Bara tiba di apartemennya. Bara segera melepaskan jas yang ia kenakan dan meletakkannya di sofa. Bara berjalan ke arah balkon sembari menggulung lengan kemejanya. Bara keluar dan memandangi gemerlap cahaya lampu kota di hadapannya. Bara memejamkan matanya sejenak. Mengingat momen pada saat dirinya hadir di hadapan dewan Direksi MG Group hari ini.
Semua mata tertuju padanya saat dia melangkah masuk ke dalam ruangan rapat dan memperkenalkan dirinya. Tidak semuanya suka dengan kehadirannya siang tadi. Bara tahu itu. Bara mendesah panjang. Pada saat dirinya memutuskan untuk mengikuti rapat hari ini, ia tahu, setelah itu dirinya sudah tidak bisa mundur lagi. Apa pun yang akan terjadi dia harus bisa menghadapinya.
"Ternyata diatas sini anginnya kencang," batin Bara.
Bara meresapi angin yang membelai wajahnya sambil kembali memejamkan matanya.
"Lu bisa masuk angin, kalo kelamaan bengong disitu," teriak seseorang dari balik punggung Bara.
Bara menoleh.
Kimmy sudah berada di belakangnya.
"Kayanya gue harus buru-buru ganti kode masuknya," sindir Bara yang melihat Kimmy sudah berada di dalam apartemennya.
"Coba aja, gue pasti bisa tahu lagi." Kimmy berjalan menghampiri Bara dan berdiri di sebelahnya.
Kimmy menatap pemandangan kota di hadapannya. Bara pun kembali memandangi pemandangan di hadapannya. Keduanya terdiam sambil memandangi gemerlap lampu ibukota yang seakan tidak pernah padam.
"Masuk ah, lama-lama dingin juga," ujar Kimmy setelah beberapa saat keduanya terdiam di balkon dan melangkah masuk ke dalam.
Bara mengikuti di belakangnya.
"Lu mau minum apa?" tanya Bara.
"Kopi."
"Lu yakin jam segini mau minum kopi?" Bara kembali bertanya. Mengingat waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam dan Kimmy meminta untuk dibuatkan kopi.
"Tenang aja, kopi udah ngga terlalu ngefek buat gue," sahut Kimmy santai.
Bara kemudian berjalan ke pantry dan membuatkan kopi untuk kimmy. Setelah selesai, Bara kembali menghampiri Kimmy dengan membawa secangkir kopi untuk Kimmy dan sebotol air mineral dingin untuk dirinya sendiri. Bara kemudian duduk di hadapan Kimmy. Kimmy menyesap kopi yang dibuatkan Bara untuknya.
"Pasti ada sesuatu, kan? Makanya lu malam-malam kesini." Bara menebak tujuan Kimmy yang tiba-tiba datang ke apartemennya.
"Gue mau ngajak lu ke Bali," terang Kimmy.
"Mau ngapain ke Bali?"
"Ya mau liburan, lah. Sekalian Pak Ketut katanya mau ketemu lagi sama lu."
"Ada apa emang? kok tiba-tiba Pak Ketut mau ketemu sama gue."
"Entahlah, dia cuma bilang mau ketemu sama lu. Lu ngga ada acara apa-apa kan sabtu nanti?"
"Ngga sih."
"Ya sudah kalau begitu, sabtu nanti kita ke Bali."
"Oke."
-----
Damar mendengarkan percakapan antara Kimmy dan Bara melalui komputer tangannya yang terhubung dengan ponsel Bara. Sejauh ini Bara belum menyadari jika ponselnya sudah dipasangi penyadap oleh Damar.
"Jadi weekend ini mereka berdua mau ke bali?" gumam Damar.
"Siapa yang mau ke Bali?" Pak Bima tiba-tiba muncul di ruangan Damar.
"Papa kira kamu sudah pulang, ternyata masih disini." Pak Bima berjalan mendekati meja kerja Damar.
Damar buru-buru menutup perangkat lunak yang dia gunakan untuk memata-mati Bara. Damar tidak ingin Pak Angga ataupun Pak Bima mengetahui jika dirinya memasang penyadap pada ponsel Bara.
Pak Bima kemudian berdiri di belakang Damar dan mengamati apa yang sedang Damar kerjakan. Layar komputer Damar kini sudah menampilkan laporan bulanan kinerja perusahaan.
"Masih banyak kerjaan Pa," ujar Damar singkat.
"Papa dengar, kamu sudah pernah bertemu Bara sebelumnya."
