Chapter 23 - Tarik

"Semangat ya. Kita lakukan yang terbaik di semua lomba." ujar Bu Gres pada seisi kelas.

"Bu Gres, Tika ga masuk. Harusnya dia ada lomba nyanyi nanti sore. Maaf kita ga bisa ikut partisipasi di semua lomba yang udah kita ajuin ke Ibu." ujar Tasya dengan tatapan bersalah.

"Gimana kalau Faza yang gantiin? Sabtu lalu aku denger nyanyinya bagus." tiba-tiba Fani berkomentar.

"Sebenernya ... aku mau minta tolong juga sih, tapi Faza udah ngerjain banyak. Barusan Faza juga mau gantiin Tika jaga stand." ujar Tasya ragu-ragu.

"Lagu yang dipilih sama Tika apa ya? Setau Ibu lagunya sengaja dipilih beda setiap kelas." Bu Gres bertanya.

"Lagunya 'Bright' dari Echosmith, Bu."

"Zen kamu kan klub musik, bisa gantiin Tika?"

"Saya bisa main gitar sama bass, tapi suara saya ga terlalu bagus kalau nyanyi." Zen menjawab.

"Faza tau lagu itu?" tiba-tiba saja Bu Gres bertanya padaku dan aku refleks mengangguk karena tak ingin berbohong. "Lomba nyanyi cuma nyanyi sekali kan ya, Tasya?"

Tasya mengangguk mengiyakan dan tatapan semua orang mulai terlihat berharap padaku. Kurasa aku bisa menebak apa yang akan terjadi.

"Tapi saya ga punya persiapan apapun." ujarku mencoba menolak.

"Fani bisa cerita sebagus apa suara Faza?" Bu Gres bertanya.

"Kayak youtuber yang cover lagu gitu, Bu." Fani menjawab.

"Sebenernya saya sempet rekam sih kemarin. Tadinya mau saya kasih ke bu Lastri, tapi Faza bilang ga mau ikut klub ekskul apapun jadi saya batal ngasih." ujar Zen.

"Coba Ibu mau denger." ujar Bu Gres sambil memberi isyarat tangan pada Zen untuk memberikan rekamannya.

Zen mengambil handphone dari saku dan suaraku keluar dari sana. Ada sensasi aneh di perutku saat mendengar diriku sendiri menyanyi, terasa berputar dan sedikit mual.

"Sayang banget suara sebagus ini kalau ga ikut lomba." ujar Bu Gres setelah mendengar bait pertama, yang berhasil membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri.

"Kalau saya gantiin Tika, saya ... ga ada persiapan sama sekali, Bu. Musik pengiringnya atau baju yang bisa dipakai ke atas panggung. Saya juga ga punya latihan khusus buat lagu itu." ujarku yang mencoba memberi alasan.

"Aku bisa iringin pakai gitar kalau kamu mau. Kita bisa pinjem gitar dari klub musik. Nanti aku yang ijin ke Bu Lastri." ujar Zen dengan senyum yang lebar mengembang di bibirnya.

"Bajunya nanti Ibu minta orang anter dari butik. Lomba nyanyinya sore jadi masih ada banyak waktu. Zen ukuran baju kamu kayaknya L ya?" bu Gres menebak dan Zen mengangguk. "Faza kayaknya M?"

Aku mengangguk ragu-ragu. Sepertinya aku tak bisa melarikan diri.

"Kita bisa latihan sebentar abis aku lomba basket sama tarik tambang." ujar Zen.

Aku mengangguk dengan terpaksa. Kurasa aku benar-benar tak bisa melarikan diri lagi.

Entah bagaimana sepertinya semuanya sudah diputuskan begitu saja dan semua orang berpencar ke pos lomba masing-masing. Aku dan Tasya ke turun ke halaman tempat stand bazar kami berada untuk menggantikan Donna yang segera ke lapangan basket. Selama aku meninggalkan Donna di halaman, Donna telah berhasil menjual tujuh produk dan mendapat lima stiker love yang sudah dimasukkan ke dalam kotak khusus saat kami tiba.

Ada sekitar belasan stand bazar lain di sini yang menjual berbagai macam jenis. Berbagai minuman, camilan, pakaian, sepatu, hoodie, buku, hingga action figure. Aku sempat melihat Astro sedang mengamati beberapa action figure sebelum beranjak ke lapangan basket.

Stand bazar kelas kami dengan cepat mendapatkan perhatian dari anak-anak perempuan. Tak terhitung berapa dreamcatcher, kalung, tiara, gelang, jepit rambut, beberapa buket bunga peony serta dua buah macrame yang awalnya aku tak yakin akan menjualnya, segera berpindah tangan. Kami mendapat banyak stiker love yang tak sempat dihitung karena pengunjung stand berganti dengan cepat.

"Aku ga peduli kalau kita ga menang di bazar ini. Aku udah seneng liat ekspresi anak-anak yang mampir." ujar Tasya yang terlihat bersemangat sekali.

Aku tersenyum untuk menanggapi. Aku memahami perasaannya, karena kurasa aku pun begitu.

