Chereads / Permaisuri Tercinta / Chapter 15 - Episode 15

Chapter 15 - Episode 15

Episode 15

Afzam terdiam sambil mengepalkan tangan menahan marah."Apakah Kak Zein menyukainya?"

"Tidak, aku tidak memiliki perasaan apapun terhadap Arsy. Kami menikah untuk keuntungan masing-masing, ada apa denganmu?" Tanya Zein heran dengan sikap sang Adik.

"Tidak apa-apa, aku hanya berharap Kakak bahagia. Aku dengar Kakak mengalahkan semua lawan di pertandingan, Kakak mendapatkan pusaka pedang pelangi?" Kata Afzam mengalihkan pembicaraan.

"Apa maksud mu? Bukankah sejak awal pusaka itu ada di tangan ku? Pusaka pelangi yang ada di kerajaan itu hanya pedang biasa bukan pedang pusaka ghaib, tidak memiliki kekuatan apapun selain ketajaman luar biasa." Zein menengadahkan tangan di depan dadanya, tak lama kemudian sebuah pedang pelangi muncul.

Afzam terkejut melihat keindahan pedang tersebut, ia sangat ingin menyentuhnya tapi ragu untuk melakukan.

"Sejak kapan Kakak memilikinya?" Tanya Afzam.

"5 tahun yang lalu," jawab Zein kemudian menyimpan kembali pedang tersebut.

Afzam membalikkan tubuhnya merasa tidak ada lagi yang perlu dibicarakan dengan Zein."Baiklah, aku pamit."

Zein mengangguk, ia tidak curiga sama sekali tentang perasaan Afzam pada Arsy, mereka juga baru beberapa kali bertemu secara terang-terangan.

Uhuk …

Uhuk …

Zein terbatuk merasakan nyeri di dadanya, iris safir itu sedikit mendongak melihat sebuah sapu tangan pink bermotif bunga terulur padanya.

"Yang Mulia, menurut saya lebih baik Yang Mulia istirahat dan memanggil tabib." Melihat Zein tidak langsung mengambil sapu tangan tersebut, Arsy berinisiatif membantu membersihkan noda darah yang tertinggal di bibir pria itu. 

"Terimakasih," kata Zein sambil memegang tangan gadis itu membuat jantung Arsy berdetak lebih cepat dengan wajah bersemu merah.

Pandangan Arsy beralih pada pedang di tangan pria tersebut, ia masih ingat kalau pedang itu adalah pedang yang telah menjadi rebutan dunia persilatan.

Zein melepaskan genggaman tangannya pada Arsy."Kau sangat cantik dengan gaun itu."

Arsy terkejut dan tersipu malu dengan pujian pria tersebut."Terimakasih, Yang Mulia."

"Kenapa kau kemari? Apa ada yang ingin kau bicarakan denganku?" Tanya Zein sambil menyandarkan kepala pada tiang, iris safir menatap langit -langit bagunan tersebut.

Arsy mendudukkan diri di depan pria tersebut, memperhatikan kolam ikan di bawah pondok.

"Tidak ada, saya hanya ingin bertemu Yang Mulia saja."

Zein tersenyum tipis mendengar jawaban gadis itu.

Sementara itu, Afzam menghempaskan tubuh di atas kursi ruang belajarnya dan menaruh pedang miliknya dengan kasar di atas meja, iris kecoklatan pria tersebut menatap hampa deretan buku dalam rak.

"Kenapa Kak Zein harus memilih Arsy? Padahal aku berencana menjadikan dia Permaisuri ku."

Ingatan saat gadis itu bertemu dengannya beberapa hari yang lalu terbayang jelas di matanya."Baru juga dua hari aku keluar Istana, tapi Kak Zein sudah membuat pergerakan. Tapi aku tahu kalau itu bukan salah Kakak, karena Kak Zein juga tidak tahu kalau aku menyukai Arsy."

"Apakah sekarang kau mulai mengerti siapa Kakak pertama kita?" Sahut Jiao Hua tiba-tiba dari depan pintu.

Afzam mengalihkan perhatiannya pada pintu ruang belajarnya, pintu itu dibuka dari luar dan menunjukkan sosok saudara ke 7.

Jiou Hua melangkahkan kaki tanpa permisi mendekati Afzam dengan tatapan pura-pura iba.

"Kakak ke 7, apa yang Kakak lakukan di sini?" Tanya Afzam dengan dahi berkerut.

"Tentu saja melihat Adikku."Jiou Hua mendekatkan wajah pada Adiknya tersebut dan berkata,"Apakah kau ingin mengambil kembali apa yang seharusnya kau miliki?"

