Chereads / ATNIL / Chapter 8 - KISAH KEDELAPAN: PENGHUNI BARU

Chapter 8 - KISAH KEDELAPAN: PENGHUNI BARU

"Semuanya, kalian kedatangan teman baru lagi, tepatnya dua teman baru. Silahkan masuk, Airi-san, Toshiko-san," ucap Sensei sebelum memulai pelajaran.

Masuklah dua gadis teman kelas baru kami secara bersamaan. Satu berambut coklat kemerahan panjang, iris mata biru cerah, dan memasang wajah senyum ramah. Satu lagi rambut hitam sebahu, iris mata coklat gelap, tingginya terlihat lebih tinggi dari gadis sebelumnya, dan memasang wajah datar.

"Nah, silahkan perkenalkan diri kalian."

"Namaku Airi Yami. Semuanya, semoga kita bisa berteman dengan baik!" ucap ramah gadis berambut coklat kemerahan.

"Toshiko Kiyoko, salam kenal," ucap datar gadis rambut hitam.

"Airi-san, duduklah di bangku samping Rifki-kun. Dan Toshiko-san, duduk di bangku belakang Airi-san."

Aku pun langsung berdiri untuk memberitahukan kepada mereka berdua bahwa akulah Rifki-kun yang dimaksud Sensei. Mereka berdua berjalan ke arahku.

"Salam kenal, Rifki-kun," sapa Airi-san.

"Salam kenal, Airi-san," balasku.

Airi-san pun duduk di bangku sebelahku, sedangkan Toshiko-san melewatiku begitu saja tanpa menyapa dan langsung duduk di bangku belakang Airi-san. Setelah itu, pelajaran pun dimulai. Selama pelajaran, aku iseng melihat mereka berdua. Mereka berdua sama-sama memancarkan wajah serius menyimak pelajarannya. Sepertinya sifat keseriusan belajar mereka sama, sedangkan sifat sosial berlawanan.

Kemudian, waktu istirahat tiba. Seperti dugaanku, Airi-san langsung dikelilingi oleh para perempuan dan sebagian laki-laki. Terlihat kalau Airi-san senang sekali mengobrol dengan mereka, terbukti dari responnya yang ramah kepada mereka. Sedangkan Toshiko-san, berbanding balik dengan Airi-san. Tidak ada satu pun teman sekelas yang mendekatinya, malah dia asik sendiri membaca buku pelajaran. Memang seperti dugaanku yang memberikan kesan 'hawa tidak bersahabat' akan seperti itu.

"Bagaimana kalau Toshiko-chan dimasukkan ke dalam list harem-mu?"

"Hah!" kagetku. Aku langsung melihat ke belakangku, dapat dilihat Karuto duduk di bangku belakangku dengan pandangannya ke arah Toshiko-san. "Bentar, pertanyaan apa itu?"

"Tadi aku melihatmu memperhatikan dia. Sepertinya kau tertarik dengannya."

"Yah… kelihatannya dia kesulitan selama menulis pelajaran tadi, tapi dia tidak meminta tolong Airi-san. Bentar, dari tadi kau memperhatikan aku?! Menjijikan! Mati saja sana!"

"Aku masih normal!! Aku melakukan itu untuk membantu rencana harem-mu!!" protes keras Karuto. "Hei, gadis seperti dia harus diberikan serangan, bukan menunggu peluang diserang. Dengar, kau harus mendekatinya terlebih dahulu, jangan menunggu dia memberikan kode untuk didekati. Kalau dia enggan, terus berusaha dekati dia, nanti juga perlahan dia membuka hatinya," terang Karuto. "Jangan ragu, kau ingin menolongnya, kan?"

"Baiklah…" Aku pun berdiri dan berjalan mendekati Toshiko-san.

Toshiko-san masih terpaku dengan buku pelajarannya. Sepertinya dia tidak menyadari kedatanganku atau mengabaikanku. Aku pun melihat buku pelajarannya, ada beberapa coretan menimpa di beberapa tulisannya.

