Chereads / ATNIL / Chapter 5 - KISAH KELIMA: DIMULAI

Chapter 5 - KISAH KELIMA: DIMULAI

Sekarang aku sedang terbaring di atas ranjang kamar tidurku. Menatap langit, namun pikiranku sedang memikirkan maksud dari Gadis-chan. Dia ingin membantuku mencipatakan harem-ku, dengan kandidat semua penghuni asrama ATNIL. Apa tujuan sebenarnya dan kenapa tiba-tiba dia ingin melakukan itu?

Lagu-lagu opening atau ending anime yang aku suka dari handphoneku berbunyi, menghilangkan keheningan di kamar. Membuat perasaanku lebih baik juga.

"Siapa yang akan menjadi heroine utamannya, ya?" gumamku mengaitkan dengan rute dari game galge. "Jangan-jangan, sebenarnya heroine utama-nya Gadis-chan?!"

Tiba-tiba, lagu dari handphoneku berhenti. Aku tahu itu adalah tandanya ada panggilan masuk atau ada pesan masuk. Tapi, karena berhentinya cukup lama sekali, jadi ini pasti ada panggilan masuk.

Saat aku melihat handphoneku, layar panggilan dari Kak Intan dapat kulihat. "Hallo, kak?"

(Hei, harusnya kau bilang 'konbawa',) balas Kak Intan.

"Konbawa," ucapku.

(Nah begitu, my kawai ototo.)

"Jadi, ada apa Ka- Onee-chan meneleponku?"

(Memangnya tidak boleh kalau aku menelopon adiknya?)

"Tentu saja boleh, sangat boleh sekali~! Makanya, aku menanyakan dengan keperluan apa kawai-Onee-chan meneloponku~?"

(Ihh, kenapa nadamu seperti itu? Apa kau sebenarnya jatuh cinta kepadaku? Maaf, mohon maaf sebesar-besarnya. Kita adalah keluarga, kita tidak mungkin memiliki hubungan seperti itu. Sekali lagi aku mohon maaf.)

"Tentu saja aku tahu itu!!" kesalku menaikkan nada bicaraku.

(Hahahah, maaf-maaf,) balasnya di seberang, tidak lupa dengan tawanya yang terdengar sedikit menjengkelkan. (Yah, aku hanya ingin menanyakan tentang keadaanmu di sana. Apa kau kesulitan mengurus asramanya? Apa kau akrab dengan mereka semua?)

"Untungnya aku dibantu oleh mereka, jadi tidak terlalu sulit. Kalau masalah akrab… kurasa aku butuh waktu agar diterima oleh semua."

(Yah, memang pastinya begitu di awal-awal. Jadi, jangan patah semangat dan buat mereka akrab denganmu.)

"Baiklah, Onee-chan."

(Kalau begitu, aku tutup. Oyasumi.)

"Oyasumi."

Setelah aku menyimpan kembali handphoneku dan memulai lagi musiknya. Pikiranku kembali ke masalahku tadi. Aku benar-benar terkejut, bisa-bisanya mendapatkan hal itu. Yah, memang, aku tinggal bersama dengan banyak perempuan, jadi wajar kalau kejadian harem bisa menimpaku. Tapi, aku tidak berpikir kalau mereka bisa sampai jatuh cinta kepadaku. Aku tidak sekeren hero-hero di anime.

Tiba-tiba, musik kembali berhenti cukup lama. Aku mengambil handphone, lalu melihat ada panggilan masuk dari Kak Intan. "Ada apa, Onee-chan?"

(Ah, aku lupa menanyakan sesuatu. Kau beneran pacaran sama Avira-chan?)

"Wow-wowww! Kau dengar dari siapa?!"

(Gadis-chan mengirimku foto kalian sedang bermesraan. Yah, aku senang sekali, adikku sudah dewasa. Itu pun kalau bukan karena Avira-chan terpaksa…)

Jadi dia mengirimnya ke Kak Intan!! Dasar, gadis aneh!!

