Chapter 35 - Lumpur

"Opa, Faza mau main sama temen sekelas ya. Faza usahain sore udah di rumah." ujarku pada Opa yang sedang memberi makan ikan koi di teras belakang.

"Mafaza ga pergi sama Astro?"

"Astro ada pertemuan sama tim robotiknya buat nyiapin lomba tahunan. Faza main sama temen sekelas aja hari ini."

"Hati-hati ya. Kabari Astro. Mungkin nanti sore Astro bisa jemput Mafaza."

"Iya, Opa. Opa jangan telat makan ya."

Opa mengangguk saat aku menyalami dan mencium tangannya, lalu aku berpamitan pada Oma di dapur. Aku mengetik pesan untuk Astro saat berjalan ke teras depan.

Aku : Aku mau main sama anak-anak dekor. Ada Tasya ikut juga

Aku sengaja tidak memintanya menjemputku sesuai permintaan Opa karena tak akan sanggup melihatnya sementara aromanya masih menempel di hidungku dan membuat kepalaku terasa berputar. Aku menyimpan handphone di saku dan baru saja akan duduk di kursi teras depan saat mobil Zen memasuki halaman. Aku menghampirinya dan melihat melalui kaca jendela bahwa hanya ada Zen di sana.

"Kamu jemput aku duluan emang rumah kita deket ya?" aku bertanya sambil duduk di kursi tengah dan menutup pintu.

"Rumahku ga jauh dari Astro kok. Ada di area kampung, ga masuk perumahan elit kayak dia. Kamu ga duduk di depan aja?"

"Ga usah. Nanti ada Reno kan?" aku bertanya untuk memastikan.

"Iya sih."

"Boleh nyalain radio channel P?" tiba-tiba saja aku bertanya karena ingat stasiun radio kesukaan Astro.

Zen menyalakan radio dan segera meninggalkan halaman untuk menjemput yang lainnya. Aku baru menyadari bahwa rumah teman-temanku ternyata tak sejauh yang kupikirkan. Yang paling jauh, mungkin hanya berjarak tiga kali lebih jauh dari rumah Astro.

Reno duduk menemani Zen di depan. Aku, Tasya, Siska dan Fani duduk berdempetan di tengah. Kami menyanyikan banyak lagu bersama selama perjalanan dan membahas hal-hal yang tak masuk akal. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan suasana ini. Saat kami sampai di lokasi pukul 11.03, sudah ada banyak sekali orang di sini.

Zen memarkir mobil sebelum membeli tiket. Sementara Reno mengumpulkan uang dan mengantri untuk mewakili kami.

Aku menghirup udara dengan beberapa kali tarikan napas. Udara yang sejuk dan bersih dengan banyak sekali pohon terasa menyegarkan sekali untukku. Aku sangat berharap aroma sampo Astro akan tergantikan dengan udara yang kuhirup ini.

Reno kembali dengan enam tiket dan mengajak kami mengantri menuju pintu masuk untuk diberi stempel. Alih-alih meminta stempel di tangan, Reno dan Zen meminta petugas memberi mereka stempel di leher.

Setelah sampai di dalam arena, ada banyak plang kecil penunjuk jalan dengan berbagai nama dinosaurus. Kami memilih T-rex terlebih dulu. Di sini, semua replika dinosaurus dibuat menyerupai aslinya. Mesin yang berada di dalam tubuh mereka membuat dinosaurus mampu bergerak seolah hidup. Kami dapat memegang dan berfoto dengan mereka sebanyak yang kami inginkan.

"Ada wahana permainan loh di dalem. Mau ke sana?" Siska bertanya setelah kami puas mengambil ratusan foto bersama.

"Yuk ke sana. Kita liat ada wahana apa aja." Tasya menimpali.

"Ga mau makan dulu? Laper nih." ujar Reno.

Aku melirik jam di lengan, pukul 14.12. Waktu makan siang sudah terlewat jauh sekali. Dengan beberapa pertimbangan akhirnya kami memutuskan ke salah satu stand penjual makanan untuk mengisi perut dan beristirahat sebelum pergi ke area wahana.