"Nih, penghapus," ucapku sambil menyodorkan penghapus. "Aku perhatikan dari tadi, kau terus saja mencoret catatanmu. Sebaiknya kau hapus coretan itu, supaya lebih enak dan gampang dibacanya."

"Tidak perlu," jawab Toshiki-san masih terpaku buku pelajarannya.

Benar-benar jawaban yang singkat sekali. Apa dia tidak menyadari ada keanehan dari perkataanku tadi? Apa dia tidak mempertanyakan kenapa aku memberinya penghapus atau mempertanyakan kenapa aku melihatnya terus? Jangan-jangan dia tidak keberatan kalau ada laki-laki menjadi stalker-nya.

"Kalau begitu untukmu saja, aku punya banyak." Aku pun menyimpan penghapusnya di atas meja. "Jadi kau bisa menghapus tulisan yang salah saat kau mencatat pelajaran nanti. Lebih efektif dibanding dicoret yang akan mengganggu, kan?" ucapku berusaha memancing perhatiannya.

"Terima kasih." Toshiko-san mengambil penghapus pemberianku.

"Airi-san, bagaimana kalau kami menemanimu keliling sekolah?" tanya salah satu perempuan yang tidak sengaja terdengar olehku.

"Terima kasih, kalau begitu tolong, ya," balas ramah Airi-san.

Lalu, Airi-san bersama dua perempuan di antara mereka berjalan ke luar kelas. Hal itu membuatku mendapatkan ide untuk mendekati Toshiko-san.

"Toshiko-san, bagaimana kalau aku temani kau keliling sekolah?" tawarku.

"Tidak perlu," balas Toshiko-san yang masih terpaku buku pelajarannya.

Entah angin apa yang membuatku mendapatkan ide aneh ini, tapi mungkin ini akan berhasil. "Kau yakin? Apa kau tahu di mana letak toilet perempuan? Akan sangat menyulitkan kalau tidak tahu, apalagi kalau tiba-tiba saat pelajaran berlangsung kau ingin ke sana dan tidak bisa meminta tolong kepada te-"

"Ayo, kita pergi," ucapnya datar sambil berdiri. Lalu, berjalan ke luar kelas.

"Hei, tunggu!"

***

Waktunya makan siang. Kebanyakan teman-teman sekelas langsung ke luar kelas, termasuk Toshiko-san. Sedangkan aku dan Avira-san memutuskan makan di kelas. Sebenarnya ini permintaanku, supaya presentasi aku bertemu Yosino kecil dan jarak toiletnya jadi dekat. Untuk sekarang, aku tidak ingin bertemu dengan dia atau bertarung dulu.

Kami sudah menempelkan meja kami, dengan posisi duduk berhadapan. "Boleh aku bergabung dengan kalian?" tanya Airi-san yang sudah berdiri di sampingku.

"Boleh," balas Avira-san.

Airi-san langsung mendorong mejanya dan menempelkannya di meja kami. Kemudian, dia meletakkan bekal miliknya di atas mejanya. Saat Airi-san membuka kotak bekalnya, aku bisa melihat beberapa daging dengan bumbu yang terlihat enak terjajar rapih dan nasi porsi kecil.

"Ini bekalmu, Kiki-kun."

"Terima kasih." Aku langsung menerima kotak bekal dari Avira.

"Hehhh, ternyata kalian pacaran," ucap tiba-tiba Airi-san.

"Kami tidak pacaran!!" protes kami.

"Jangan malu-malu begitu. Ah, sepertinya aku mengganggu, sebaiknya aku pindah tempat saja."

"A-Airi-san, ka-kau salah paham… A-Aku membuatkan bekal untuk Kiki-kun hanya sebagai tanda terima kasih…" protes malu Avira.

"Benarkah? Tapi kalian saling memanggil dengan nama depan. Sudah pasti kalian punya suatu hubungan yang spesial."

"Kami hanya berteman saja!" protesku.

Sedangkan Avira hanya menundukkan kepala dengan wajah yang merah sekali.

"Hahahah, maaf, aku malah menggoda kalian." Airi-san kembali duduk. "Panggil saja aku Yami, Avira. Ah, kau juga, Kiki."

