Chapter 34 - Aroma

Aku berhasil menenangkan diri di depan wastafel, lalu membasuh wajah sekali lagi dan membiarkannya basah. Aku membutuhkan sensasi dingin dari air untuk mendinginkan kepala. Padahal jika aku sedang berada di rumah, sepertinya aku akan memilih untuk mandi saja.

Aku mengumpulkan keberanian sebelum menaiki tangga dan akan mengabaikan Astro andai nanti dia membahas hal itu lagi. Saat kakiku menginjak anak tangga paling atas, Astro sedang duduk di lantai di atas karpet, dengan laptop di meja di hadapannya. Dia menyodorkan handuk yang tersampir di bahunya padaku.

Aku menerimanya dan mengeringkan wajah dengan handuk itu. Ada aroma khas sampo green tea menguar dari sana. Aku tahu aroma itu karena dia sering meminjamkan topinya padaku sejak bertahun lalu. Sebetulnya aku ingin bertanya apakah handuk itu benar miliknya hanya untuk memastikan dugaanku, tapi aku membatalkannya. Mengingat kejadian yang baru saja terjadi, akan memalukan untukku jika dia mengakuinya.

Sepertinya aku harus lebih berhati-hati. Bagaimanapun dia adalah laki-laki. Entah bagaimana tiba-tiba saja aku membayangkan wajah masam ayahku andai Ayah tahu aku begitu dekat dengan laki-laki seperti ini.

"Thank you." ujarku sambil mengembalikan handuknya.

Astro menerimanya dan menaruh handuk di meja. Dia menepuk karpet di sisinya untuk memintaku duduk di sana, "Sini. Liat tampilan website kamu yang baru."

Aku memilih untuk mengambil jarak dan memutuskan duduk di sofa. Lagi pula jarak dari sofa ke laptop tak terlalu jauh. Aku masih bisa melihat laptopnya dengan jelas.

"Gimana?" aku bertanya untuk mengalihkan pikiran karena aroma green tea yang menguar dari rambutnya membuat kepalaku berdenyut mengganggu.

Astro menatapku dengan alis yang mengernyit, tapi aku mengabaikannya. Aku memfokuskan tatapan ke laptop di depannya, yang sudah menampilkan tampilan website Lavender's Craft yang sudah berubah.

Tampilan layar belakang yang baru adalah perpaduan antara ungu lembut dan hijau, dengan ilustrasi sebuah buket bunga lavender di tengahnya. Ikon menu, font dan tata letak hurufnya sama sekali berbeda dengan websiteku yang lama. Saat ini ada tambahan menu berbahasa Inggris bagi orang luar negeri yang tertarik ingin memesan.

Aku sama sekali tak tahu bagaimana dia membuatnya, tapi tampilan website ini terlihat cantik sekali. Sepertinya desain dengan tampilan seperti ini tak akan ada di template website manapun, "Kamu bikin desainnya sendiri?"

Astro menggumam mengiyakan, "Kamu suka?"

"Aku suka. Ini bagus banget!"

"Iya dong. Kan aku yang bikin." ujarnya yang sedang membanggakan dirinya sendiri. "Gimana kalau aku minta ganti pembayaran?"

"Maksud kamu?"

"Dari pada kamu bikinin aku sarapan dua bulan, gimana kalau kamu nemenin aku ke resort minggu depan?"

"Buat apa aku nemenin kamu ke resort?" aku bertanya karena mulai mengingat kunjungan kami saat itu terasa seolah kami sedang berkencan. Perasaan ini membuatku sedikit gugup.

"Kamu ga mau?"

"Maksudku ... kamu ke resort pasti punya urusan. Urusan kamu kan aku ga ngerti. Kita ke sana bukan buat dinner lagi kan." ujarku yang sedang mencoba mencari alasan untuk menghindar.

"Aku mau minta tolong sama kamu buat ngasih saran desain resort yang baru. Aku baru aja mikir mau ganti suasana."

"Kamu kan bisa sewa arsitek profesional buat itu."

"Iya aku bisa, tapi aku mau bikin jadi sesuai selera kamu."

