Bara membuka matanya. