Opa duduk di kursi bacanya yang biasa dan memintaku duduk di kursi manapun yang kuinginkan. Aku memilih kursi di sebelah kanan Opa.
"Mafaza ada pertanyaan?" Opa mengawali pembicaraan dengan sebuah pertanyaan.
"Gimana hasil check up Opa kemarin? Maaf Faza ga bisa nemenin Opa sama Oma ke sana."
"Kondisi Opa baik, tapi dokter bilang Opa harus lebih banyak beristirahat. Itu sebabnya Opa mengajak Mafaza bicara."
Aku menunggu apapun kalimat Opa selanjutnya dalam diam.
"Seperti yang Mafaza tahu, Opa sudah tua. Opa masih bisa beraktivitas, tapi ga bisa seaktif dulu. Sudah waktunya Opa pensiun."
Aku menunggu Opa melanjutkan kalimatnya, tapi hening cukup lama. Hingga aku memberanikan diri untuk bertanya, "Opa mau Faza yang tanggung jawab ngurusin toko kain?"
Opa mengangguk perlahan, "Mafaza cerdas. Pasti bisa mengelola semuanya. Satu setengah tahun ini Mafaza sudah belajar banyak di toko yang di Anjungan, bukan? Mafaza pasti sudah memiliki bayangan bagaimana caranya mengurus semua cabang toko kita sekarang."
"Faza mau belajar caranya dari Opa." ujarku dengan jantung berdetak kencang sekali. Apakah ini sudah saatnya?
"Mafaza sudah tahu Astro memiliki resort dan restoran bukan?" sepertinya Opa ingin memastikan pengetahuanku sebelum melanjutkan pembicaraan dan aku mengangguk. "Opa pikir Astro baru akan memberi tahu Mafaza nanti setelah kalian lulus, tapi karena Mafaza sudah tahu, maka Mafaza bisa belajar banyak dari Astro. Astro pasti akan membantu jika Mafaza meminta bantuannya."
Aku mengangguk dan berpikir cukup lama sebelum memberanikan diri bertanya, "Astro pernah cerita sedikit soal hubungan Opa sama kakeknya, tapi ga mau cerita lebih lanjut. Faza boleh tau ceritanya dari Opa?"
Opa terdiam sesaat sebelum menjawab, "Arya adalah sahabat Opa sejak Opa kecil di masa awal kemerdekaan negara kita dulu. Seperti yang Mafaza tahu, Astro adalah cucunya Arya. Opa sudah mengenal Astro sejak Astro masih bayi dan Astro adalah laki-laki yang baik. Opa percaya Mafaza akan aman berada di dekat Astro."
Alih-alih membahas tentang kakek Arya, Opa lebih memilih membahas tentang Astro. Entah bagaimana, tapi sepertinya hanya itu informasi yang bisa kudapatkan.
"Mafaza akan tahu lebih banyak jika sudah waktunya untuk Mafaza mengetahuinya." ujar Opa seolah mengerti jawabannya yang sebelum ini kurang memuaskanku. "Mafaza memiliki pertanyaan yang lain?"
"Opa udah ketemu Pak Simon bulan ini? Kayaknya Faza belum liat." ujarku yang tiba-tiba mengingat manager yang bekerja untuk perusahaan ayahku.
"Simon datang rabu lalu untuk memberi laporan. Laporannya ada di meja itu. Ada yang lain?"
Aku menggeleng karena memang tak memiliki hal lain yang ingin kubahas.
"Kalau begitu Mafaza bisa istirahat sekarang."
Aku bangkit dan menghampiri meja sudut yang dimaksud Opa sesaat lalu, "Berkasnya boleh Faza bawa?"
Opa mengangguk, lalu aku pamit dan kembali ke kamar. Aku menaruh berkas dari pak Simon di meja sebelum mengecek handphone dan menemukan pesan dari Astro.
Astro : Aku udah di rumah. Thank you udah bantu aku seharian. Aku jadi bisa ganti suasana resort secepetnya.
Aku : Desain yang aku kasih tadi udah jelas?
Astro : Jelas kok. Kamu harus istirahat sekarang. Besok pagi aku jemput
Aku : Okay
Aku berbohong padanya. Mana mungkin aku bisa beristirahat setelah percakapanku dengan Opa? Aku ingin mempelajari berkas dari Pak Simon lebih dulu sebelum beranjak tidur.
Jika tebakanku tidak meleset, setelah aku mampu bertanggung jawab penuh dengan semua cabang toko kain milik Opa, aku akan diberi tanggung jawab mengelola perusahaan peninggalan ayahku. Sebetulnya aku merasa senang, juga gugup di saat yang sama dan membuatku memutuskan akan mandi dulu. Mungkin gugupku akan menghilang jika tubuhku terasa lebih segar.
Aku mengamit paper bag pemberian Astro yang tergantung di sebelah pintu kamar mandi, lalu membuka botol sampo dan menghirup aroma green tea segar menguar. Aku akan mencoba memakainya karena sampo dan kondisionerku sudah habis. Setelah ini, aku hanya berharap tak lagi membayangkan aroma di rambut Astro karena aku sendiri sudah memakai aroma yang sama dan aroma ini akan menjadi aromaku mulai saat ini.
***
Waktu lima belas menit digunakan untuk melakukan pemilihan destinasi study tour akhir semester ini. Dari sekian banyak saran, pilihan terbanyak jatuh pada Kebun Buah Mangunan yang berjarak tak terlalu jauh dari kota kami.