"Tidak-tidak!! Kami tidak pacaran! Itu hanya foto aku dan Avira-san sedang mengobrol saja! Kami tersesat saat pulang sekolah!"

(Hahahaha, tentu saja aku tahu itu hanya candaan Gadis-chan. Mana mungkin adikku bisa mendapatkan gadis semanis Avira-chan, bahkan salah satu dari semua penghuni asrama. Tidak mungkin, seratus persen tidak mungkin! Hahahaha!)

Ribuan pedang menusuk jantungku, bahkan rasanya di bagian ujungnya terasa ada api yang membara. "Arghh… Aku tahu itu tidak mungkin, tapi jangan dikatakan terang-terangan begitu…"

(Hehhh, baru saja dikatain begitu sudah kesakitan. Apalagi nanti mengalami patah hati, pasti langsung mati di tempat! Hahahah!)

"Jadi… kau meneleponku kembali hanya untuk bilang begitu…?"

(Hahahah, maaf-maaf, kakakmu ini butuh hiburan setelah menghadapi pelajaran yang sulit dan melelahkan. Ehm, jadi, di antara mereka, siapa yang paling kau sukai?)

"Ke-Kenapa tiba-tiba tanya begituan?!"

(Sesuai dengan yang dikatakan Gadis-chan, kami akan membantumu untuk mendapatkan pacar. Tapi, kalau masih belum ada, kami bantu jadikan kau tokoh utama harem dulu, baru bantu mendekatkan heroine yang kau sukai.)

"Jadi… kalian bersetongkol…? Onee-chan, bukankah kau tidak suka dengan yang beginian?"

(Yah, aku terpaksa, karena ini demi adikku yang manis ini. Sebagai kakak, aku harus memikirkan masa depan adikku juga. Jadi, ada yang kau sukai?)

"A-Aku belum kepikiran…"

(Kalau begitu, rencana harem yang kita lakukan! Nah, besok, rencananya akan dimulai! Jadi, tunjukkan semua karismamu kepada mereka semua!)

***

Sekarang aku sedang duduk di kursi bis, dengan rasa kantuk yang berat. Ini akibat dari kakakku yang mengoceh semalaman tentang rencana harem-ku. Itu benar-benar hal yang sangat mengejutkan, padahal Kak Intan selalu marah kalau mengungkit hal berbau harem. Apa karena dia di sana kekurangan makanan bergizi? Apa karena tingkat stressnya tinggi sekali akibat pelajaran kuliah? Atau akibat hasutan dari Gadis-chan? Tapi, Kak Intan mengaku kalau itu rencana darinya.

"Rifki-kun, kau baik-baik saja?" tanya Avira-san yang duduk di sebelahku. "Kau melamun terus."

"Ah, ya… Aku hanya sedikit gugup, karena mulai sekarang aku sekolah di negara lain."

"Tenang saja, kau pasti bisa beradaptasi."

"Terima kasih."

Avira-san mengalihkan pandangannya, lalu entah kenapa menunjukkan gerak-gerak malu. "Ano… So-Soal makan siang… kau tunggu saja di taman."

"Eh, i-iya…" Aku pun jadi ikut-ikut malu.

Setelah bis yang kami tumpangi berhenti, kami beserta penumpang lain yang turun di sini pun turun. Kebanyakan murid-murid berseragam seperti Avira-san yang turun di sini. Kemudian, kami pun berjalan menuju sekolah. Selama di perjalanan, kami tidak bicara… lagi. Yah, mengingat pembicaraan kami sebelumnya, wajar saja kami tidak bicara. Terutama, aku… Aku benar-benar senang malu.

