Aku dan orientasi seksualku masih sebuah rahasia pribadi yang akan selalu aku tutupi, sebisa mungkin keluargaku tidak ada yang tahu. Walaupun aku sering membawa teman laki-lakiku main ke rumah, tapi aku berusaha menjaga privasi ini dan memperlihatkan hubungan kami seperti layaknya hubungan pertemanan antar laki-laki biasa pada umumnya.
Di rumah aku menanggalkan tabiat ngondek-ku dan selalu menunjukkan gelagat wajar dengan straight act. Jadi tidak akan menimbulkan kecurigaan bagi siapa pun bahwa aku ini pelaku jeruk minum jeruk alias Gay bin Maho.
Suatu senja, saat aku duduk manis di ruang keluarga tetiba nada notifikasi pesan Whatsapp-ku berbunyi. Cliing! Ada sebuah pesan masuk yang berasal dari Contact name yang kuketik dengan nama Radit. Yups, dia adalah pacar laki-laki sahabatku, Edo. Dan ini merupakan pesan pertama dari Radit semenjak kami bertukar nomor WA.
''Hi, Thom!'' tulis Radit dalam pesannya. Aku senang sekali mendapat pesan dari dia, karena jujur saja aku memang naksir dengan cowok itu. Meskipun aku tahu dia kekasih sahabatku sendiri, tapi aku tetap tak peduli.
''Hi juga!'' balasku.
Tak seberapa lama, Radit pun membalas.
''Lagi apa, nih?''
''Lagi santai aja!'' jawabku.
''Ketemuan, yuk! Gue lagi BeTe, nih ... ''
Membaca pesannya ini, aku jadi langsung deg! ... Hatiku serasa berbunga-bunga, tapi aku masih ragu apakah dia serius dengan ajakannya itu.
''Kok cuma dibaca doang, Thom? Gimana, mau gak kalau kita ketemuan sekarang?'' Radit kembali mengirimkan pesan.
''Ketemuan di mana?'' Akhirnya aku membalas ajakan dia.
''Di mana aja terserah lo!'' tulis Radit.
''Gimana, kalau kita ketemu di cafe aja, ngobrol-ngobrol sambil ngopi-ngopi,'' balasku.
''Boleh!''
''Oke, kalau gitu kita ketemu di cafe dekat rumah gue aja, kebetulan cafe itu lagi promo diskon 50%.''
''Ya udah, lo share lokasinya aja, biar gue langsung OTW!''
''Siipp!''
Tak lama kemudian, aku pun sudah tiba di depan cafe. Aku langsung memesan kopi dan duduk di salah satu kursi di nomor meja yang masih kosong. Sambil menunggu minuman pesananku, aku mencoba menghubungi Radit untuk menanyakan sudah sampai di mana? Dan dia menjawab masih OTW.
Well, minuman pesananku datang. Aku langsung menyeruput minuman coffee latte ini dan menikmatinya dengan senang hati. Rasanya sepat khas kopi yang berpadu dengan manisnya gula dan gurihnya krim. __Hmm ... sedap mantap!
''Thom ... Thomce!''
Ketika aku sedang asik menghayati rasa kopi di setiap tegukannya, tiba-tiba saja aku mendengar suara tenor dari mulut seorang laki-laki yang memanggil-manggil namaku. Aku langsung mendongak ke sumber suara tersebut dan aku mendadak terperanjat melihat rupa dari laki-laki itu.

Dicky
''Oh my God ... Dicky!'' seruku. Dicky itu salah satu dari mantanku. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, badannya tegap dan wajahnya bersih seperti pemain sinetron.
''Hai, Cyiin ... apa kabar! Sendirian aja ... lagi ngapain?'' sapa Dicky sembari mendekatiku dan menepuk-nepuk bahuku.
''Baik ... '' balasku singkat.
''Kok, dewekan wae sih, ke mana temannya?'' tanya Dicky.
''Ada ... dia lagi di jalan!'' jawabku.
''Oh ... lagi janjian mau ketemuan, ya? Ciee ... Ciee!''
''Hahaha ... gak juga kok, kami cuma mau ngobrol-ngobrol aja!''
''Lebih juga gak apa-apa, keles ... santai aja!''
''Hehehe ...'' Aku jadi nyengir.
