta yang hangat penuh kasih sayang tersalurkan dengan lembut melalui ciuman manis yang saat ini menggetarkan hati mereka.
Tanpa saling menuntut hanya kecupan demi kecupan manis yang menguasi bibir mereka masing-masing.
"Aku mencintaimu mas..." Ucap Maya, ia menyeka lembut bibir Marve yang basah sebelum akhirnya kembali mencium bibir Marve hangat.
"Aku juga mencintaimu dek..." Balas Marve disela ciuman hangat mereka.
Hati mereka telah bersatu sempurna, tidak ada lagi jarak, tidak ada lagi keraguan yang terasa hanya perasaan cinta yang lembut menghangatkan hati.
...