Chereads / Menikah tapi benci / Chapter 29 - Hancur bersama

Chapter 29 - Hancur bersama

Laura POV

>>>

"Sejak awal itu tempat ku ..."

Dia hanya diam dan sorot matanya perlahan meredup, ada sedikit harapan yang tiba-tiba saja muncul di sudut hatiku jika ucapan ku ada kenyataan yang sebenarnya tapi perlahan dia melangkah mundur dan menjauh.

Kita sudah cukup dewasa kan? Kita bukan lagi anak-anak yang harus malu mengakui perasaan, tidak... kita sudah cukup dewasa untuk mengetahui perasaan kita yang sebenarnya.

"Jika benci adalah bahasa mu menyatakan cinta, maka teruslah berusaha, aku tidak akan mudah lagi hancur seperti sebelumnya."

Dimas tidak lagi mengatakan apapun, tapi dia melangkah meninggalkanku, meninggalkan rasa sesak yang perlahan-lahan menyeruak keseluruhan tubuhku.

Aku tidak ingat sejak kapan hubungan kami menjadi seburuk ini, tapi ini sudah terlanjur. Jika harus hancur maka aku tidak akan hancur sendirian, Dimas.

...

Aku mengabaikan panggilan telepon dari Wendy, dia seperti hantu gentayangan yang terus menerus meneror ku. Sejujurnya aku sedikit menyesal karena memberitahu Wendy jika aku tinggal bersama Dimas dan orangtuanya sekarang tapi tadi aku ingin sekali membalas Dimas dan membuatnya tidak berkutik karena pria itu sangat mudah membolak-balik kan hatiku.

Tapi sepertinya hari ini aku bisa sedikit tenang, Dimas mendadak tidak menggangguku, dia bahkan menghindari kontak mata dengan ku saat rapat tadi.

Haruskah aku bersyukur?

Tapi kenapa rasa sesak ini masih juga tidak menghilang?

"Apa yang kamu pikirkan, sejak tadi aku melihatmu terus melamun."

Aku sedikit terkejut saat Pratama menegurku, padahal aku berjalan dibelakangnya tapi kenapa dia bisa tahu jika aku sedang melamun?

"Maaf pak, saya akan lebih fokus lagi."

Pratama kemudian menghentikan langkahnya membuatku seketika juga ikut menghentikan langkah ku. Dia kemudian berbalik menghadap ku dan menatapku penuh arti.

"Kalian bertengkar lagi?"

"Maaf pak?"

Aku takut jika mungkin aku salah dengar karena Pratama tidak pernah membahas urusan pribadi selagi kerja, ia sangat profesional bahkan kepada Dimas sekalipun.

"Laura, katakan saja padaku jika Dimas mengganggu mu lagi."

"Pak Dimas tidak menganggu saya, saya hanya sedang hal lain. Maaf jika itu mengganggu Anda." Jawabku, ini membuatku merasa sedikit bingung karena Pratama benar-benar menanyakan tentang urusan pribadi kepadaku.

"Laura, kamu tahu kan jika kami tulus menyayangi mu seperti putri kami sendiri."

Aku hanya bisa tersenyum tipis, aku merasa tidak pantas mendapatkan kasih sayang ini. Setiap kali mereka memberi perhatian padaku, setiap itu juga aku merasa memanipulasi mereka.

...

Author POV

.

Dari kejauhan Dimas melihat Laura dan ayahnya berbincang, meskipun ia tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan tapi ia dapat melihat ekspresi sedih yang terpancar dari wajah ayahnya sementara Laura juga terlihat tidak nyaman.

Rasanya seperti melihat seorang ayah yang sedang membujuk putrinya.

Jika ia harus menikah dengan Laura dan menjadikan Laura menantu di keluarganya maka Laura akan mengambil kasih sayang orangtuanya sepenuhnya. Semakin memikirkannya semakin Dimas membencinya.

"Apa yang kalian bicarakan?" Dimas akhirnya tidak tahan untuk tidak menghampiri Laura yang kini sendirian dan bertanya.

"Kami hanya membicarakan jadwal pekerjaan." Jawab Laura sambil lalu.

"Tapi kenapa wajah ayahku terlihat murung?" Dimas tetap bertanya dan menyusul langkah Laura.

"Kenapa tidak kamu tanya saja padanya. Kamu kan anaknya."

"Atau itu hanya alasan kamu agar kita bisa mengobrol? Padahal hampir seharian ini kamu menghindari ku. Aku baru saja berpikir jika hidupku menjadi sangat damai." Lanjut Laura tersenyum mengejek. Ia kemudian melangkah memasuki lift dan Dimas masih saja mengikutinya sehingga tidak ada pegawai lain yang ikut masuk padahal sebelumnya sudah menunggu lebih dulu.

"Kalian tidak mau naik?" Tanya Laura tapi para pegawai itu tidak berani menjawab, kebanyakan dari mereka menundukkan kepala mereka dan menghindar untuk menjawab jadi Dimas dengan tidak sabar segera menutup pintu lift sebelum Laura memaksa para pegawai lain tetap masuk.