Afzam menatap pria itu curiga."Apa maksud Kakak?"

Jiou Hua menjauhkan kembali kepalanya."Kau menyukai pelayan cantik itu sedangkan aku menginginkan tahta Bintang Tenggara, tapi semua itu tidak akan terwujud kalau Kakak pertama masih hidup."

"Kakak ingin membunuh Kakak pertama?" Tanya Afzam memastikan.

"Jangan terlalu kasar seperti itu, aku mana berani melakukannya. Tapi kita akan menyingkirkan Kak Zein dari istana, bukankah dia sangat suka berkelana? Biarkan dia di luar istana dan jangan biarkan kembali sampai aku menjadi seorang Raja," jelas Jiou Hua menyeringai licik. 

Afzam sangat terkejut mendengar ucapan Jiou Hua, ia tidak menyangka kalau saudara kandungnya itu akan memiliki pemikiran mengerikan seperti itu. 

"Hei, kenapa kau sangat terkejut? Kita ada di kubu yang sama," kata Jiou Hua menyentakkan lamunan Afzam. 

Brak

Afzam menggebrak meja lalu bangkit dari tempat duduknya menatap Pangeran ke 7 dengan tatapan murka.

"Aku tidak mungkin menyetujui usulan Kakak! Tahta itu milik Kak Zein, Kak Zein juga tidak tahu kalau aku menyukai Arsy dan Arsy menyukai Kak Zein!"

Dia berteriak dengan lantang pada Jiou Hua hingga mengejutkan Ezra yang kebetulan berdiri di depan pintu ruang belajar Afzam untuk mengantar makanan.

"Pangeran Afzam juga menyukai Arsy? Dan Pangeran Jiou Hua menginginkan tahta? Aku tidak boleh diam saja, aku harus segera pergi mencari Arsy dan Pangeran Mahkota," batinnya.

Ezra segera membalikkan tubuhnya lalu meninggalkan ruang belajar Afzam.

"Afzam, kau terlalu naif. Apakah menurut mu, kalau Kak Zein tahu bahwa kau menyukai pelayan itu lalu dia akan membatalkan pernikahan?" Jiou Hua menyeringai dalam hati melihat ekspresi Afzam mulai ragu. 

"Kak Zein itu bukan Kakak kandungmu, kau dan dia hanya satu Ayah tapi beda Ibu. Sedangkan aku, kita seayah dan se ibu, bukankah kau harusnya lebih percaya padaku?" Lanjut Jiou Hua.

Pangeran ke 7 tersenyum puas melihat Afzam terdiam dengan pupil mata mengecil."Kau pikirkan saja apa yang ku katakan, akan lebih baik kalau kau setuju dengan ucapan ku. Aku pergi dulu, Adikku tercinta."

Jiou Hua membalikkan tubuh dan meninggalkan ruang belajar Afzam dengan penuh kepuasan.

Sementara itu…

Di taman belakang di dalam pondok Arsy diam-diam memperlihatkan Zein, sosok pria bersurai kuning keemasan itu bagai mentari di tengah kegelapan.

Surai Kuning Keemasan melambai tertiup angin dengan iris safir bagai langit biru tanpa awan.

"Cantik."

Zein membuka matanya mendengar pujian tersebut."Apakah kau sangat suka menatap ku secara diam-diam?"

Arsy terkejut dan langsung mengalihkan pandangan."Maaf, Yang Mulia. Saya memang sangat suka memandangi Yang Mulia."

"Bagaimana perasaan mu terhadap Afzam?" Tanya Zein tanpa memandang gadis itu.

Arsy tersentak mendengar pertanyaan itu."Perasaan pada Pangeran Afzam? Perasaan saya … biasa saja, kenapa Yang Mulia bertanya seperti itu?"

"Aku merasa kalau Afzam memiliki perasaan terhadap mu," kata Zein sedikit memiringkan kepala menatap sosok gadis di depannya tersebut.

"Ah?" Arsy terkejut dan tidak percaya dengan ucapan Zein.

"Yang Mulia, Anda terlalu berlebihan. Mana mungkin Pangeran Afzam memiliki perasaan terhadap saya, tapi …" Arsy menggantungkan ucapannya.

Zein menatap gadis itu penasaran, ada perasaan cemas terhadap ucapan sang gadis.

"Saya akan tetap menyukai Yang Mulia Pangeran Mahkota meski siapapun memiliki perasaan terhadap saya," lanjut Arsy.

Tanpa sadar Zein tersenyum tipis mendengar ucapan gadis itu, untuk sekian detik Arsy terkesima melihat senyum manis tersebut.