Singkatnya, kami sudah di gedung sekolah. Avira-san pergi menuju kelasnya, sedangkan aku pergi menuju toko sekolah, letaknya di dekat taman yang katanya biasa dijadikan tempat istirahat murid-murid. Sesampainya di sana, aku bisa melihat tokonya cukup besar sekali. Saat masuk, aku melihat banyak sekali perlengkapan alat tulis, buku, dan kebutuhan yang biasanya dibutuhkan murid saat mengerjakan tugas terpajang di etalase. Semua itu tersusun rapih dan sesuai kategori.

"Kita bertemu lagi, Rivalku!!"

Sontak aku langsung mengalihkan pandangku yang tadinya melihat perlengkapan menulis. Dari suaranya saja aku sudah bisa menebak siapa yang mengatakan hal itu. Siapa lagi kalau bukan shota kepala sekolan ini.

"Yosino, kenapa kau ada di sini?!" refleksku.

"Hm, tentu saja aku menunggu kedatanganmu." Yosino menarik pedang kayunya dari sarung di pinggang. "Kita akan tentukan, siapakah yang pantas mendapatkan armor yang terbuat dari sisik naga legendaris!!"

Alurnya berganti lagi?! Dan apa maksudnya dengan armor?!

"Bersiaplah!!"

Dengan penuh teriakan semangat, Yosino berlari ke arahku dengan pedang kayu yang sudah diangkat tinggi-tinggi. Mungkin aku bisa saja melakukan serangan seperti biasa, kalau saja rak etalase di kedua sisiku saling berjauhan lagi. Selain itu, aku sedang menggendong tas di punggung, jadi cukup sulit bergerak bebas. Jadi, aku memutuskan untuk meloncat ke belakang saat dia mengayunkan pedang kayu secara vertikal. Kemudian, dia menyerang lagi.

"Jangan lari, hadap-" Tiba-tiba dia jatuh ke depan, dengan tubuh bagian depannya yang terbentur, bahkan terdengar jelas suara tubrukan antara tubuh dan lantainya.

"… Kau baik-baik saja?" tanyaku refleks karena bingung dengan situasi mendadak ini.

"Hmph, kau hebat juga…" Dengan tubuh yang gemetar, dia berdiri dengan perlahan. "Serangan sihirmu hebat sekali, a-aku tidak menyadarinya."

"Huff, hmm… Terima kasih… Huff…" balasku menutup mulut, agar tidak terlihat menahan tawa.

Aku sebenarnya ingin tertawa, terlebih melihat wajah konyol Yosino yang memerah sambil menahan rasa sakitnya. Tapi, sebisa mungkin aku menahannya. Kalau aku tertawa, mungkin aku bisa langsung dikeluarkan dari sekolah ini.

"Kali ini, aku mengaku kalah. Di pertemuan selanjutnya, kau akan merasakan jurus pamungkasku. Bersiaplah…" terang Yosino sambil menahan rasa malu.

"Ah… Huff… A-Aku akan menunggungnya… Huff…" Aku benar-benar ingin tertawa keras.

"Ka-Kalau begitu, a-aku pergi!" Dengan jurus seribu langkahnya, dia pergi keluar toko.

Aku masih menahan tawaku, rasanya sakit sekali di perut. Padahal niatnya ingin menghentikan tawaku, tapi pikiranku tidak mendukung dengan memunculkan lagi ingatan ekpresi konyolnya itu.

"Ini dia hadiahmu, armor dari sisik naga legendaris."

"Waaa!!"

Seketika, tawaku hilang berkat kejutan dari orang di belakangku. Ternyata yang mengejutkanku adalah asissten Yosino, Felina-san. Dia memegang seragam yang masih di dalam plastik.

"Sejak kapan kau ada di sini?!" lanjut kagetku.

"Saat kalian melakukan pertarungan hebat itu."

"Be-Begitu… Oh iya, tadi kau bilang itu armor dari sisik naga legendaris?" tanyaku bingung sambil menunjuk seragam itu.

