Chapter 20 - Zen

Perlengkapan kami terkumpul di bawah papan tulis di depan kelas dan kami segera membagi tugas. Keraguan di mata beberapa orang di tim kami lenyap setelah aku mengirim foto burung tiruan buatanku tadi pagi. Tasya bahkan terang-terangan memintaku membuat satu burung tiruan untuknya dan dia bersedia membayar, tapi aku menolaknya dengan barat hati dan berkata dia bisa memiliki satu di antara delapan burung buatan yang sudah jadi setelah dekorasi kelas kami diberi nilai oleh guru seminggu lagi.

Aku sedang memperhatikan kertas berisi sketsa buatanku dengan skala lebih kecil sebagai pedoman melukis, tepat setelah Reno dan Toro selesai membantuku memasang kanvas ke bingkai berukuran 300 x 150 cm. Bingkai itu mereka yang membuatnya dari berbagai bilah kayu.

"Ini gede banget loh, Za. Yakin bisa selesai seminggu?" Tasya berkomentar setelah menatap ukuran kanvas yang terbentang di dinding belakang kelas kami.

"Aku usahain. Harusnya sih bisa. Aku bisa lanjutin pulang sekolah kalau emang waktunya ga cukup." ujarku mantap. Sebetulnya aku yakin bisa menyelesaikannya di akhir hari senin atau selasa, tapi aku tak ingin dianggap menyombongkan diri. Terlebih, sepertinya teman sekelasku masih menganggapku anak baru yang tidak selevel dengan mereka.

"Aku ngerti sih kalau seniman ngerasa bisa nyelesaiin karyanya sendirian, tapi ini gede banget ukurannya." ujar Reno menimpali.

Entah kenapa, aku merasa sedikit tersinggung dipanggil dengan sebutan seniman. Aku tak tahu apakah Reno sedang memuji atau mengejek. Namun aku tak akan berkomentar.

Aku bisa mengerti kenapa mereka merasa ragu padaku karena mereka memang belum pernah melihatku menghasilkan karya apapun. Lagi pula aku memang terlihat egois sekali saat meminta kepercayaan dari mereka untuk memberiku ruang melukis yang begitu luas di acara yang seharusnya milik semua murid di kelas ini. Saat ini aku hanya merasa ingin membuat diriku sendiri berguna untuk teman-teman baruku, tapi sepertinya aku lupa bahwa aku hanyalah murid baru dan mereka jelas belum terlalu mengenalku.

"Kamu ga bisa bantu, Zen?" Reno bertanya.

"Bisa sih kalau yang punya proyek ngasih kesempatan." ujar Zen sambil menoleh padaku.

"Biar aku tunjukin lukisan Zen ke kamu, Za." ujar Reno sambil mengeluarkan handphone dari saku dan memperlihatkan akun instagram milik Zen. Ada lusinan lukisan di akun itu dan aku harus mengakui bahwa aku sangat menyukai lukisannya. Caranya membuat detail dan arah goresannya bagus sekali.

"Aku ga tau kamu ternyata pelukis." ujarku pada Zen sambil menggeser layar handphone Reno agar bisa melihat karya yang lain dengan leluasa.

"Karena kamu ga pernah nanya. Aku juga ga ngira bakal ada lukisan di acara begini sih. Kemarin aku setuju ngasih kamu kesempatan cuma karena pengen tau seberapa nekat kamu mau ngerjain ini. Sebenernya aku ga yakin juga kalau kamu ternyata bisa ngelukis. Jadi ga masalah." ujar Zen sambil mengamati kertas berisi sketsa buatanku.

"Aku seneng denger kamu ngomong jujur sesuai pikiran kamu." ujarku karena aku tahu hanya ada sedikit sekali orang yang akan benar-benar memaksudkan setiap kata dalam ucapannya. Aku sangat menghargainya.

"Aku pikir kamu bakal tersinggung." ujar Zen yang menatapku tak percaya.