Tiba-tiba aku merasakan getaran di saku celanaku. Aku langsung melihat handphone-ku. Sebuah pesan 'Apa kau akan memasukkan Airi-chan ke daftar harem-mu? Dasar playboy' dari Karuto.

"Seberapa niat dia ingin membantuku, sih?" gumamku.

***

Setelah waktunya pulang sekolah, aku langsung pulang karena mendapatkan pesan akan ada penghuni baru asrama. Kalau saat diurus oleh Kak Intan, penghuni baru bisa datang kapan saja untuk segera mendaftar di asrama. Karena aku di hari biasa sekolah, jadi aku pasang papan pengumuman agar mengirimkan pesan ke nomor handphone-ku dan datang sore hari, kecuali hari sabtu dan minggu.

Sekarang aku sudah di ruang depan rumahku, bersama Allyn dan Ruka yang kebetulan ingin berkunjung ke rumahku. Aku dan Ruka duduk di kursi, sedangkan Allyn berdiri di samping kursi tempat aku duduk layaknya pelayan.

"Memangnya nanti ada berapa penghuni baru?" tanya Ruka.

"Dari pesannya sepertinya tiga orang," jawabku. "Allyn, sebaiknya kau duduk saja."

"Ini sudah menjadi tugasku, Tuan," jawab Allyn. "Aku akan membuat teh." Allyn pun pergi ke dapur.

"Siapa nama mereka? Apa mereka masih pelajar?" tanya Ruka penasaran.

"Aku tidak menanyakannya, karena aku dapat pesannya saat pulang sekolah. Jadi, aku langsung pulang dan menyuruh mereka datang ke sini. Nanti juga kita akan tahu."

Lalu terdengar suara ketukan pintu. Hendak aku berdiri dan membuka pintu, tapi karena Allyn tiba-tiba berjalan menuju pintu aku kembali duduk. Kemudian masuklah tiga gadis, dua di antaranya tidak asing bagiku. Sedangkan satu lagi gadis kecil berambut pirang panjang, iris mata ungu, jaket kuning sedada bertudung lengan panjang, dan rok merah muda pendek.

"Yami, Toshiko-san?!" kagetku.

"Ah, Kiki! Kenapa kau ada di sini?" kaget Yami.

Mereka sudah duduk di kursi dan lima gelas berisi teh hangat tersimpan di atas meja. Ternyata Yami, Toshiko-san, dan gadis kecil itu adalah penghuni baru yang akan tinggal di asrama ini. Dan nama gadis kecil itu adalah Nanase Muse.

Langsung saja proses pembayaran dan pemberitahuan persyaratan untuk tinggal beserta peraturan asrama ini dilakukan. Mereka harus mengisi formulir tentang data pribadi mereka, termasuk alasan mereka memutuskan tinggal di asrama ini. Data itu hanya aku sebagai pengurus yang boleh tahu, sedangkan penghuni lain tidak boleh. Dan walau begitu, aku tidak boleh mempermasalahkan atau mengungkit masalah alasan yang bersifat sangat pribadi dari data itu. Tujuannya agar kenyamanan tinggal di asrama ini terjaga.

"Selamat datang di asrama ATNIL," sambutku. "Semoga kalian betah dan bisa berteman baik dengan semua penghuni lainnya."

"Tidak disangka, Kiki adalah pengurusnya. Kupikir pengurusnya perempuan juga," terang Yami.

"Aku juga tidak menyangka kalian berdua akan tinggal di asrama ini. Kalau begitu kita ke kamar kalian sambil kenalan dengan penghuni lainnya. Pertama-tama, perkenalkan, dia Haruka Tsukuyomi dan Allyn."

"Salam kenal, Toshiko-san, Airi-san, Nanase-san~" sapa Ruka. "Panggil saja aku Ruka~"

"Salam kenal," sapa datar Allyn. "Sebagai info tambahan, aku adalah maid Tuan Rifki Kiki. Jadi, aku hanya akan melayani Tuan Rifki Kiki saja."

"Nah, kita lanjut menemui yang lainnya."

