Chereads / Main Love / Chapter 41 - Janji

Chapter 41 - Janji

Agung masih memikirkan ucapan Andre bahwa ia akan tetap tinggal di Indonesia selama ia belum mendapatkan Maya kembali.

Sambil memberi makan burung gereja yang hinggap, Agung memikirkan kemungkinan jika apa yang diucapkan Andre mungkin benar adanya.

Jika benar Maya masih hidup lantas jasad siapa yang ditemukan dalam kejadian kebakaran enam tahun lalu itu?

Semua kilas balik kejadian enam tahun lalu itu berputar di kepalanya. Ketika dulu ia mendapat kabar jika rumah Maya dan Arya mengalami kebakaran dan ketika sampai disana semua telah hampir menjadi debu, jadi ia tidak dapat benar-benar memastikan jika memang Maya dan Arya telah meninggal dunia.

Dan Kania menolak melakukan autopsi dengan alasan tidak tega jika jasad Maya dan Arya tidak segera dikebumikan, sayang sekali saat itu ia sudah tidak memiliki kewenangan untuk menolak Kania dan sejujurnya ia juga merasakan rasa kasihan seperti yang Kania katakan padanya.

Tapi pada siang hari itu ia berpamitan setelah pemutusan hubungan kerja sebagai penasehat hukum keluarga Rahayu karena Kania, hanya ada Maya dan Arya juga Mina saat itu.

Dan ketika kejadian itu, tidak ada Mina disana dan Kania berdalih bahwa Mina memutuskan pulang kampung.

Semuanya penuh tanda tanya yang membuat kepalanya sakit sekaligus membuat dadanya sesak.

"Paman..." Suara ringan itu terdengar terengah dan saat Agung mengangkat kepalanya, seorang gadis cantik dengan senyum mengembang dan mata yang berbinar berada dihadapannya.

"Apa aku mengenalmu?"

Agung memperhatikan bagaimana gadis itu tersenyum dan entah mengapa senyumannya mengingatkannya pada Maya, mungkin karena ia sangat merindukan Maya saat ini.

"Ini aku Maya.."

Agung segera menarik dirinya saat Maya tiba-tiba duduk disebelahnya.

Apa gadis ini hantu?

"Paman Agung... ini aku Maya, putri Hendra dan Rahayu."

Agung membuka matanya lebar, Maya telah tiada lalu siapa gadis ini mengapa ia mengaku jika dirinya adalah Maya.

"Jangan bergurau. Aku tidak mengenalmu." Agung tidak mau percaya begitu saja, mungkin ia hanya terpengaruh oleh omongan Andre sehingga gadis itu benar-benar menganggap jika dirinya adalah Maya.

Ia lantas beranjak bangun dan melangkah menjauh meninggalkan Maya.

"Paman aku sungguh Maya, Kania memalsukan kematianku." Ucap Maya tidak menyerah, ia berjalan mendekat menghampiri Agung dan meyakinkannya jika dirinya benarlah Maya.

Jujur saja Agung ingin mempercayai ucapan gadis ini, tapi sangat sulit baginya menerima semua yang dikatakan gadis ini dengan semua logika dan kejadian yang telah dilihatnya sendiri.

Jadi Agung lebih memilih untuk melepaskan tangan Maya dari lengannya dan berjalan pergi meninggalkan Maya.

Maya hanya dapat menangis kini, bahkan Agung tidak mempercayainya lantai ia harus bagaimana untuk mendapatkan kembali haknya.

***

Agung menyandarkan tongkatnya dan duduk dikursinya, semua ucapan yang diucapkan gadis itu berputar dikepalanya membuatnya sangat pusing hingga ia harus memejamkan matanya untuk menenangkan diri.

"Benar bukan? Aku tidak salah jika Mayaku masih hidup."

Agung membuka matanya saat mendengar suara Andre tiba-tiba.

"Ada banyak manusia di bumi ini yang memiliki wajah mirip. Bukalah pikiranmu lebar-lebar." Ucap Agung, semuanya belum terbukti benar.

Agung tidak mau gegabah, bisa saja gadis itu memanfaatkan kemiripannya dengan Maya untuk mendapatkan keuntungan dari harta peninggalan Hendra dan Rahayu.

"Ayah yang harusnya membuka pikiran ayah lebar-lebar. Aku tidak akan salah mengenali cintaku." Ucap Andre marah.

Agung hanya dapat menghela nafas berat dan meninggalkan Andre tanpa menanggapi ucapannya.

***

Maya berjalan lemas kini, mengapa harapan itu cepat sekali pupus? lantas ia harus bagaimana sekarang?

'mengapa kakak tidak meminta bantuan kak Marve saja.' Suara Arya yang menyarankannya meminta bantuan Marve tiba-tiba terngiang.