"Oh itu."
"Rasanya kamu ngga pernah cerita kalau kamu sudah bertemu Bara." Pak bima menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. Menunggu konfirmasi dari Damar.
"Setelah ngga sengaja ketemu Bara, saya banyak pekerjaan sampai lupa ngasih tahu Papa sama Eyang."
"Memang kamu ketemu dia dimana?"
Damar kemudian menceritakan awal mula dirinya bertemu dengan Bara. Namun Damar tetap tidak memberitahukan bahwa Bara selama ini menyamar sebagai Office Boy di kantor mereka.
"Saya boleh tanya sesuatu, Pa?" tanya Damar usai bercerita.
"Kamu mau tanya apa?"
"Kenapa Papa sama Eyang sepertinya merasa terancam dengan kehadiran Bara?"
Pak Bima terkejut dengan apa yang ditanyakan Damar.
"Kenapa kamu tanya begitu?"
"Sepertinya semenjak gosip soal kembalinya Bara sampai hari ini Bara hadir di rapat tadi siang, saya merasa Papa sama Eyang tidak suka dengan kehadiran Bara."
"Itu cuma perasaan kamu aja, kita semua tentu senang Bara sudah kembali. Eyang bahkan sudah merencakan untuk merayakan kembalinya Bara."
Damar memperhatikan bahasa tubuh Pak Bima ketika menjawab pernyataannya. Pak Bima nampak sedikit gugup menanggapi ucapannya.
"Papa pulang dulu, kamu jangan pulang terlalu larut," ucap Pak Bima sambil menepuk bahu Damar.
"Iya, Pa. Papa hati-hati dijalan."
Pak Bima kemudian berjalan meninggalkan ruangan Damar. Dirinya merasa sedikit tidak enak dengan apa yang dikatakan Damar. Namun apa yang dia dan Pak Angga lakukan semuanya adalah untuk memastikan masa depan keluarga mereka dan masa depan Damar untuk menjadi penerus MG Group.
Seusai rapat tadi siang, Pak Angga tidak mampu menahan amarahnya. Dia kembali ke ruangannya dan melemparkan apa saja yang ada di hadapannya. Pak Bima yang mengikutinya hanya bisa terdiam menyaksikan Pak Angga meluapkan kemarahannya.
"Kenapa anak sialan itu bisa muncul disini?" teriak Pak Angga sambil menggebrak meja kerjanya.
"Jadi apa rencana Papa selanjutnya?" tanya Pak Bima.
"Kita tidak boleh bertindak sembarangan, kita tidak bisa langsung menyentuhnya, kamu cari tahu orang-orang yang dekat dengannya."
"Bagaimana dengan Kimmy. Kimmy sepertinya sangat dekat dengan Bara."
"Untuk apa kamu khawatir sama dia, toh dia bukan anak kamu, dia ada di keluarga ini hanya karena rasa cinta kamu yang berlebihan untuk istrimu meskipun kamu tahu dia sudah mengkhianati kamu, setelah istrimu tiada, kamu tidak punya kewajiban apa pun untuknya," ucap Pak Angga dingin.
Pak Bima terdiam mendengar ucapan Pak Angga. Tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakan Pak Angga. Namun Pak Bima tidak bisa begitu saja mengabaikan Kimmy. Setiap kali dia melihat Kimmy, dia selalu teringat dengan mendiang istri yang sangat dicintainya itu.
Hanya ketika menatap mata Kimmy, Pak Bima merasakan kebencian yang amat sangat. Saat memandang mata Kimmy, ia teringat dengan pengkhianatan yang sudah dilakukan oleh Istrinya. Meski sampai akhir hayatnya, Istrinya selalu meyakinkannya bahwa ia tidak pernah mengkhianati dirinya.
"Tujuan kita menjadikan Damar sebagai satu-satunya calon penerus MG group," ucap Pak Angga dengan penuh keyakinan.
"Bagaimana dengan Damar? Saya dengar Damar juga sudah bertemu Bara sebelumnya. Bagaimana jika Damar kembali dekat dengan Bara? Papa kan juga tahu mereka bertiga dulu sangat dekat," ujar Pak Bima.
"Pastikan Damar selalu ada di pihak kita, beberapa bulan lagi akan ada pemilihan CEO baru. Saya akan pastikan Damar yang akan terpilih, kita sudah sejauh ini, jangan sampai ada yang menghalangi rencana kita."
