Hari berlalu dengan banyaknya tugas sekolah yang menumpuk untuk dikerjakan dan beragam aktivitas pendukung pelajaran yang datang silih berganti. Namun ada yang berbeda, setiap guru yang datang akan selalu bertanya ada apa dibalik kain di dinding belakang kelas.
Kelas kami berada di ujung koridor, hingga kami tak terlalu khawatir akan adanya murid yang secara tak sengaja masuk. Sebetulnya hal ini menguntungkan karena lukisan kami akan tetap menjadi rahasia sampai waktunya dibuka.
Namun hal itu menjadi berbeda saat Bu Gres yang meminta. Bu Gres adalah wali kelas kami, maka seharusnya beliau bisa mendapatkan hak istimewa. Bu Gres sempat meminta kami membukanya beberapa kali di tengah-tengah sesi belajar mengajar, tapi Tasya selalu berhasil menahan keinginannya dengan berkata lukisan itu akan menjadi sebuah kejutan saat waktunya tiba.
"Kalau guru lain, Ibu masih bisa paham kenapa ga boleh liat, tapi masa home teacher (wali kelas) dibikin penasaran juga?" Bu Gres mengeluarkan sebuah protes saat jam pelajaran terakhir hari ini tiba, yang adalah hari jumat.
Tasya melirik ke arahku dan Zen. Aku tahu dia sedang meminta pendapat, tapi aku tak memiliki ide harus mengatakan apa untuk membantunya. Aku hanya mampu terdiam tanpa mengatakan apapun. Sialnya, Zen juga melakukan hal yang sama.
Tasya menghela napas, "Tapi ... rahasia ya, Bu. Janji ya. Harusnya ini surprise."
"Nah gitu dong. I'm so excited."
"Kalian juga harus tutup mulut ya, Guys, ga boleh ada kelas lain yang tau." ujar Tasya dengan tegas sebagai ultimatum yang berlaku untuk semua murid di kelas kami.
Seruan janji tutup mulut menggema membuatku terkesima. Rupanya mereka pun tak sabar ingin melihat apa yang hampir seminggu ini kami sembunyikan.
"Reno, bantuin dong." ujar Tasya yang meminta Reno membantunya membuka penutup saat semua penghuni kelas berkumpul.
Reno menghampiri dan baru saja akan membuka kain saat berkata, "Janji jangan sampai bocor ya."
Gemuruh setuju membuat Reno dan Tasya membuka kain penutup lukisan dengan hati-hati. Saat lukisan yang kami sembunyikan terbuka, semua orang terpana.
Lukisan selebar 300 x 150 cm itu diisi dengan pemandangan gugusan pulau-pulau di tengah lautan yang hangat dengan sinar matahari terbit. Pulau dengan kekayaan alam yang melimpah terlihat jelas dari deretan pepohonan yang menghuni setiap lerengnya, dengan laut biru di sekitarnya yang terlihat seperti tameng raksasa yang akan mematikan jika terusik.
"Who made this (Siapa yang bikin)?" Bu Gres bertanya.
"Faza sama Zen, Bu." Tasya menjawab.
Seluruh tatapan mata tertuju padaku dan Zen bergantian dengan bisik-bisik yang mengiringi. Aku bahkan sempat mendengar beberapa kalimat dengan jelas karena terlalu kencang untuk disebut sebagai bisikan. Entah kenapa aku merasa tak sanggup menerima tatapan seperti ini dari semua orang.
Bu Gres meminta aku dan Zen mendekat padanya dengan sebuah isyarat. Saat kami berada di sisinya, Bu Gres menggenggam tangan kami dan menatap kami bergantian.
"Thank you. Ibu seneng kalian bisa menggunakan kemampuan untuk hal yang positif."
Tiba-tiba aku merasa senang sekali hingga tersenyum lebar saat mendengar Bu Gres memuji hasil karyaku. Sepertinya Zen pun merasakan hal yang sama karena senyum lebar juga mengembang di bibirnya.
"Anyway (Ngomong-ngomong), kalian berdua keliatan cocok loh." kalimat Bu Gres membuat wajah Zen merona, tapi justru meninggalkan rasa canggung untukku.