"Haruskah aku meminta bantuan Marve?" Maya menghentikan langkahnya dan menatap langit gelap berwarna abu-abu itu, dan sepertinya hujan deras akan turun lagi.

Maya kemudian memandangi ponselnya, dan tersenyum sedih "Untuk apa dia memberikanku benda ini, jika sama sekali tidak berguna." Gerutu Maya kesal.

Ia melanjutkan langkahnya kembali menuju rumahnya.

Saat sampai, Maya segera melangkah masuk menuju kamarnya tanpa memperdulikan ucapan Dewi yang menyuruhnya makan.

Maya membanting tubuhnya dan mengangkat ponselnya tinggi, "Marve, aku merindukanmu dan aku membutuhkanmu." ucapnya sambil memandangi foto Marve yang menjadi wallpaper diponselnya.

"Cepatlah pulang, aku sangat merindukanmu." Maya mengecup lembut foto dilayar ponselnya dan tersenyum tapi tiba-tiba saja ponsel yang dipegangnya berdering menampilkan panggilan video dari Marve.

"Bagaimana caranya?" Maya mendadak menjadi panik kini, ia tidak tahu cara mengangkat panggilan video dari Marve.

"Geser saja yang warna hijau, saat aku menghubungimu."

Maya tersenyum saat mengingat pesan Marve setelah memberikannya ponsel.

Dan dengan tidak sabar Maya mengikuti apa yang Marve katakan dan wajah Marve kini telah muncul diseluruh layar.

"Hallo istriku... Apa yang sedang kamu lakukan?" Tanya Marve tersnyum.

"Yang aku lakukan hanya memikirkanmu dan merindukanmu.. cepatlah pulang, mas."

Marve tersenyum, rasa lelahnya langsung sirna setelah mendengar jawaban manis yang dilontarkan Maya padanya.

"Tunggulah sebentar lagi, mas akan segera pulang dan akan memelukmu sepanjang hari dan tentunya untuk menanamkan buah cintaku padamu dek."

Maya menutupi wajahnya dengan selimut karena merasa sangat malu kini.

"Jangan tutupi wajah cantikmu... Aku sungguh merindukan senyuman itu." Pinta Marve, dengan malu-malu Maya menunjukan wajahnya kembali.

"Aku akan kembali malam ini juga, jadi bersiaplah sayang. Karena aku tidak akan melepaskanmu malam ini." Ucap Marve kembali, senyum Maya kembali merekah kini.

Ia lantas mencium layar ponselnya dan berkata dengan manjanya "Aku akan menunggumu."

....

Marve menutup ponselnya, hatinya berbunga-bunga meskipun Maya hanya menciumnya dari jauh, ia tetap dapat merasakan kehangatannya.

Setelah mengantongi ponselnya, Marve kembali melihat bagaimana perkembangan pencarian korban longsor yang masih belum semua ditemukan.

"Cuacanya masih kurang bagus hari ini, dan sepertinya hujan akan kembali turun. Sangat berbahaya jika mencari dalam keadaan cuaca buruk seperti ini." Jelas kepala tim SAR.

Marve menarik nafas berat, ia selalu merasa bersalah jika melihat wajah-wajah dari keluarga yang kehilangan anggota keluarganya yang saat ini masih belum ditemukan.

"Sebaiknya kita segera kembali ke tenda." Ucap kepala tim SAR itu saat hujan mulai turun kembali dengan derasnya dan angin berhembus cukuo kencang.

Semua tim SAR dan beberapa pekerja yang membantu pencarian segera menarik diri meninggalkan lokasi longsor karena takut jika akan terjadi longsor susulan.

Tapi seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun tiba-tiba saja berlari menerobos para pencari korban dan berlari mendekat kedekat alat berat sambil menangis setelah lolos dari dekapan ibunya.

"Ayah, ayahku masih disini.."

Semua orang segera berlari mengejar anak itu saat melihat atas tebing yang mulai runtuh kembali tapi anak laki-laki itu telah berlari cukup jauh hingga mereka semua tidak dapat menjangkaunya.

Marve masih berada dilokasi pencarian, karena sebelumnya ia memastikan jika sudah tidak ada orang lagi disekitar lokasi pencarian dan setelah dipastikan tidak ada siapapun dilokasi pencarian itu barulah Marve berjalan meninggalkan lokasi tersebut.

Tapi melihat anak laki-laki itu berlari menuju lokasi pencarian kembali, dengan refleks Marve mengejarnya dan mendekapnya saat tiba-tiba longsor kembali terjadi.

"Pak direktur!" Semua orang berteriak saat Marve dan anak laki-laki itu menghilang dan yang terlihat hanya tumpukan tanah yang kembali meninggi.

Bisma terjatuh lemas, dan air matanya menetes, ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

Ia mencoba berlari menghampiri Marve meski dengan merangkak karena kakinya mendadak lemas tapi para pekerja menahannya karena longsor kembali terjadi.

"MARVEN!"

....