Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The CEO's Secret Baby

Missrealitybites
2
Completed
--
NOT RATINGS
36.3k
Views
Synopsis
Andrew hanya punya waktu 6 bulan untuk hidup. Dokter memvonisnya dengan tumor otak yang sudah mencapai stadium lanjut. Karena tidak ingin mati sia-sia, ia kemudian memutuskan untuk mendonorkan organ-organnya. Tapi ia punya syarat, ingin memilih sendiri orang yang akan menerima jantungnya. Dari beberapa pasien daftar tunggu yang cocok dengannya, Andrew menemukan seorang gadis yang sudah keluar masuk rumah sakit seumur hidupnya karena terlahir dengan beberapa penyakit bawaan dan harus mendapatkan tidak hanya jantung, tetapi juga hati dan ginjal baru. Andrew memutuskan untuk menemui gadis itu dan melihat seperti apa dirinya. *** Cerita ini ditulis untuk mengikuti lomba menulis satu-bab dari Webnovel.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Andrew dan Milena

Andrew hanya punya waktu 6 bulan untuk hidup. Dokter memvonisnya dengan tumor otak yang sudah mencapai stadium lanjut. Karena tidak ingin mati sia-sia, ia kemudian memutuskan untuk mendonorkan organ-organnya. Tapi ia punya syarat, ingin memilih sendiri orang yang akan menerima jantungnya.

Dari beberapa pasien daftar tunggu yang cocok dengannya, Andrew menemukan seorang gadis yang sudah keluar masuk rumah sakit seumur hidupnya karena terlahir dengan beberapa penyakit bawaan dan harus mendapatkan tidak hanya jantung, tetapi juga hati dan ginjal baru. Andrew memutuskan untuk menemui gadis itu dan melihat seperti apa dirinya.

Milena adalah mahasiswa jurusan seni rupa yang kuliah sambil bekerja di toko buku serta memberi les piano. Orangtuanya meninggal kecelakaan lalu lintas 2 tahun lalu dan ia harus membiayai dirinya sendiri sejak saat itu. Ia tak pernah berharap lagi akan mendapat kesempatan operasi karena tidak memiliki uang.

Karena sadar bahwa ia bisa mati kapan saja, Milena menjalani hari-harinya dengan sepenuh hati. Andrew hampir tak percaya melihat gadis yang membutuhkan jantung, hati, dan ginjal baru itu tampak begitu bersemangat dan bahagia.

Ia sengaja mengatur seolah-olah bertemu Milena tanpa sengaja di toko buku tempatnya bekerja. Pura-pura tidak bisa bahasa Indonesia karena seumur hidupnya tinggal di luar negeri, Andrew meminta Milena menjadi penerjemah dan menemaninya mengelilingi kota Bandung, tempat kelahiran ibunya yang meninggal 5 tahun lalu.

Milena setuju karena Andrew akan membayarnya dengan pantas dan ia memang membutuhkan uang. Akhirnya selama sebulan Milena menemani Andrew di Bandung, kadang berkeliling ke berbagai tempat, kadang hanya sekadar makan dan ngobrol.

Kedekatan yang intens akhirnya membuat keduanya jatuh cinta. Milena menyembunyikan keadaannya yang sakit dan harus mendapatkan jantung, hati, dan ginjal baru agar bisa hidup sehat, ia takut Andrew akan pergi.

Sementara Andrew tentu saja tak mengatakan bahwa hidupnya tinggal 6 bulan lagi, dan ia sedang mencari tahu apakah Milena pantas mendapatkan jantung, hati, dan ginjalnya atau tidak.

Dan keadaan menjadi sulit bagi Andrew karena kemudian ia sadar bahwa ia belum siap untuk mati.

***

"Where do you see yourself in ten years?"

[Kamu ingin ada di mana sepuluh tahun dari sekarang?]

"Ah... that's the most typical interview question," jawab Milena ringan. "Try harder."

[Ah, itu pertanyaan wawancara paling tipikal. Coba lagi.]

"That's OK. Just answer me. Sepuluh tahun lagi kamu akan ada di mana?"

"Hmm... 10 tahun lagi aku akan ada di New York, Paris, London, mengadakan pameran lukisan-lukisanku. Aku akan keliling dunia dan menulis buku-buku tentang berbagai tempat yang kukunjungi. Aku akan punya studio sendiri dan melukis kapan pun aku mau. Aku akan mendirikan sekolah seni bagi anak-anak miskin. Mereka bisa belajar melukis, bermain musik, teater, menulis, dan lain-lain secara gratis. Kau tau kan Sung Bo dari Korea's Got Talent itu? Dia punya bakat tapi seumur hidupnya ia tak bisa mendapatkan pendidikan yang pantas. Lalu aku juga akan..."