Sesaat setelahnya, kelas ini sangat riuh hingga Tasya segera menjelaskan tugas selanjutnya. Tasya menjelaskan dengan singkat dan efisien, juga membantu membuat tumpukan meja dan kursi di satu sisi kelas sebagai bentuk kapal. Dengan ilustrasi kapal itu sedang berlayar mencari daratan baru untuk dihuni dan lukisan di dinding belakang kelas kami menandakan pulau-pulau itulah yang akan menjadi tujuan kapal selanjutnya.
Semua orang berebut memasang aksesoris layar dan tali manila gurita yang berbentuk mirip tambang khusus kapal. Mereka juga membantuku memasang burung tiruan yang sudah kubuat minggu lalu, juga beberapa awan kertas buatan Siska agar memberikan efek yang terlihat nyata.
Terakhir, kami menyiapkan pakaian untuk Zen dan Tasya yang akan menjelaskan konsep tema pelaut kami pada guru penilai. Kami memilih kemeja putih, celana hitam kebesaran, ikat pinggang dari kain tenun dan ikat kepala untuk Zen, juga gaun terusan sepanjang lutut dengan aksen payet dan tenun untuk Tasya.
***
Hari berganti. Aku baru saja selesai merapikan stand bazar di halaman dan menitipkannya pada Donna untuk kembali ke kelas. Sudah ada beberapa guru dan banyak murid yang mengintip dari jendela karena ada terlalu banyak orang di dalam.
"Tolong gantian masuknya. Kelas ini ga muat nampung semuanya." terdengar teriakan Reno dari atas dekorasi kapal yang membuat kerumunan berganti.
Aku menyelipkan diri untuk bisa masuk dan menyadari kerumunan itu terbentuk karena lukisan di dinding belakang kelas. Zen yang sedang menjaga lukisan itu dan menjelaskan maksud lukisan itu pada siapapun yang bertanya. Aku harus mengakui dia terlihat tampan dengan penampilan barunya sebagai pelaut.
Tasya meraih lenganku dan berbisik, "Tika ga masuk hari ini, Za. Dia harusnya jaga stand bareng aku dan ikut lomba nyanyi nanti sore. Anak-anak semuanya lagi sibuk persiapan lomba yang lain, ga ada yang bisa bisa dimintain tolong. Gimana dong?"
"Aku temenin kamu jaga." ujarku mantap.
Sebetulnya aku sudah berniat akan menikmati acara dan tak mengambil tanggung jawab apapun. Aku masuk ke dalam tim lomba tarik tambang putri pun karena Donna yang memaksa. Namun kurasa hanya aku yang memiliki banyak waktu untuk membantu Tasya.
"Thank you, Faza. Aku emang ngarep kamu yang nemenin aku jaga stand." ujar Tasya sambil memelukku sesaat.
Aku mengangguk dan tersenyum sambil memperhatikan Tasya dengan pakaian khusus yang kami siapkan kemarin sore. Dia pasti akan terlihat serasi sekali dengan Zen. Riasan wajah natural yang tidak berlebihan menambah kesan cantik pada dirinya.
Aku tahu Donna lah yang membantu Tasya merias diri pagi-pagi sekali sebelum upacara bendera dilaksanakan. Aku hanya terkesima saat melihat Tasya begitu cantik setelah berganti pakaian.
"Semuanya silakan kembali ke kelas masing-masing. Kalian pasti punya lomba untuk dimenangkan hari ini." tiba-tiba terdengar suara Bu Gres berusaha memecah kerumunan.
Tak lama kemudian beberapa orang berdesakan di pintu untuk segera keluar dan ada banyak yang tertahan karena harus menunggu giliran. Namun kelas kami akhirnya menjadi lengang setelah beberapa teriakan dari Reno yang membantu mengarahkan jalan.
"Ruang guru heboh banget karena dekorasi kelas kita. Thanks to you." ujar Bu Gres saat menangkap keberadaanku.
Aku hanya tersenyum karena tak mampu menemukan kalimat apapun untuk membalasnya. Walau harus kuakui, ada sesuatu yang hangat menyusup di dalam hatiku. Terasa seperti aku baru saja mendapatkan pujian dari Bunda.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!
Regards,
-nou-