Kami pun keluar. Di depan, aku bisa melihat Ruka terlihat akrab dengan Yami dan berusaha untuk mengajak bicara Toshiko-san yang berjalan di sampingnya. Allyn berjalan di sampingku dengan pandangan lurus ke depan dan raut wajah datar. Sedangkan gadis kecil bernama Nanase Muse berjalan di sampingku sambil memandangku dengan ekpresi tanda tanya.

"A-Ada apa, Na-Nanase-san?" tanyaku merasa tidak nyaman ditatap begitu.

"Panggil saja Muse~" balas Muse dengan nada manis. "Aku hanya penasaran, kenapa Onii-san bisa menjadi pengurus asrama khusus perempuan, padahal Onii-san laki-laki? Lalu, apa asrama ini milik Onii-san?"

"Yah… sebelumnya Ka- maksudku Onee-chan yang menjadi pengurus asrama ini, tapi karena dia harus melanjutkan belajarnya di negeriku, aku pun dipercayai mengurus asrama ini. Dia juga pemilik asrama ini."

"Berarti kalian orang kaya?!"

"Bi-Bisa dibilang begitu…"

Memang benar asrama ini milik Kak Intan, hasil beli dari uangnya sendiri. Tapi, aku tidak tahu uangnya dapat darimana. Setiap kali aku menanyakannya, dia akan mengatakan 'Ra-ha-si-a~'. Ayah dan Ibu juga tidak tahu tentang hal itu, bahkan tidak terlalu mempermasalahkannya. Aku belum pernah melihatnya kerja sambilan selama dia masih sekolah, apalagi meminta uang dengan jumlah besar ke ayah dan ibu. Sempat aku berpikir kalau uangnya dari pekerjaan… ehm, kotor. Tapi aku tidak pernah melihatnya pulang malam sekali dan sering di rumah.

Apa mungkin saat dia datang ke Jepang langsung mendapatkan pekerjaan, lalu mengumpulkan uangnya untuk membeli bangunan ini? Tapi, Kak Intan mendapatkan asrama ini sehari sebelum berangkat ke Jepang, terlebih alasan dia pergi ke Jepang adalah untuk memulai pekerjaannya menjadi pengurus asrama.

***

Setelah selesai memperkenalkan mereka kepada seluruh penghuni asrama lainnya. Kami pun makan malam, termasuk mereka bertiga. Suasana makan malam sebelum hidangan datang jadi ramai, karena kesibukan mereka berbicara dengan Yami dan Muse. Kalau saja hidangan makan malam tidak datang, pasti percakapan mereka berakhir besok pagi.

Sayangnya, Toshiko-san tidak sedekat mereka berdua dengan penghuni lain. Dia cuek sekali, bahkan setiap kali diajak bicara hanya dijawab sesingkat mungkin agar pembicaraan berakhir. Terlebih, dia seperti mengeluarkan aura untuk tidak mendekatinya. Walau begitu, aku tidak akan menyerah membuatnya akrab dengan semunya. Aku akan membantunya secara perlahan.

Selesai makan malam, aku langsung pergi ke kamar Hasegawa Naruka. Sebelumnya dia memintaku agar datang ke kamarnya setelah selesai makan malam. Katanya dia ingin meminta tolong kepadaku. Jadi, aku meminta izin datang telat untuk latihan drama menjadi anjing melalui pesan dan langsung ke kamar Naruka.

"Terima kasih sudah datang, Rifki-san," ucap Naruka.

"Ah, iya. Lalu, ada apa?"

Tiba-tiba dia memegang kedua tanganku, lalu mengangkatnya agar sejajar dengan dada sambil memasang wajah serius ke arahku. Berkat itu, aku langsung panik.

"Na-Naruka?! A-Apa yang-"

"Rifki-san, aku ingin meminta sesuatu kepadamu," ucap Naruka serius.

"A-Apa?"

"Rifki-san… aku…aku… sebenarnya, aku…"

Jantungku langsung berdetak sangat kencang sekali, bahkan rasanya ingin meledak.

"… ingin kau menjadi kakakku!"