Pak bima hanya menganggukkan kepalanya. Jika menyangkut masa depan Damar, Pak Bima tidak ragu untuk melakukan apa pun.
***
Sabtu pagi, Kimmy sudah menjemput Bara di apartemennya. Keduanya kemudian segera menuju bandara Halim Perdana Kusuma. Bara terperangah begitu keduanya tiba disana. Bukan menggunakan pesawat terbang komersial, mereka akan ke Bali menggunakan pesawat jet pribadi.
"Ngga usah kaya orang norak deh," sindir Kimmy yang melihat Bara melongo.
"Seumur-umur naik pesawat aja gue ngga pernah, sekarang tahu-tahu naik pesawat pribadi," ujar Bara.
"Sekarang lu bahkan bisa bolak-balik ke Bali setiap hari," seloroh Kimmy sambil tertawa.
Mereka berdua kemudian melangkah masuk ke dalam pesawat. Setelah perjalanan udara selama hampir dua jam, akhirnya Pilot mengumumkan pesawat akan segera mendarat di pulau Bali. Begitu pesawat sudah mendarat, mereka segera menuju galeri seni milik Pak Ketut.
"Selamat datang!" Pak Ketut terlihat gembira menyambut kedatangan Bara dan Kimmy di galeri miliknya.
"Saya senang sekali kalian berdua akhirnya datang. Ayo, kita ke belakang dulu, kalian pasti capek kan?" Pak ketut membawa keduanya ke halaman belakang galeri miliknya.
Pada halaman belakang galeri tersebut ada sebuah gasebo yang biasa digunakan Pak Ketut untuk bersantai. Gasebo tersebut dikelilingi pohon kamboja besar dan beberapa kolam-kolam kecil berisi bunga teratai. Suasana gasebo terasa semakin asri dengan hadirnya hiasan bambu yang mengeluarkan suara seperti musik ketika sedang ditiup angin.
"Ademnya, bisa-bisa saya ketiduran disini," ucap Kimmy sambil bersandar pada salah satu pilar gasebo.
"Santai saja kalau disini, saya juga sering ketiduran disini," sahut Pak Ketut.
Seorang Pegawai Pak Ketut datang membawakan teh dan beberapa makanan ringan.
"Silahkan, silahkan. Ngga usah sungkan kalau sama saya." Pak Ketut mempersilahkan Bara dan Kimmy untuk menikmati makanan ringan yang disajikan.
Bara mengambil cangkir tehnya dan menyesap teh yang disajikan Pak Ketut.
"Ini teh apa, Pak?" tanya Bara ketika selesai menyesap teh miliknya. Bara merasa, rasa teh yang disajikan sangat unik. Rasanya tidak terlalu manis dan sedikit beraroma beras.
"Itu teh beras merah, kamu suka?" jawab Pak Ketut.
"Ini pertama kalinya saya minum teh tapi aromanya seperti beras, tapi saya suka karena ngga terlalu manis."
"Mamamu selalu minta dibuatkan teh itu setiap kali main kesini."
"Ngomong-ngomong, Pak. Ada apa Bapak tiba-tiba minta kita berdua kesini?" Kimmy tiba-tiba menyela.
"Kamu ini, selalu saja terburu-buru, santai dulu lah," timpal Pak Ketut.
"Saya kan penasaran," sahut Kimmy
"Tunggu sebentar, saya ambil sesuatu dulu di dalam."
Pak Ketut kemudian kembali masuk ke dalam galerinya. Beberapa saat kemudian, Pak Ketut kembali sambil membawa sebuah lukisan.
"Nah, saya mau kasih ini untuk Bara." Pak Ketut memberikan lukisan yang dibawanya kepada Bara. Bara menerima lukisan yang diberikan Pak Ketut. Lukisan tersebut merupakan lukisan abstrak yang jika diperhatikan membentuk beberapa topeng ekspresi manusia
"Dan juga ini." Pak Ketut mengeluarkan sebuah amplop dari saku bajunya dan menyodorkannya kepada Bara.
"Lukisan dan surat tersebut, keduanya adalah pemberian Mamamu," terang Pak Ketut.
"Ini semua dari Tante Rania, Pak?" tanya Kimmy keheranan. Sementara itu, Bara terdiam memandangi lukisan dan surat yang diberikan padanya.
"Sepertinya Rania sudah mempunyai firasat tentang hidupnya, tidak lama setelah menitipkan ini--" Pak ketut terdiam. Tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
Kali ini Kimmy ikut terdiam.
