Aku berdiri sambil meregangkan kedua tangan, lelah, pegal dan stress bercampur jadi satu. Jam dinding di Kantor menunjukkan pukul 18.45, aku bernapas lega, aku bisa pulang pagi setelah hampir seminggu selalu lembur mengerjakan deadline iklan produk facial foam lokal.
Ku lirik Daya, teman satu tim kreatifku yang juga terlihat sumringah sambil memakai lipstick warna merah. Deadline selesai adalah suatu hal yang begitu membahagiakan dibanding apapun ketika kami bekerja di perusahaan Gold Advertising alias periklanan.
"Cabut dulu Bos" Seruku yang mendapat anggukan darinya. Aku bergegas berlari menuju lift dan menekan lantai satu. Senyumku nggak bisa habis sejak tadi, karena hari ini aku free dan bisa kencan dengan pacarku.
Ting
Lift berdenting dan buru-buru aku berlari menuju pintu Exit gedung ini, dan senyumku makin melebar ketika melihat cowok berkulit bersih dengan setelan rapi, kemeja berwarna dongker dan dasi yang menempel.
Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan ketika habis kerja deadline langsung disuguhi wajah pujaan hati yang nongol didepan pintu. Ya meskipun, nggak cakep-cakep amat kayak muka Sehun Exo, tapi menurutku cowokku itu lebih cakep dari Sehun karena dia bisa bikin aku jatuh cinta mati padanya.
"Juanku" Pekikku sambil meraih pundaknya, seminggu lebih nggak ketemu benar-benar membuatku rindu berat. Seperti kata Dilan `Rindu Itu Berat`, ya aku akuin itu. Padahal gedung kantor dia dan gedung kantorku bersebelahan namun kami tetap nggak bisa ketemu, karena kesibukan masing-masing.
Akibat Deadline yang selalu melilitku buat nggak pergi kemanapun diluar kantor, bahkan lembur saja tidak cukup ketika aku memutuskan untuk menginap di kantor.
Pukk
Aku menabok bahu Juan karna kesal dia tidak meresponku, dia bahkan nggak mengaduh kesakitan. "Juan, Kamu kenapa sih?" Tanyaku menelisik, dan Juan menatapku dengan wajah datarnya yang membuat feelingku nggak enak.
Juan membuang napas, aku mengeryitkan dahi, "Aku pengen selesai. kita udah beda pendapat"
What the?
Alasan klise apaan itu, aku membuang napas lalu berkacak pinggang, mencoba tidak percaya dengan ucapan Juan. Berharap ini hanya pura-pura.
"Aku habis nyelesain Deadline. Please deh jangan ngasih aku prank yang bikin darahu naik"
"Ini nggak Prank, By. Aku udah lama mikirin ini, aku rasa kita emang nggak cocok"
"Hahahahaha" Aku tertawa membuat keningnya berkerut, bagaimana aku tidak tertawa kalau ternyata Juan memutukanku dengan alasan nggak mutunya, Nggak cocok, beda pendapat dab bla bla. Itu alasan pembodohan.
Satu tahun kita pacaran layaknya pasangan umumnya berantem baikan, tapi nggak ada putus nyambung. Bisa-bisanya dia memutuskanku di saat kemarin saja kami nggak ada pertengkaran sama sekali.
Dia satu-satunya harapanku di usia 24 tahun, bahkan dia bilang mau melamarku tiga bulan lagi. Dan sekarang? dia memutuskanku? Gila emang dia.
"By, aku serius sama keputusan ini"
"Kasih aku alasan yang masuk akal biar bisa nerima keputusanmu. Seenggaknya bukan alasan yang asal comot dari Abg 14 tahunan!" Sindirku kesal, dan kulihat dia yang menghela napasnya panjang.
"Ayo ngomong!" Bentakku sudah tidak tahan lagi, jujur aku ingin menangis sekali diputuskan di saat aku sedang cinta-cintanya. Tapi aku menahanya demi harga diri seorang perempuan.
Dia masih diam, membuat otakku mendidih dengan pikiran negatif yang kini menghinggap di otakku, "Kenapa? lo selingkuh kan? sama siapa? atau lo bosen sama gue? gue kurang cantik? gue kurang boh..."
"Lo itu Aneh!"
Deg
Aku terdiam, ada sesuatu yang mengiris ulu hatiku ketika dia bilang begitu, dia mengatakan aku aneh? lalu kenapa selama ini dia betah pacaran dengan orang aneh sepertiku? Dasar sialan!
Aku mendongakan wajah, menatap kedua matanya dengan tajam. Kami saling bertatapan, "Lo itu aneh! Gila! Lo itu tergila sama orang plastik korea, ngejar-ngejar mereka yang jelas-jelas nggak bisa lo milikin. lo sama sekali nggak ada bedanya sama orang yang gila dan sakau! Teman-teman gue malu gue punya pacar kayak lo, apalagi gue!"
Sial! Kenapa dia menghina idolaku. Dia nggak tahu aja, gimana kekuatan seorang fangirl ketika idolanya dihina. Apalagi dia memutuskanku karena temanya. Kedua mataku sudah berkaca namun aku tetap nggak mau menetaskan air mata, harga diri dong.
"Oke kita putus! Gue juga nggak sudi pacaran sama cowok sok kegantengan kayak lo, sok paling bener, sok hidupnya paling sempurna. Kalau lo nurut sama temen lo! Kenapa kemarin-kemarin lo nggak pacaran aja sana sama temen-temen lo! Dasar belagu ganteng juga nggak! Muka aja kayak jempolanya Mingyu aja bangga lo! Mati sana lo!" Umpatku, aku udah nggak bisa nahan lagi semua amarah yang ada di otakku.
Aku nggak peduli dia marah atau apalah, meskipun sekarang dia tersenyum meledek ke arahku, aku bodo amat, yang penting semua unek-uneku sudah tersampaikan pada mantan pacarku, "Gue emang jelek, yang penting gue nggak oplas dan gue nyata. Nggak kayak lo cowok idaman halu lo! udah oplas nggak bisa dimilikin lagi!" Tuh lihat, Juan kalau udah tersinggung emang gitu, semua kekaleman yang dia tahan meledak semua.
Aku mendidih, jelas, seenaknya dia bilang Oppa ku Oplas, "Bodo amat! Biarin dia oplas yang penting dia terkenal dan kaya juga punya. Lah lo? Muka ngepres, kaya juga enggak, bakat lo playboy aja bangga. Dasar Virus minggir lo!" Aku terus saja mengumpat tak terima dan mendorong tubuhnya untuk pergi dari hadapanku.
"Pergi sana! Gue nggak butuh cowok yang ngejilat ludah temanya! Dasar sok sempurna!" Dia pergim dan ku tinggalkan umpatan untuknya yang tidak punya hati itu. Terserahlah dia memutuskanku karna keinginan temanya, tapi yang jelas sekarang aku tahu, kalau dia tipe cowok yang tidak punya prinsip dan pendirian, dan yang jelas dia tidak pernah menyukaiku apa adanya.