Chapter 37 - Ruang baca

Kawat dan tang menemaniku pagi-pagi sekali. Aku sedang berada di ruangan khusus mengerjakan kerajinan tangan. Lampu meja membantu memberi cahaya karena di ruangan ini cahaya matahari masih belum masuk sepenuhnya.

Aku sedang membuat desain rantai dengan teknik memutar dan melilit. Aku mencoba meniru teknik yang sama dengan teknik yang dipakai Astro di cincin buatannya agar terlihat serasi jika aku menaruh cincin itu di kalung nantinya. Aku tak ingin cincin itu hilang lagi dan membuatnya marah karenanya.

Selama tanganku berkutat dengan kawat, aku mengingat semua kejadian semalam. Aku benar-benar bodoh sekali jika tak memahami apa yang terjadi.

Entah karena hormonku sebagai remaja yang masih sering membuat suasana hatiku berubah-ubah atau apakah ada hubungannya karena aku adalah perempuan, tapi mengelus kepala Astro akan tetap terlihat seperti aku menyukainya. Terlebih, kalimatku saat meminta Astro memberitahu sampo yang dia pakai bukankah terdengar seperti aku sedang mengikuti seleranya?

Bagaimana pun, sepertinya kedua hal itu memang benar. Aku menyukainya dan aku sedang mengikuti seleranya, tapi entah bagaimana tetap terasa seperti aku sedang melakukan kesalahan. Yang mengherankan, kenapa dia diam saja saat aku mengelus kepalanya dan berkata bahwa dia menyukainya, tapi aku tak boleh melakukannya? Seharusnya dia menolak jika memang dia merasa aku tak boleh melakukannya dan bukannya justru tertawa.

Kepalaku sekarang dipenuhi pertanyaan tak masuk akal yang kuciptakan sendiri. Mungkin besok aku harus meminta maaf karena sudah bersikap berlebihan.

Bu Asih menepuk lenganku perlahan tepat saat kalungku selesai, "Mbak Faza, ditunggu di ruang baca."

"Iya." ujarku sambil memasang cincin buatan Astro di kalung yang baru kubuat dan memakainya sebelum bangkit. Aku menyembunyikannya dibalik pakaian agar tak terlihat oleh siapapun.

Aku jarang sekali ke ruang baca. Terlebih karena ruang baca itu milik Opa. Walau aku suka membaca, biasanya aku akan meminta izin pada Opa untuk mengambil beberapa buku yang kubutuhkan dan mempelajarinya di kamar.

Aku mengetuk pintu ruang baca beberapa kali sebelum membukanya. Opa sedang duduk di kursi bacanya yang biasa, dengan raut wajah tenang khas orang tua.

"Opa cari Faza?" aku bertanya.

Opa mengangguk perlahan dan menunjuk kursi di hadapannya. Aku menuruti isyarat Opa untuk duduk dan menunggu Opa memulai pembicaraan.

"Mafaza sudah berbaikan dengan Astro?"

Semalam saat Astro dan ayahnya pamit pulang, suasana hatinya terlihat jauh lebih baik. Bukankah itu berarti aku dan Astro baik-baik saja?

"Udah, Opa."

"Bagus." ujar Opa sambil meletakkan buku di atas meja. "Mafaza ..."

"Ya, Opa?"

"Mafaza tahu kan Mafaza harus menjaga diri dengan baik?"

Seketika semua kelebatan kejadian kemarin kembali muncul di depan mataku, "Faza tau, Opa."

"Kalian masih muda. Opa mengerti kalian masih sama-sama egois. Nanti kalau usia kalian lebih matang, kalian akan lebih bisa mengendalikan diri."

Aku mengangguk dalam diam dan menunggu kalimat Opa yang selanjutnya.

"Opa memperbolehkan Mafaza bermain dengan siapa saja, tapi kalau Mafaza memiliki teman laki-laki yang dekat dengan Mafaza, Mafaza bisa kenalin ke Opa. Opa selalu senang kalau Mafaza meniliki banyak teman."

"Iya, Opa."

"Ada yang mau Mafaza tanyakan?"

Aku baru saja akan bertanya tentang Kakek Arya, tapi aku membatalkannya. Maka aku menggeleng.

"Kalau begitu kita sarapan ya. Setelah itu Mafaza ikut Opa ke toko." ujar Opa untuk mengakhiri pembicaraan.

***

Astro menyodorkan sebuah paper bag padaku saat aku menemuinya untuk berangkat ke sekolah di teras depan. Aku membukanya, ada sebotol sampo dan sebotol kondisioner dengan tulisan Green Tea Hair Purifying yang masih baru. Entah kenapa, melihat kedua benda itu membuatku merasa canggung.

"Buat kamu." ujar Astro dengan tatapan yang biasa, seolah tak terjadi apa-apa.

"Mm ... thank you. Aku taruh dulu ya." ujarku sambil bergegas kembali ke kamar, lalu kembali menemuinya dan kami berangkat bersama.

Selama perjalanan kami lalui dalam diam. Baik aku maupun Astro tak ada yang membuka suara untuk membahas apapun. Situasi ini terasa canggung untukku, tapi karena aku pun tak menemukan alasan untuk mulai bicara, maka aku memilih diam saja. Bahkan saat kami sampai di sekolah, kami langsung memarkir sepeda dan berganti pakaian.

"Mau sarapan di mana?" Astro bertanya saat menaiki tangga.

"Terserah kamu."

"Di depan kelasku, mau? Biasanya anak-anak belum pada dateng jam segini."

Aku mengangguk untuk menyanggupinya. Kami naik ke lantai tiga dan berjalan lurus ke ujung koridor depan kelasnya. Kami duduk di lantai dan memakan sarapan dalam diam.

Aku membantu Astro membereskan kotak makanan saat kami selesai dan melirik jam di lengan, pukul 07.02. Masih sepi di sini dan hanya ada beberapa orang lalu lalang di halaman di bawah sana.

"Aku ..." entah bagaimana, kami mengatakannya bersamaan dan membuatku merasa canggung.

"Kamu duluan." ujarnya.

"Mm ... aku ... minta maaf kalau kemarin sikapku kelewatan." ujarku. Aku mengatakannya dengan tulus sambil menatap matanya yang kembali menatap mataku.

"Aku juga minta maaf kemarin aku ga sopan."

Kurasa aku mengerti apa yang dia maksud. Aku juga ingin meminta maaf karena membelai rambutnya sembarangan, tapi akan terasa memalukan jika aku membahasnya lagi.

"Boleh aku minta sesuatu?"

Aku tidak menjawabnya. Aku akan menunggunya mengatakan permintaannya lebih dulu.

"Tolong jangan dandan terlalu cantik. Aku repot kalau banyak yang suka sama kamu."

Astaga, permintaan macam apa itu? Aku jarang sekali merias wajah. Riasan harianku hanyalah menggunakan CC cream dan menggunakan seoles lipbalm. Kecuali hari sabtu kemarin, aku memang memakai sedikit liptint hanya untuk mendapatkan perasaan yang berbeda saat menghabiskan waktu bersama teman-teman sekelasku. Bagaimana pula aku harus menjawab permintaannya?

"Aku udah minta ijin sama pembimbing ga ikut pertemuan hari minggu. Kita ke resort ya. Kamu kan udah janji mau bantu aku."

"Okay." ujarku yang merasa lega karena Astro mengalihkan pembicaraan

Tak lama setelah hening di antara kami, ada beberapa murid perempuan melirik dan berbisik-bisik sebelum memasuki kelas. Aku mengabaikannya dan memberitahu Astro bahwa aku harus bersiap untuk upacara bendera pagi ini.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-