Handphoneku bergetar tepat saat bel istirahat kedua bebunyi. Aku mengamitnya dari saku dan menemukan sebuah pesan dari Astro.
Astro : Aku ga bisa ke kantin. Pak Sugeng mau liat progres robot. Kamu jangan lupa makan siang
Aku : Okay
Sebetulnya aku tak memiliki selera untuk makan apapun siang ini. Setelah destinasi study tour berhasil dipilih, aku tiba-tiba merasa rindu dengan keluargaku hingga memutuskan akan membenamkan diri dengan satu halaman buku sketsa dan sederet list musik untuk menemaniku berdiam diri di meja.
Aku membuat sketsa Ayah, Bunda, diriku sendiri, Fara dan Danar versi kami enam tahun lalu. Aku yang selalu memakai celana dan kaos, dengan rambut dikepang asal dan mengenakan topi. Fara yang masih menuruti Bunda memakai gaun terusan sepanjang betis. Danar yang selalu memegang buku cerita bergambar singa favoritnya (aku dan Fara beberapa kali menyembunyikan buku itu dan membuat Danar menangis kencang sekali).
"Itu sketsa keluarga masa depan kamu? Mau punya anak tiga?" aku mendengar suara Zen di sebelahku. Ada senyum mengembang di bibirnya saat aku menoleh.
Aku melepas earphone dan menunjuk sosok sketsa satu-persatu, "Ini Ayah sama bundaku. Yang ini Fara, yang ini Danar. Dua-duanya adikku."
"Aku ga tau kamu punya dua adik." ujarnya dengan ekspresi terkejut dan bingung di saat yang sama.
"Sekarang udah ga ada."
Dia menatapku lama sebelum menyadari maksud kalimatku, "Ooh, sorry. Aku ... ga tau."
Aku menggeleng perlahan, "Ga pa-pa, Zen."
Lalu hening di antara kami hingga aku kembali menggores sketsa dalam diam. Aku berusaha melepas rasa rindu dalam setiap goresan yang berpindah ke lembaran sketsa.
"Mereka kenapa kalau aku boleh tau?" Zen bertanya dengan suara pelan setelah rasanya kami berdiam diri lama sekali.
Aku menoleh padanya dan berpikir sesaat sebelum menjawab, "Lima tahun lalu kita lagi liburan. Jembatan gantung yang kita lewatin tiba-tiba ambruk. Kita semua kebawa arus sungai yang deres banget. Aku selamat, tapi mereka semua meninggal."
"Itu sebabnya kamu sekarang tinggal sama opa kamu?"
Aku menggumam mengiyakan dan dia terlihat sangat bersimpati. Setidaknya tatapannya terlihat jujur bagiku. Aku menghargainya karena ikut bersedih untuk keluargaku.
"Pasti berat ya?" entah dia sedang bertanya atau memastikan pendapatnya.
"Udah lewat kok. Astro banyak bantu ngilangin traumaku."
"Jadi kamu ketemu Astro sejak ikut opa kamu?"
Aku hanya mengangguk dan tak mengatakan apapun, tapi sepertinya dia mendapatkan jawabannya sendiri. Pupil matanya yang berwarna hitam pekat melebar.
"Sorry, Za. Kemarin aku sempet ngomong ga sopan sama kamu." ujarnya ragu-ragu.
"Ga kok. Aku malah jadi tau gimana pandangan orang lain ke aku. Thank you udah ngingetin."
"Berarti Astro jadi semacem ... pengganti keluarga? Aku inget pas nganter kamu pulang ada ayahnya Astro. Aku sempet mikir yang aneh-aneh sih waktu itu."
"Kamu mikir apa?"
"Ga penting. Aku ngerti kok sekarang." ujarnya sambil tersenyum lebar.
"Kamu ada keturunan Jepang ya, Zen?" tiba-tiba saja aku bertanya secara random karena teringat nama lengkapnya yang tertulis di bingkai lukisan di samping mading.
"Nenekku orang sana. Nenek mau aku dinamain pakai nama ayahnya. Mukaku ga ada jepang-jepangnya sih, jadi biasanya orang lain ga tau kalau bukan karena tau nama lengkapku."
"Kamu pernah ke Jepang?"
"Cuma sekali, tapi aku udah lupa sih. Waktu itu aku masih kecil banget."
"Nenekku dari Ayah ada di Jepang, tapi aku ga tau lagi gimana kabarnya. Terakhir Nenek ke sini ga lama pas tau Ayah meninggal. Sekarang mungkin Nenek ngerasa bisa ngelepas aku karena ada Opa sama Oma."
"Mungkin kita bisa ke Jepang bareng nanti. Kita bisa cari nenek kamu di sana."
"Aku ga yakin. Mungkin nenekku juga udah lupa sama aku soalnya udah lama banget ga ketemu. Nenek kamu sekarang masih di Jepang?"
"Nenekku ada di Jogja, tapi kerabat nenek masih ada di Jepang. Jadi kalau nanti aku lagi ga punya uang di sana ada yang bisa dimintain tolong buat nampung aku." ujarnya sambil tertawa.
Entah bagaimana pembicaraan kami mengalir begitu saja. Kami membahas berbagai macam hal yang berhubungan dengan Jepang dan baru menghentikan percakapan saat bel berbunyi.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-