Dari selentingan percakapan murid yang berlalu melewati kami, kami mendapatkan informasi bahwa di lapangan basket sekarang ini sedang final kategori putra. Kelas kami melawan XI Sains I yang merupakan kelas Astro. Aku dan Tasya sebetulnya sangat ingin menonton, tapi kami tahu stand bazar kami tak bisa ditinggalkan.

Hingga sekitar setengah jam kemudian, kami melihat Astro dan timnya terlihat merayakan sesuatu sebelum menaiki tangga. Kurasa kami sama-sama menebak bahwa kelas Astro lah pemenangnya.

"Tahun lalu kelasnya menang juga. Aku ga kaget kalau dia menang juga tahun ini soalnya orang-orang timnya itu juga. Aku cuma heran kenapa mereka bisa sekelas lagi." ujar Tasya pasrah.

Kurasa aku mulai memahami kenapa tubuh Astro bisa tumbuh setinggi itu. Dia tak pernah mengatakan apapun padaku tentang kesukaannya pada basket. Dia memang menyebutkan padaku bahwa dia akan mengikuti lomba basket minggu lalu, tapi aku tak menyangka dia selihai itu.

Satu-persatu murid dari arah gedung olahraga kembali ke gedung utama. Ada yang memisahkan diri untuk melihat-lihat area bazar, ada juga yang langsung menghampiri kantin.

Donna dan tim basket kelas kami menghampiri stand dengan wajah lesu, "Sorry Tasya, kita cuma juara tiga."

"Ga pa-pa. Kita seneng-seneng aja, Don." ujar Tasya sambil menepuk bahu Donna.

Kemudian Tasya mengingatkan kami sebentar lagi saatnya lomba tarik tambang. Dia meminta dua orang teman kami berganti menjaga stand karena kami akan mengganti pakaian dengan pakaian olahraga. Kami menuju area pertandingan tarik tambang sesaat setelahnya.

Sayangnya, tim tarik tambang kami kalah di kesempatan kedua karena Donna sudah terlalu lelah. Walaupun begitu kami tidak mengeluh. Kami bertiga menganggapnya sebagai salah satu cara untuk bersenang-senang.

Kami bertahan di gedung olahraga untuk menonton lomba tarik tambang selanjutnya karena di bagian putra terlihat sangat seru. Setelah beberapa kali bertanding, kelas kami berhasil masuk final lagi. Melawan kelas Astro.

Donna berteriak memberi semangat pada Zen, Reno dan Toro sesaat sebelum pertandingan final dimulai. Zen menoleh ke arah kami karena suara Donna terdengar kencang dan membakar semangat. Astro sempat menatapku sebelum mengalihkan tatapannya pada tali tambang yang sudah dia genggam.

Saat peluit ditiup, tarik menarik terlihat alot sekali. Kubu Zen sempat tergelincir, tapi berhasil menahan diri. Suara Donna yang terdengar semakin kencang sepertinya membuat kubu kelas kami mendapat kekuatan entah dari mana, yang tiba-tiba berhasil menarik tambang dengan kuat dan memenangkan pertandingan. Kemenangan kelas kami meninggalkan ekspresi terkejut di wajah Astro yang menemui kekalahannya.

Setelah lomba tarik tambang adalah jam bebas. Aku, Tasya dan Donna memutuskan kembali ke stand bazar karena di sana pasti akan lebih sibuk. Dengan banyaknya murid dan guru yang melihat-lihat, semakin banyak juga produk yang berpindah tangan. Entah kami sudah mengumpulkan berapa banyak stiker di dalam kotak hingga saat ini. Sesaat kemudian terdengar seseorang membuat pengumuman bahwa lomba dance akan segera dimulai, yang membuat sekitar belasan grup dengan berbagai kostum dan riasan tiba-tiba memenuhi halaman.

"Itu Angel." ujar Donna sambil menunjuk seorang perempuan di tengah kerumunan. Perempuan dengan rambut panjang, postur tubuh semampai dan wajah yang cantik. Dia berpakaian dan memakai riasan ala artis korea yang terlihat mencolok di tengah sana.

Handphone dalam sakuku bergetar. Saat aku membukanya ada pesan dari Zen : Kita bisa latihan dulu sebentar, aku tunggu di ruang musik.

"Latihan apa di ruang musik?" Donna bertanya sambil melihat pesan dari Zen untukku.

Tasya membantuku menjelaskan apa yang terjadi pada Donna, karena dia sama sekali tak tahu. Jelas sekali Tasya berharap banyak padaku.

"Aku ikut kalau gitu." ujar Donna sambil menarik lenganku menuju ruang musik.

Saat kami sampai, hanya ada Zen di sana. Dia sedang mengetes suara petikan gitar akustik di pangkuannya.

"Kita cuma punya waktu 40 menit kayaknya mumpung di luar lagi lomba dance. Abis itu kita harus siap-siap. Bu Gres udah nganter baju ganti kita tadi." ujar Zen sambil menunjuk ke sebuah paper bag di ujung meja. Melihat paper bag yang ditunjuk olehnya, entah kenapa membuat jantungku berdetak lebih kencang.

=======

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-