''Oh ya, gue boleh ikut gabung gak nih, di sini. Kebetulan gue juga lagi sendiri, nih!'' celetuk Dicky.
''Ya boleh, silahkan!'' timpalku.
Dicky langsung mengambil kursi dan duduk tepat di depanku.
''Lama tak jumpa, lo jadi makin syantik aja, Thom!'' kata Dicky sambil memeprhatikan aku dengan seksama.
''Hahaha ... sue!'' Aku meninju dada Dicky yang cukup bidang itu.
''Serius, lo jadi makin mempesona, Thom. Gue jadi kangen, deh ...''
''Hahaha ... apose!'' Aku mencubit gemas lengan Dicky yang mulai berotot.
''Beneran lho, Thom, kontol gue mendadak ngaceng lihat body lo!'' Dicky berbisik mesra di kupingku.
''Dug!'' Aku menyiku perut datar Dicky dengan keras, ''jaga sikap lo, Dick!'' lanjutku dengan nada kesal.
''Hahaha ...'' Laki-laki berkumis tipis ini tertawa ngakak. Aku jadi tersipu. __Dasar Toples rengginang!
Aku dan Dicky jadi terdiam sejenak, ketika mata kami melihat dua orang laki-laki yang berjalan beriringan mendekati meja kami. Mimik mukaku langsung sumringah, karena aku mengetahui salah satu dari mereka adalah Radit, cowok yang kutunggu-tunggu kedatangannya. Tapi Radit tidak hadir sendirian, dia bersama seorang laki-laki dan laki-laki itu masih asing di indera penglihatanku. __Radit datang dengan siapa? Mengapa dia tidak bersama Edo, tapi dengan orang lain? Ada hubungan apa laki-laki itu dengan Radit? __Ah membingungkan ... tapi aku tidak mau ambil pusing, siapa pun yang bersama Radit, aku tidak akan peduli.
''Hai, Thom!'' sapa Radit dengan wajah yang berseri-seri.
''Hai!'' balasku sambil bangkit dari kursi dan berdiri menghadap Radit dan temannya.
''Sudah lama ya, nungguin?''
''Gak juga ... gue juga baru datang, kok ...''
''Oh ... lo datang sama siapa, Thom?'' tanya Radit sambil melirik Dicky yang masih duduk terdiam di kursinya.
''E ... gue ... gue bersama Dicky, teman gue!'' jawabku gugup sambil menepuk bahu Dicky dan seketika itu Dicky langsung meringis sambil memamerkan gigi-gigi putihnya.
''Oh gitu, gue juga bawa temen gue, sih ... Billy!'' ungkap Radit seraya merangkul laki-laki di sampingnya itu dan cowok berwajah cute itu jadi tersenyum malu-malu seperti anak kucing.

Billy
Selanjutnya tanpa basa-basi, akhirnya kami saling berkenalan. Radit mengenalkan Billy dan aku memeperkenalkan Dicky. Usai prosesi kenal-mengenal berikutnya kami berempat duduk mengitari meja dan langsung memesan minuman kepada sang pelayan.
Sambil ngopi-ngopi cantik kami ngobrol ngalur-ngidul untuk membangun chemistry keakraban di antara kami berempat. Walau baru berkenalan, tapi tak sedikit pun ada rasa kecanggungan. Kami seolah sudah berteman sangat lama. Kami cekikak-cekikik mengumbar canda dan tawa tak peduli dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Cafe ini serasa milik kami berempat dan yang lain hanya numpang saja ... hahaha ...
Namun, ada satu hal yang masih mengganjal di benakku, sebenarnya ada apa antara Radit dan Billy, karena bila diperhatikan sikap Billy seperti orang yang cemburu bila Radit duduk berdekatan dengan aku. Dia seolah tidak rela dan cemberut, bila Radit menggoda dan menggombali aku.
Walau cuek, aku jadi penasaran juga, sih. Jangan-jangan Billy itu selingkuhannya Radit, bila benar berarti dia akan jadi rivalku. Dan aku harus waspada! Aku harus jadi pemenang untuk mendapatkan Radit. Karena untuk saat ini Radit merupakan target obsesiku. Bagaimana pun caranya, aku kudu bisa mencicipi tubuhnya. __Hahaha ... Aku tertawa jahat dalam hati. Ambisius banget, dasar Botol Kecap!