Aku mengecek handphone setelah menyelesaikan makan siangku. Ada pesan dari grup Lavender dan Astro. Aku membuka pesan Astro lebih dulu.

Astro : Kamu di mana?

Astro : Udah makan siang?

Astro : Mau dijemput ga, Nona?

Ada sesuatu yang mengganjal dadaku saat menyadari pesan terakhirnya adalah satu jam yang lalu. Aku ingin menghindarinya, tapi dia justru menawarkan diri untuk menjemputku.

Aku : Aku udah makan. Ga usah jemput. Nanti aku pulang dianter Zen

Aku meletakkan handphone ke saku. Kurasa aku akan bermain sepuasnya hari ini.

"Udah sore nih. Yakin mau ke wahana?" Fani bertanya.

"Iya dong. Sayang tau udah sampai sini masa ga nikmatin wahana. Kalau ga bisa main semuanya ga pa-pa, satu atau dua juga cukup kok. Ini belum sore banget." Siska menjawab.

"Ya udah. Yuk jalan. Udah selesai semua kan makannya?" Zen bertanya.

Kami mengangguk dan mengangkut barang bawaan masing-masing sambil berjalan beriringan ke area wahana permainan. Di sini ada sekitar beberapa belas wahana permainan yang bisa kami coba, tapi karena hari sudah sore, kami memutuskan menaiki beberapa wahana saja.

Kami memulai dengan wahana yang memacu adrenalin lebih dulu, roller coaster dan halilintar menjadi pilihan awal. Teriakan menggema dari area ini membuat bulu halusku meremang. Setelahnya, kami masuk ke arena Adventure Dino. Kami dibawa masuk ke sebuah lorong dengan sebuah kapal dengan berbagai miniatur dinosaurus yang bergerak di sepanjang perjalanan. Kami keluar dari arena itu melalui sebuah lorong dengan banyak cabang pohon. Tubuh kami tersapu oleh daun-daunan yang sepertinya sengaja dipasang, yang memberi efek seolah baru keluar dari hutan.

"Kapan-kapan ke sini lagi yuk buat cobain wahana lain. Sayang kita sampai sini kesiangan jadi ga bisa cobain semuanya." ujar Tasya.

"Makanya kalau diminta alamat tuh cepet. Jadi ga kesiangan." ujar Zen.

"Kan sekarang kamu udah tau rumah kita. Nanti tinggal jemput aja." ujar Siska.

"Za, awas!" Zen berteriak untuk memperingatiku. Saat aku menyadari teriakannya, sebagian tubuhku sudah terkena lumpur. Zen menarikku menjauh, "Ada yang sakit?"

Aku menatap tubuhku dari bahu sampai kaki, "Ga kok. Cuma kotor aja."

"Ih kok bisa-bisanya sih ga ada yang jagain di sana. Kalau nyelakain orang kan bahaya." ujar Siska sambil menatap tempat yang baru saja kami tinggalkan.

Ada sebuah dinosaurus yang menggerakkan kakin naik turun dengan kubangan lumpur tepat di bawahnya. Aku baru menyadari hal itu. Aku beruntung hanya terkena lumpur dan tak terkena kakinya yang memiliki cakar tajam.

"Ada toko suvenir ga di sini? Biasanya di sana jual baju." Zen bertanya.

"Kayaknya tadi aku liat ada deh deket pintu keluar." ujar Reno.

"Kamu tunggu di sini aja biar aku yang jalan. Kalian temenin Faza ya."

Aku menahan lengan Zen sebelum dia menjauh, "Ga usah, Zen. Aku bawa baju ganti kok. Aku cuma butuh ke toilet."

"Kamu bawa baju?" Zen bertanya.

Aku mengedarkan pandangan dan menemukan plang dengan tulisan toilet tak jauh dari tempat kami berdiri, "Kalian tunggu di sini sebentar ya."

"Aku temenin, Za." ujar Tasya.

Aku hanya mengangguk dan berjalan cepat ke sebuah lorong kecil. Kupikir toiletnya hanya akan menampung satu orang, ternyata di dalam sini cukup luas dengan dua kubikal toilet dan sepertinya akan mampu menampung tiga orang di luar kubikal.