"Tante Rania memberikan ini sebelum kecelakaan?" Pertanyaan itu muncul di benak Kimmy. Namun dia tidak sanggup mengutarakannya karena merasa tidak enak dengan Bara jika harus membahas kecelakaan yang merenggut kedua orang tuanya.
"Dibacanya nanti saja." Pak ketut menghalangi Bara yang akan membuka surat peninggalan Ibunya.
Bara menuruti ucapan Pak Ketut dan memasukkan surat tersebut ke saku jaketnya.
"Kalau buat saya ada titipan juga ngga, Pak?" Canda kimmy untuk memecahkan suasana yang tiba-tiba terasa muram.
"Kalau buat kamu, kamu pilih saja sendiri yang kamu mau di dalam."
"Benar ya, saya bakal pilih lukisan bapak yang paling mahal loh," canda Kimmy.
"Silahkan, saya tinggal tagihkan ke si Haryo," ucap Pak Ketut sambil tertawa.
Sisa siang itu mereka habiskan dengan berbincang-bincang ringan. Pak Ketut juga sedikit bercerita tentang Ibunda Bara yang ternyata pernah belajar melukis padanya. Saking asyiknya mereka mengobrol, mereka bertiga sampai tidak menyadari waktu yang sudah beranjak sore. Bara dan Kimmy akhirnya berpamitan pada Pak Ketut.
"Tunggu sebentar disini ya," ucap pak ketut ketika sudah mengantar Bara dan Kimmy keluar. Tidak lama kemudian, Pak Ketut kembali dengan membawa sebuah pot berisi tanaman bunga Wijaya Kusuma.
"Nah, si Ratu Malam ini cocok buat kamu," ujar Pak Ketut seraya memberikan pot bunga berisi bunga pada Kimmy.
"Ratu Malam?" ucap Kimmy penuh tanya.
"Bunga ini mekar di waktu malam. Sekitar dini hari dia baru mekar. Kamu kan suka bergadang, siapa tahu kamu beruntung bisa lihat dia mekar, kata orang-orang kalau bisa lihat bunga ini mekar, kamu bakal dapat hoki," terang Pak ketut sambil mengerling pada Kimmy ketika menyebut kata hoki.
Kimmy menerima bunga pemberian Pak Ketut.
"Oh iya, saat mekar, bunga ini sangat cantik, sama seperti kamu."
"Bapak bisa aja." Kimmy tersipu dengan apa yang dikatakan Pak Ketut.
Bara dan Kimmy akhirnya berpamitan dan pergi meninggalkan galeri Pak Ketut. Pak Ketut memandangi mobil keduanya yang pergi meninggalkan pelataran galeri miliknya. Pak Ketut menghela napasnya seolah sebuah beban berat sudah diangkat dari bahunya.
"Biarlah kebenaran yang akan mencari jalannya sendiri," batin Pak Ketut.
***
Setelah bersantai sambil berkeliling menikmati karya seni yang ada di galeri milik Pak Ketut, Bara dan Kimmy beristirahat di villa milik Pak Haryo yang berada di kawasan Pecatu. Villa milik Pak Haryo terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan utamanya adalah sebuah villa dua lantai yang berada di tengah area tersebut. Di sekitar bangunan utama terdapat kamar, ruang perpustakaan mini dan juga tempat untuk olahraga.
Pada bagian tengah area villa tersebut terdapat sebuah kolam renang dan area hijau yang luas. Bangunan Villa didominasi dengan dinding kaca agar bisa langsung menikmati keindahan laut di kejauhan. Kimmy meminta Bara untuk menempati kamar yang berada di lantai dua bangunan utama, sementara dirinya akan menempati kamar yang berada di luar bangunan utama.
Bara tiba di kamarnya di lantai dua. Bara memandangi lautan di hadapannya.
"Kapan ya gue ngerasa sedamai ini?" tanya Bara pada dirinya sendiri.
Bara kemudian merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan surat yang tadi siang diberikan Pak Ketut. Bara duduk di kursi santai yang menghadap ke jendela dan mulai membuka suratnya. Bara terkejut begitu melihat isi surat yang diberikan padanya. Didalam surat tersebut hanya bertuliskan nama sebuah hotel dan beberapa deret angka serta sebuah kunci kecil. Bara menduga angka-angka tersebut digunakan untuk membuka sebuah kotak penyimpanan.
"Ini apa lagi?" batin bara.
****
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis Bara.
Karya asli hanya tersedia di Platform Webnovel.