Maya menggenggam tangan Marve erat, melalui tangan hangat Marve ia berharap hatinya yang terguncang menjadi lebih tenang dan usapan lembut dari ibu jari Marve yang menyentuh punggung tangannya berhasil membuat hatinya perlahan menghangat, tapi kemudian hati Maya kembali berdebar kencang seakan hatinya akan segera meledak saat melihat Kania berjalan menuju mobil mewahnya.
"Mas aku lapar..." Ucap Maya tanpa terduga pada Marve yang membuat sedikit terkejut dengan panggilan 'mas' yang dilontarkan Maya padanya tapi dalam hati Marve seperti setangkai bunga kembali bermekaran.
"Baiklah sayang... Mari kita cari makan." Jawab Marve, ia menyentuh lembut rambut Maya dan membelainya dan kemudian membukakan pintu untuk Maya.
Marve memperlakukannya seperti ratu, membuat hati Maya tersentuh meskipun pada awalnya ia hanya berniat untuk menggertak Kania karena sebelumnya Kania mengatakan jika uang telah berada dipihaknya dan dengan menunjukan jika Marve adalah suaminya sudah dipastikan jika Kania akan segera mengalami gangguan kecemasan dan sudah terbukti saat ini karena Kania tidak dapat berhenti melihat Maya dan Marve.
Maya tersenyum penuh kemenangan saat melihat pandangan Kania terus mengikuti kemana mobil yang dinaikinya bersama Marve melaju pergi.
"Jadi.. panggilangmu untukku telah berubah?" Ucap Marve, ia masih dapat mendengar dengan jelas sebutan 'mas' untuknya.
Maya tersenyum kaku kini, "Kamu salah dengar Marve." Ucapnya berbohong.
"Ayolah dek.. aku belum tuli."
"Dek?"
"Mas.. dan Dek.." Marve menunjukan dengan bangga jika dirinya adalah Mas dan Maya adalah Dek yang sontak membuat wajah Maya memanas.
"Itu terdengar sedikit.. terlalu manis bagiku." Ucap maya, ia sangat berhati-hati agar Marve tidak tersinggung dengan penolakannya.
"Kamu yang memulai, aku hanya melengkapi.."
"Dek.."
Maya memejamkan matanya kini saat Marve membisikan panggilan 'dek' untuknya. Tubuhnya terasa merinding seketika mendengar kalimat yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya akan terlontar dari mulut Marve.
"Ayolah Marve.. mereka memanggilmu Marven dan aku memanggilmu dengan Marve.. bukankah itu bisa dibilang panggilan khusus dariku?" Jelas Maya membujuk Marve.
Marve sedikit menjauh dan menyentuh dagunya sambil berfikir sejenak.
"Benar.. itu terdengar istimewa." Ucap Marve, akhirnya Maya dapat bernafas lega kini tapi kemudian Marve kembali membalikan posisinya dengan cepat menghadap Maya.
"Tapi aku juga menyukai kamu memanggilku 'mas' ".
Maya tersenyum kaku kini dan membuang pandangannya keluar jendela karena merasa malu kini.
"Ayolah sayang, panggil aku mas dan aku akan memanggilmu dek." Bujuk Marve.
Kalimat sayang cukup untuk membuat wajah Maya merona, jika Marve memanggilnya dengan sebutan lain maka ia akan berakhir dengan wajah seperti buah cerry yang memerah.
Maya kemudian menoleh dan berkata "Lantas kapan aku dapat memanggilmu Marve lagi?" Keluh Maya merengek seolah-olah ia sangat menyukai memanggil Marve hanya dengan panggilan Marve dan bukannya Marven, sampai akhirnya Maya menyadari jika wajah Marve begitu dekat dengannya.
Sang supir yang sangat peka segera menaikan penyekat sehingga ia tidak dapat lagi melihat pemandangan suami istri yang sedang kasmaran ini.
Maya tidak dapat menjauh karena bahkan tubuhnya sudah membentur pintu mobil karena ia memundurkan tubuhnya agar ia tidak terlalu dekat dengan Marve.
Mengapa matanya sangat indah? Membuat mataku ini tidak dapat menolak tatapan mata Marve yang mempesona.
"Marve.."
Marve dengan segera menyentuh bibir Maya lembut dengan jarinya.