"Kamu lagi ngelamun ya tadi?" Tasya bertanya sambil membantu melepas ranselku. Kemudian mengeluarkan tisu basah dari tasnya, membantuku mengelap lumpur yang menempel di ranselku sebelum membukanya dan mengeluarkan pakaian gantiku.

Aku tak tahu harus menjawab bagaimana karena sepertinya aku memang sempat tidak fokus dan tak menyadari keadaan. Aku melihat pantulan diriku di cermin sambil melepas cincin buatan Astro dan meletakkannya di sudut wastefel.

Tubuhku kotor sekali. Bagian kiri tubuhku terkena lumpur dari atas ke bawah. Bahkan sebagian rambutku juga kotor. Aku memutuskan akan membersihkannya lebih dulu, maka aku mengguyurnya dengan air yang mengalir dari wastafel dan mengeringkannya dengan tisu.

Tasya mendorongku masuk ke kubikal, "Rambut kamu udah bersih. Bersihin badan dulu di dalem. Nanti kukasih baju ganti dari atas pintu."

Aku menurutinya. Aku melepas pakaian dan memasukkannya ke dalam plastik yang kubawa sebelum membersihkan tubuh dengan air. Sulit sekali rasanya harus membasuh tubuh perlahan hingga bersih sebelum memakai pakaiangnti. Terlebih, aku tidak membawa handuk.

Ada tiga orang lain yang datang saat aku keluar dari kubikal hingga toilet terasa sesak. Untungnya Tasya sudah membereskan barang-barang dan segera mengajakku keluar menemui yang lain.

"Sorry ya, lama." ujarku.

"Ga pa-pa, Za. Untung kamu bawa baju ganti." ujar Fani.

Aku hanya tersenyum singkat. Aku memang terbiasa membawa pakaian ganti saat akan bepergian cukup jauh. Kebiasaanku sejak kecil atas saran dari Bunda.

"Yang penting kamu ga kenapa-napa, Za." ujar Zen sambil menatapku khawatir.

"Lanjut yuk. Masih ada waktu naik satu wahana lagi kayaknya. Kalian mau naik apa?" Reno bertanya.

Setelah melihat-lihat, akhirnya kami memutuskan mengakhiri hari dengan menaiki bianglala. Kubikal bianglala cukup besar untuk menampung kami berenam. Dengan langit senja yang cantik, kami mengambil banyak foto saat berada di puncaknya.

Sepertinya kami semua benar-benar menikmati hari. Kami berjalan beriringan menuju pintu keluar dengan senyum mengembang di wajah kami yang seolah tak akan pergi dalam waktu dekat.

"Lain kali main bareng lagi ya." ujar Siska sebelum mengantri untuk keluar.

"Iya dong. Nanti kita bikin jadwal deh. Gimana?" Fani bertanya, yang segera disetujui yang lainnya.

Aku mengambil handphone dan baru saja akan membuka pesan dari Astro saat menyadari cincinku tak berada di jari manis kiriku. Aku segera berbalik saat mengingat toilet tempat berganti pakaian.

"Mau ke mana, Za?" Zen bertanya saat melihatku menjauh.

"Ke toilet dulu sebentar. Kalian duluan aja. Tunggu aku di mobil." teriakku sambil berlari secepat mungkin menuju toilet tempatku berganti pakaian tadi. Aku sangat berharap tak ada yang mengambil cincin itu.

Aku melewati beberapa patung dinosaurus dan tiga wahana permainan sebelum sampai di toilet. Aku membayangkan wajah Astro yang mungkin akan sangat marah andai aku menghilangkan benda pemberian darinya.

Saat aku membuka pintu, tak ada siapapun di sini. Sepertinya semua pengunjung sudah mengantri keluar untuk pulang. Aku mengecek sudut wastafel tempat aku meninggalkan cincinku.

Untunglah masih ada.

Aku memakainya dan mengatur napas sebelum keluar untuk menyusul teman-temanku. Besok aku akan membuat rantai kalung khusus. Menaruh cincin di kalung sepertinya lebih aman bagiku. Aku tak perlu melepasnya dan tak perlu khawatir suatu hari akan hilang.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-