Aku berpikir lama sekali sebelum bicara karena sama sekali tak mengerti, "Kenapa harus sesuai seleraku?"

"Kamu punya selera yang bagus. Aku suka sama selera kamu." ujarnya yang membuatku terdiam selama beberapa lama. Selera manusia adalah sebuah kecenderungan. Aku tak bisa menyalahkannya atau memaksanya menyukai selera yang bukan kecenderungannya.

"Bukannya kamu masih ada persiapan lomba robotik?" aku bertanya untuk mencoba peruntunganku. Mungkin dia akan berubah pikiran.

"Aku bisa ijin sehari."

Bodohnya aku. Hal itu sangat mungkin terjadi. Dengan kalimat persuasifnya yang biasa, kurasa pembimbingnya akan memberikan izin kalaupun dia meminta tak akan menghadiri pertemuan selama seminggu.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kurasa aku akan menyerah kali ini. Lagi pula menang darinya adalah hal yang langka, "Sehari aja kan?"

"Aku bisa nambah jadi dua hari kalau kamu mau." ujarnya sambil memberiku senyum menggodanya yang biasa.

Aah laki-laki ini benar-benar menyebalkan.

***

Aku membuka mata dengan perasaan yang aneh. Saat menyadari diriku akan terbangun beberapa saat lalu, aku merasa sedang menghirup aroma sampo Astro selama sedetik waktu yang terlewat. Aroma segar green tea, yang entah kenapa, aku menyukainya.

Astaga, apa yang baru saja kupikirkan?

Aku memeluk bantal untuk menutupi wajah dan berharap aroma itu pergi. Namun aku memaksa tubuhku bangkit sedetik kemudian. Terbaring di tempat tidur sepertinya membuatku memikirkan hal-hal yang aneh. Sepertinya aku harus mencari kegiatan untuk mengalihkan pikiran.

Aku mengedarkan pandangan dan mulai mengelap deretan foto di dinding di atas tempat tidurku. Berbagai foto tertempel di sana. Ada fotoku bersama Ayah, Bunda, Fara, dan Danar bertahun yang lalu di depan rumah kami di Bogor. Juga ada fotoku bersama Mayang dan Denada. Yang paling banyak tertempel di sana adalah foto pemandangan dan sembarang objek yang terlihat artistik yang diambil Astro dengan kamera DSLR-nya selama perjalanan saat liburan tiba. Entah kenapa foto itu mengingatkanku pada aroma green tea yang menempel di hidungku pagi ini.

Astaga, kurasa aku harus mencari aktivitas lain. Aku menghela napas dan duduk di depan meja komputer. Aku mengecek handphone dan membuka pesan yang masuk dari grup dekorasi kelas yang terbentuk beberapa waktu lalu.

Reno : Ini grup dibubarin aja kalau emang ga aktif

Siska : Jangan dong. Bikin seru-seruan apa gitu

Tasya : Mau jalan? Kita belum rayain kemenangan kita dengan semestinya kan? Karaoke yang waktu itu kan batal

Reno : Mau ke mana? Sekarang?

Zen : Boleh sekarang. Ke Dino Park yang baru buka mau ga?

Toro : Kalau hari ini ga bisa ikut. Lagi nemenin bapak mancing

Fani : Aku ikut dong

Zen : Kirim alamat kalian. Nanti aku jemput dari yang paling deket sama aku

Fani : Jemput pakai apa Zen?

Reno : Kalian ga tau Zen punya mobil?

Zen : Aku tungguin nih alamatnya. Biar cepet jalan

Aku : Aku ikut

Tasya : Beneran, Za?

Aku : Iya

Aku meletakkan handphone setelah memberikan alamat pada Zen dan mempersiapkan diri. Aku mengepak ransel berisi topi, pakaian ganti, satu scarf panjang, beberapa camilan dan sebotol air.

Sepertinya aku perlu suasana baru untuk mengalihkan pikiran dari aroma sampo Astro yang membuat kepalaku berdenyut mengganggu. Walau aku akan tetap mengakui aku menyukai aroma itu.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-