Maya memejamkan matanya saat Marve semakin mendekat sampai nafas hangatnya menerpa tengkuknya dan membuatnya perlahan membuka matanya.
"Panggil aku Marve jika kamu sedang berada dibawah tubuhku.."
Astaga.. Maya menelan salivanya saat mendengar Marve membisikan kalimat ambigu itu.
Marve tersenyum senang karena dapat mendominasi dan kini ia kembali membenarkan posisinya.
Di bawah tubuhku..
Maya mengedipkan matanya, ia sekuat tenaga mencerna kalimat yang diucapkan Marve padanya.
Mungkin ada arti lain selain bercinta... Tidak seperti itu Maya...
Bersihkan pikiran kotormu Maya..
Maya berbicara dalam hati untuk membuang pikiran tentang maksud Marve yang berhasil membuatnya menegang seperti saat ini.
Ia bukan lagi menegang tapi menjadi beku kini.. Apa maksud Marve mereka akan...
Dengan cepat Maya membuang jauh-jauh pikiran tentang romansa indah sepasang suami istri diatas ranjang yang baru saja terlintas dibenaknya.
Marve terlihat serius kini memperhatikan tabletnya membuat Maya sedikit penasaran hingga menggeser tubuhnya mendekat pada Marve.
"Apa yang kamu lihat?" Tanya Maya hati-hati, Marve segera mendekatkan tabletnya kearah Maya dan menunjukan apa yang sedang dilihatnya.
"Hanya sebuah garis yang terlihat saling membelit bagiku."
Marve tersenyum kini "ini namanya bursa saham dek.."
Maya melirik sinis saat Marve memanggilnya dengan sebutan dek tapi rasa penasarannya membuatnya kembali menatap layar tablet yang dipegang Marve kini.
"Apa itu bursa saham?"
"Bursa saham itu permodalan eksternal bagi perusahaan dan pemerintah." Jelas Marve, ia memilih mebjelaskan dengan kalimat semudah mungkin agar Maya dapat memahaminya tapi melihat ekspresi Maya yang hanya mengangguk tanpa terlihat mengerti membuatnya tertawa.
"Mengapa tertawa?" Tanya Maya dengan galaknya membuat Marve seketika merapatkan bibirnya agar ia berhenti tertawa.
"Apa saham itu penting bagi perusahaan?"
Marve kembali menantap Maya, sepertinya istrinya tertarik pada apa yang sedang dilihatnya kini.
"Seperti ini, saham milik Grup Wings turun beberapa persen beberapa bulan terakhir, itu sangat berpengaruh bagi stabilitas keuangan perusahaannya." Jelas Marve.
"Grup Wings?"
"Sebagai perusahaanahaan yang bergerak diybidang real estate, sekarang Grup Wings seperti perlahan kehilangan sayapnya. Mereka sering sekali menghambat proyek besar yang sebelumnya direbutkan oleh banyak perusahaan yang bergerak di bidangg yang sama dengannya bahkan membuat kerugian yang cukup besar sehingga sekarang sangat sulit untuk Grup Wings mendapatkan proyek besar sekalipun ada mereka tidak memiliki cukup dana." Jelas Marve.
Wanita iblis itu, apa yang ia lakukan pada perusahaan yang telah puluhan tahun dibangun oleh keluarganya?
"Bukankah Grup Wings memiliki banyak apartemen dan real estate yang tersebar hampir diseluruh imdonesia?" Tanya Maya, ia sungguh penasaran kini mengapa perusahaan ibunya menjadi sangat buruk saat ini.
"Setahuku karena banyak kerugian yang mereka timbulkan perlahan aset mereka diakusisi perusahaan lain."
Maya menarik nafas dalam kini, ia sangat geram...
Kania begitu serakah, ia merebut semua hartanya tapi setidaknya ia harusnya menjaganya.
"Dek.." Panggil Marve saat Maya tiba-tiba saja terdiam.
"ya?"
"Ada apa? apa kepalamu masih sakit?" Marve segera meletakan tabletnya dan menyentuh lembut pipi Maya.
Maya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, ia berpikir haruskah ia menceritakan rahasianya pada Marve agar Marve dapat membantunya?
Tapi tunggu dulu? apa baru saja ia menyahut dipangil 'dek' oleh Marve?
....