Andrew terkesima mendengar Milena terus saja berbicara tentang mimpi-mimpinya, semua hal luar biasa yang ingin dilakukan gadis itu di masa depan.

Antusiasme gadis itu membuatnya tertegun.

Andrew sangat tahu bahwa Milena mungkin tidak akan hidup sampai tahun depan bila tidak juga mendapatkan jantung, hati, dan ginjalnya.

Ia mengangguk-angguk saat Milena menjabarkan rencana-rencananya dengan penuh semangat. Hingga akhirnya gadis itu tersadar bahwa ia sudah bicara terlalu banyak.

"Aduuh...aku ngomong terus. Sudah. Pokoknya kira-kira begitulah rencanaku...haha. Kalau kamu sendiri, di mana kamu 10 tahun dari sekarang?"

"Hmmm...10 tahun lagi? Aku akan ada di New York, Paris, London, melihat pameran lukisan-lukisanmu. Aku akan keliling dunia dan melihat sendiri berbagai tempat yang kaukunjungi dan kautulis di buku-bukumu. Aku akan sering ada di studiomu dan melihatmu melukis kapan pun aku mau... Lalu aku akan..."

Milena merengut.

"Yah...kamu meledek aku ya? Yang serius, di mana kamu 10 tahun dari sekarang, aku mau dengar rencana-rencanamu."

Andrew tersenyum tipis dan lalu menggeleng. "Aku... nggak punya rencana sama sekali."

Ia hanya ingin bersama Milena setelah ia mati.

Dengan menyerahkan jantung, hati, dan ginjalnya, ia akan dapat bersama gadis itu seumur hidupnya. Pikiran itu adalah satu-satunya penghiburan Andrew saat ia sedang sedih membayangkan kematiannya yang sudah mendekat.

"Milena, aku besok harus pulang ke Inggris. Semoga sukses dengan kuliahmu, ya. Aku sudah mentransfer fee untuk penerjemahan bulan ini..." kata Andrew kemudian.

Hatinya sangat sakit, karena ia harus mengucap selamat tinggal. Ia sudah dua bulan tinggal di hotel ini dan sudah saatnya pulang. Kalau ia menunggu lebih lama lagi, ia takut Milena bisa mengetahui penyakitnya.

Akhir-akhir ini ia sudah semakin sering sakit kepala dan melupakan banyak hal.

Kalau Milena mengetahui Andrew sedang sekarat akibat kanker otak dan mendonorkan semua organnya, ia mungkin tidak mau menerima jantung, hati, dan ginjal pemuda itu.

Andrew tidak boleh mengambil risiko.

"Oh... besok pulangnya? Kok tiba-tiba, Andy?" tanya Milena, tak dapat menyembunyikan kekecewaan dalam suaranya.

"Nggak tiba-tiba sih, aku kan sudah dua bulan di Bandung..." kata Andrew. "Cuti panjangku sudah habis. Aku harus kembali untuk mengurus perusahaan, karena partnerku perlu bantuan."

"Oh..." Milena menunduk sambil meremas-remas tangannya karena gelisah.

Andrew tak dapat menahan diri lagi, ia menyentuh tangan Milena untuk menghentikannya meremas tangan. "Kamu baik-baik ya di sini..."

"Kamu nggak akan kembali ke sini lagi?" tanya Milena pelan.

Andrew ingin sekali menggeleng, tetapi ia tak tega, akhirnya ia mengangguk, "Mungkin beberapa bulan lagi."

Hatinya berdesir saat melihat Milena tersenyum bahagia. Gadis ini adalah gadis paling cantik yang pernah dilihatnya. Senyumnya membuat seluruh tubuh Andrew seperti meleleh.

Tanpa sadar ia mendekatkan wajahnya ke wajah Milena, dan sebelum keduanya tergugah, ia telah mendaratkan ciuman lembut ke bibir gadis itu.

Saat bibir mereka bersentuhan, rasanya dunia Andrew berputar kembali, dan berputar hanya demi gadis itu.

Ia merangkul bahu Milena dan perasaan euphoria membimbing tangannya untuk mengelus dan menjelajahi tubuh gadis itu dalam rasa cinta yang sangat besar.

Milena membiarkannya dan malah terlihat seperti mengharapkan Andrew melakukan itu semua, di malam sebelum mereka berpisah.