"Benar sekali," jawab Felina-san datar. "Kalau dari pemahaman manusia biasa, ini adalah seragam yang sudah Kepala Sekolah pesan untukmu."

"Eh, tapi, aku kan belum diukur."

"Tenang saja, kami punya data semua ukuranmu, jadi dijamin ini pas untukmu."

"Be-Begitu, ya…" Aku pun menerima seragam itu.

"Sebaiknya kau segera memakainya, karena bel jam pelajaran pertama akan segera dibunyikan. Ganti saja di ruangan sebelah, setelah itu datang ke ruang guru. Nanti, Suzumia-sensei akan mengatarmu ke kelas."

"Ah, iya, terima kasih! Oh iya, sampaikan juga terima kasihku kepada Yosino!" Aku pun langsung ke tempat ruang ganti yang dimaksud.

Selesai memakai seragam, aku langsung pergi memasuki gedung sekolah, tepatnya ruang guru. Untung saja Rain-san memberitahuku letaknya waktu itu, jadi aku tidak kesasar. Selama di lorong menuju ruang guru, aku menjadi pusat perhatian murid-murid yang ada. Mungkin karena mereka belum pernah melihatku, ditambah aku berjalan tergesa-gesa.

Setelah sampai di depan pintu ruang guru, aku menarik napas untuk mempersiapkan diri. Saat aku sudah siap, aku membuka pintunya. Aku bisa melihat banyak sekali guru-guru yang sedang sibuk melakukan aktifitas mereka. Lalu, salah satu guru berjalan mendekatiku. Dia seorang wanita berpakaian rapih putih, rok hitam selutut, kacamata bening, dan memakai sepatu tinggi merah yang membuat tingginya sama denganku.

"Apakah kau Rifki Kiki-kun?" tanyanya.

"Ah iya. Ano, apakah Anda Suzumia-sensei?"

"Benar sekali. Ah iya, Rifki-kun, kenapa kau memakai sepatu?"

Aku langsung melihat kakiku. Seketika, aku merasakan rasa malu yang luar biasa. Pantas saja aku jadi pusat perhatian murid-murid itu! Apakah ini karma karena aku menertawakan hal yang memalukan Yosino dan bukannya menolong?!

"Hahahaha," tawa maluku. "A-Aku lupa kalau di sini harus menggunakan sandal…"

"Kalau begitu cepat ganti. Aku tunggu di sini."

Setelah mengganti sepatuku dan kembali ke ruang guru, bel pun berbunyi. Kemudian, kami berjalan menuju ruang kelas yang akan aku tempati. Rasa gugup tiba-tiba menyerangku, aku kepikiran dengan cara memperkenalkan diri dengan baik di depan kelas nanti.

"Nah, Ibu akan masuk dulu. Nanti Ibu panggil." Suzumia-sensei pun memasuki ruang kelas.

Setelah mendengar tanda aku harus masuk, aku pun masuk. Seketika, aku merasakan tatapan dari semua murid. Ahhh, benar-benar membuatku semakin gugup.

"Na-Namaku Rifki Kiki, semuanya, salam kenal!" Aku langsung membungkukkan badanku.

"Nah, ibu harap kalian bisa berteman baik dengan Rifki-kun. Rifki-kun, kau duduk di sebelah Avira-san."

"Ah, iya!"

Aku pun berjalan menuju bangku tengah, tepatnya bangku sebelah Avira-san. Setelah aku duduk di bangkuku, Suzumia-sensei memulai pelajarannya.

"Syukurlah, kau bisa mengikuti pelajaran dari awal, Rifki-kun. Kupikir akan memakan waktu cukup lama," ucap Avira-san.

"Ah… ini karena kebetulan ada seragam yang pas dengan ukuranku, jadi cepat."

"Untuk ke depannya, mohon kerja samanya, Rifki-kun."

"Iya, aku juga, Avira-san."

Dengan begini, mungkin rute Avira-san dimulai.