Aku hanya menggeleng dan tersenyum. Entah kenapa aku suka melihat ekspresinya yang jujur itu.

"Jadi, butuh bantuan?"

Aku menggumam mengiyakan, "Kasih tau aku kalau kamu punya ide yang lebih bagus."

"Ga perlu. Sketsa kamu bagus. Kita cuma harus mindahin ke kanvas dan bikin lukisannya jadi lebih hidup." tepat saat Zen mengakhiri kalimatnya, terdengar alunan lagu dari speaker di atas meja guru. Lagu itu membuat suasana tim kami lebih semangat.

Siska dan Fani yang sedang membuat layar untuk kapal ikut menyanyi. Toro dan Tasya yang sedang membuat ornamen jangkar untuk pintu kelas kami sempat ikut menggerakkan tubuh sesuai irama. Bahkan Reno yang sedang membantu menyiapkan cat dan kuas ikut membuat suara beatbox dengan mulutnya.

Aku harus mengakui, aku dan Zen bekerja sama dengan sangat baik. Kami saling memahami apa yang akan kami kerjakan. Kami juga saling memuji progres lukisan yang terasa cepat dan terlihat sempurna. Dengan Reno yang siap membantu kelengkapan bahan untuk lukisan, kurasa ini adalah momen yang tak akan kulupakan.

"Kalian mau makan siang apa? Kita delivery aja ya." ujar Fani yang berhasil memecah konsentrasi tim, yang juga menyadarkan kami sekarang memang sudah lewat jam makan siang.

"Mau bento ga? Deket sini ada yang baru buka. Kalau mau aku bisa keluar sebentar." Toro menawarkan diri.

Entah karena kami terlalu lapar atau terlalu malas memilih makanan, kami menyetujui usul Toro. Tak lama kemudian Toro kembali dan kami menghentikan pekerjaan untuk makan bersama.

Kami mengambil waktu beristirahat setelah makan sambil saling memberi laporan progres pekerjaan masing-masing. Semua pekerjaan mendekorasi sepertinya akan selesai hari ini dan hanya lukisan yang kukerjakan dengan Zen yang akan membutuhkan waktu pengerjaan yang lebih lama.

"Leyeh-leyeh lima belas menit lagi boleh ya Tasya Cantik." Siska membuka suara setelah semua orang selesai memberi laporan.

"Hmm, boleh deh." ujar Tasya yang sepertinya menyadari timnya membutuhkan ruang sedikit lebih lama.

Kami mulai membenamkan diri ke handphone kami masing-masing. Aku juga karena memang belum menyentuhnya sama sekali sejak mulai mendekorasi tadi pagi.

Aku mengamit handphone dari ransel dan mengecek pemberitahuan. Ada pesan dari Astro yang datang padaku sejak satu setengah jam yang lalu.

Astro : Udah makan?

Aku : Udah barusan

Astro : Mau pulang jam berapa?

Aku : Belum tau. Kamu bisa pulang duluan kalau dekor kelas kamu udah selesai. Aku bisa minta Pak Said jemput

Astro : Aku tunggu kamu aja

Aku : Okay

Aku menatap speaker di meja guru saat mendengar sebuah lagu melantun dari sana. Lagu ini salah satu lagu lama yang kusukai dan ada di list lagu di handphone dan laptopku juga. Aku sedikit terkejut karena kupikir hanya ada sedikit orang yang menikmatinya.

=======

Di draft pertama ada lirik lagu di chapter ini judulnya Landslide dari Oh Wonder, tapi udah nou edit. Silakan cari lagu itu di platform musik yang kalian punya karena emang cocok banget sama chapter ini.

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte

Novel ini TIDAK DICETAK.

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSIF & TAMAT di aplikasi WEBNOVE.L. Pertama kali dipublish online di WEBNOVE.L tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke LINK RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Luv kalian, readers!

Regards,

-nou-