Mereka berciuman lama sekali dan Milena pelan-pelan membuka kancing baju Andrew.

***

Milena sangat sedih karena sudah sebulan ia tak berhasil menghubungi Andrew. Ia tidak percaya pria itu pergi begitu saja setelah menidurinya dan tidak mau memberi kabar.

Pasti ada alasannya...

Andy bukan orang seperti itu... pikirnya getir.

***

Di sebuah rumah cantik di pedesaan Surrey, seorang pemuda duduk membaca di pekarangan rumahnya yang dipenuhi bunga-bunga begonia. Seorang perawat tampak menyiapkan makanan dan obat-obatan di sebuah nampan dan menaruhnya di meja di samping pemuda itu.

"Tuan Linden sudah datang, beliau menunggu di ruang tamu," kata perawat itu setelah selesai menyusun nampan.

Andrew menoleh dari bukunya dan mengerutkan kening, "Siapa itu Tuan Linden?"

"Dia sahabat Tuan."

"Oh..." Andrew mengangguk. Ia tahu bahwa penyakitnya sudah berada di stadium tingkat lanjut dan hanya tinggal menunggu waktu sampai ia melupakan semua orang. Ia meminum obatnya lalu berjalan masuk ke ruang tamu.

Di sofa telah duduk seorang pria berusia akhir 20-an yang mengenakan pakaian jas yang rapi.

"Hei... Tony... apa kabar?" sapa Andrew kepada sahabatnya.

"Baik. Aku mau melaporkan bahwa Milena sudah tiba di Inggris. Ia mengira mendapatkan beasiswa untuk sekolah seni di London dari sebuah perusahaan. Aku sudah mengatur dana perwalian untuk pendidikannya sampai lulus, dia tidak akan pernah tahu bahwa ini semua adalah pemberianmu."

"Milena? Siapa Milena?" tanya Andrew keheranan.

Tony tersenyum kecut. Ini sudah kali ketiga ia dan Andrew membahas tentang gadis yang ia cintai itu dan Andrew tidak mengingatnya. Seperti biasa ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto-foto dan video Milena.

Andrew menatap ponsel yang menampilkan wajah seorang gadis paling cantik yang pernah dilihatnya, dan seketika air mata mengalir ke pipinya.

Ia sudah ingat sekarang,

"Oh.. Terima kasih, Tony. Akan lebih mudah melakukan proses transplantasi di Inggris, jadi kita memang harus mencari alasan untuk membawanya ke London." Andrew mengangguk-angguk.

"Tapi dia berusaha mencarimu, Andy. Ia banyak menelepon ke perusahaan untuk menanyakan tentangmu. Aku bilang saja kami tidak mengenal orang bernama Andrew Miller di sana."

"Bagus. Aku tak ingin Milena mengetahui apa yang terjadi."

"Hmm..." Tony tampak gundah, "Menurutku dia harus tahu, suatu hari nanti. Tidak adil baginya kalau kau terus menyembunyikan kebenaran itu.. Bahwa kau tidak meninggalkannya. Kau justru memberinya kehidupan baru dengan menyumbangkan jantung, hati, dan ginjalmu.."

Andrew berpikir sejurus, kemudian ia mengangguk pelan, "Baiklah... kau bisa memberikan surat dariku kepada Milena, tiga tahun setelah transplantasi berhasil, dan ia sudah hidup bahagia. Aku akan menjelaskan semuanya."

Tony tampak lega mendengarnya.

Ia tidak rela bila Milena membenci Andrew dan menganggapnya sebagai pria brengsek yang meninggalkannya begitu saja, padahal justru Andrew berkorban demikian banyak bagi Milena.

***

Andrew meninggal seminggu kemudian, dan organ-organnya segera disumbangkan kepada para pasien yang membutuhkan. Milena sangat terkejut dan bersyukur karena ternyata begitu tiba di Inggris, ia segera mendapatkan prioritas untuk memperoleh transplantasi tiga organ sekaligus.

Setelah transplantasi berlangsung, Milena memerlukan waktu beberapa bulan untuk pemulihan dan memastikan tubuhnya tidak menolak organ-organ baru tersebut.

Setelah ia pulih sepenuhnya, Milena kembali melanjutkan studinya di sekolah seni di London, dengan beasiswa yang ia pikir dari sebuah perusahaan.

Ia masih merindukan Andrew dan terus berusaha mencarinya. Setelah kesehatannya pulih, ia sudah merasa percaya diri untuk mencintai pemuda itu.

Namun sayangnya, Andrew menghilang bagaikan ditelan bumi.