Laura sengaja berdiri di sudut lift, ia tidak ingin berdekatan dengan Dimas dan berdebat dengannya. Ucapan Pratama yang terang-terangan mengatakan jika ia menyayanginya seperti putrinya sendiri membuatnya terbebani.

"Jangan memanipulasi orangtua ku, mereka tulus menyayangi mu jadi jangan coba-coba untuk meminta apapun dari mereka."

Setiap kali kata manipulasi meluncur dari bibir Dimas kepadanya setiap itu juga ia merasa menjadi wanita paling jahat.

"Memangnya apa yang sudah aku pinta dari mereka?" Tanya Laura, suaranya bergetar seperti sedang menahan air mata membuat Dimas seketika menoleh menatapnya tapi Laura dengan cepat memalingkan wajahnya dan menutupinya dengan rambutnya.

"Jika kamu merasa orangtua mu lebih menyayangi ku maka tunjukkanlah kasih sayang kepada mereka jadi mereka tidak akan merasa jika kekurangan kasih sayang dari seorang anak dan tidak lagi mencari-cari ku."

"Sejak awal mereka tidak menyayangiku dan kamu membuat mereka semakin tidak menyayangiku."

"Sejak awal aku juga membutuhkan itu, kasih sayang yang tidak aku dapatkan dari orangtuaku. Setidaknya mereka perduli padamu, mereka selalu membicarakan mu setiap bersamaku. Kamu yang mereka paling sayangi, kamu sendiri yang menjauh jadi kenapa kamu menyalah kan ku? Padahal aku sudah menghilang tapi kenapa masih saja mencariku?" Laura sudah tidak bisa lagi menyembunyikan air matanya, ia menjadi sangat emosional karena Dimas terus saja memojokkannya, "Padahal aku sudah menjauh, padahal aku sudah tidak memanggil mereka mami dan papi, padahal hanya mereka satu-satunya yang membuatku merasa disayangi."

"Laura..."

"Dimas! Aku membencimu selayaknya kamu membenci ku, sebanyak kamu ingin menyakitiku, tapi tolong jangan paksa aku untuk membenci orangtua mu! Aku sungguh-sungguh menyanyangi mereka, aku sama sekali tidak pernah ingin memanipulasi mereka, Dimas...."

"Laura..."

Tangisan Laura membuat Dimas perlahan mendekat dan memeluknya, membuatnya merasa buruk padahal jelas-jelas ia juga tahu jika orangtua Laura tidak menyayangi Laura, padahal ia tahu jika Laura merasakan rasa sakit yang lebih buruk karena perlakuan orangtuanya. "Maafkan aku..."

Permintaan maaf itu terdengar seperti omong kosong yang membuat Laura semakin hancur. Ia mendorong tubuh Dimas dan menyeka air matanya.

"Apa karena Wendy? Apa karena aku memberitahunya jadi kamu membalas ku seperti ini? Menggunakan orangtua mu?"

"Ini sama sekali bukan karena Wendy, ini karena aku hanya merasa cemburu, aku cemburu setiap kali melihat orangtua ku bersama mu, aku takut kamu mengambil sisa kasih sayang mereka untuk ku."

Laura jelas tidak percaya akan ucapan Dimas, dengan sengaja ia menabrak bahu Dimas saat pergi meninggalkannya.

Dengan langkah cepat Laura berjalan menjauh keluar dari perusahaan sambil menghubungi Wendy.

"Aku tunggu di cafe RZ ..." Hanya kalimat singkat itu yang Laura katakan kepada Wendy Padahal Wendy sudah memaki-makinya begitu ia mengangkat teleponnya.

***

Laura datang dan langsung memesan segelas es kopi dan tidak lama setelah itu Wendy datang dengan wajah memerah menahan marah menghampiri Laura yang sudah duduk menunggu.

"Dasar wanita jalang!" Wendy belum sempat mendaratkan tamparannya di pipi Laura tapi Laura telah lebih dulu menyiram wajah Wendy dengan kopi miliknya.

"Apa kamu gila!" Wendy berteriak marah karena wajahnya basah terkena kopi begitu juga dengan bajunya.

"Seorang selingkuhan sepertimu pantas menerimanya." Ucap Laura dengan tenang, jelas ucapannya membuat mereka seketika menjadi pusat perhatian.

Wajah Wendy sudah merah padam, dia adalah kekasih Dimas dan Laura dengan tenangnya menyebutnya sebagai seorang selingkuhan.

"Aku pacarnya Dimas, apa kamu begitu frustasi karena tidak bisa memiliki Dimas sampai-sampai menjadi gila?"

"Aku calon istrinya, kami akan menikah jadi sebaiknya berhenti meneror ku seperti hantu gentayangan!"

Laura merasa sangat puas setelah mengatakan hal itu untuk membalas perlakuan Wendy dulu yang sudah menamparnya di muka umum. Ia juga merasa lega karena setelah ini pasti Wendy akan merengek kepada Dimas dan mereka akan bertengkar.

***