Milena hanya bisa menyimpan kerinduannya dalam hati dan memaksa diri untuk fokus pada studinya. Sebagai mahasiswa beasiswa ia tak boleh mengecewakan sponsornya.

***

TIGA TAHUN KEMUDIAN

Sebagai seorang pelukis muda yang dianggap genius, pameran karya-karya Milena di Jakarta mengundang banyak perhatian pengamat seni. Ini adalah pameran keduanya setelah di London.

Di malam pembukaan, ratusan orang sudah memadati galeri di bilangan Jakarta Pusat itu, membuat Milena merasa sangat terharu. Ia tak mengira ada sangat banyak pencinta seni di Indonesia yang menghargai pekerjaannya.

"Selamat malam, Nona Milena. Pamerannya sangat menarik," seorang pemuda berkebangsaan Eropa menghampirinya dengan senyum hangat. Ia bicara dalam bahasa Inggris beraksen London. Ah... mungkin orang ini dari Inggris?

"Terima kasih," Milena mengangguk dengan rendah hati.

"Hm... saya ada hadiah untuk Anda." Pria itu mengeluarkan secarik amplop dari saku jasnya dan menyerahkan kepada Milena yang keheranan. Ia lalu buru-buru minta diri sambil tersenyum.

"Eh... apa ini?" Milena yang keheranan membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya. Selembar surat. Ia membaca beberapa kalimat pertama dan seketika tubuhnya terhuyung....

Ia harus berpegangan ke tembok agar tidak jatuh. Dengan sekuat tenaga ia berjalan ke arah kursi terdekat dan duduk, menenangkan dadanya yang berdegup kencang.

Ia lalu membaca lagi isi suratnya.

"Dear Milena,

Apa kabar? Kalau kau membaca surat ini, berarti aku sudah tidak ada. Tiga tahun lalu saat aku menemuimu di Bandung, itu bukan kebetulan. Aku sudah didiagnosis dengan tumor otak stadium akhir yang tak bisa disembuhkan. Karenanya aku ingin menjadi orang yang berguna setidaknya bagi orang lain yang lebih layak hidup daripadaku.

Aku mengetahui bahwa kamu adalah satu-satunya pasien yang memiliki kecocokan dengan tiga organku, dan kamu sudah keluar masuk rumah sakit sejak kecil.

Aku nggak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup selama puluhan tahun dengan menanggung penyakit, seperti kamu. Aku ingin tahu bagaimana gadis yang akan menerima organ-organku, apakah dia layak atau tidak.. Apakah pengorbananku berguna atau tidak. Jadi aku sengaja datang ke Bandung dan pura-pura membutuhkan penerjemah untuk menjelajahi kota itu.

Saat aku mengenal kamu, aku menemukan bahwa ternyata kamu sangat sangat layak, Milena. Aku terkesima melihat keceriaan dan semangat hidupmu. Walaupun dengan segala keterbatasan, kamu nggak pernah menyerah. Kamu tetap menjalani hidup sepenuh hati. Aku sempat malu karena aku dulu gampang sekali menyerah karena penyakitku.

Aku kemudian jatuh cinta kepadamu, sangat sangat dalam... dan aku tahu diri, bahwa aku nggak mungkin bisa memilikimu karena umurku yang tidak lama lagi.

Tetapi aku sangat bahagia memikirkan bahwa setelah aku mati, aku akan tetap bisa bersama denganmu sebagai bagian dari dirimu.

Selama tiga tahun ini, aku telah bangun setiap pagi bersamamu, tidur setiap malam bersamamu, mengikuti semua ujianmu, pameran-pameranmu, menangis saat kamu menangis, dan tertawa saat kamu tertawa.

Aku ingin kamu bahagia.

Aku berharap kamu tidak sedih saat mengetahui kebenarannya. Aku sangat bahagia pernah ketemu kamu. Tetap semangat dan tetap jadi orang yang mengagumkan ya...

Ingat pembicaraan kita dulu?

Sepuluh tahun dari sejak kita terakhir bertemu, aku akan ada di New York, Paris, London, melihat pameran lukisan-lukisanmu. Aku akan keliling dunia dan melihat sendiri berbagai tempat yang kaukunjungi dan kautulis di buku-bukumu. Aku akan sering ada di studiomu dan melihatmu melukis kapan pun aku mau.

I love you, Milena.

Andrew."

Milena tak kuasa menahan air matanya yang mengalir deras, saat ia memeluk surat itu di dadanya.

.

**** TAMAT ****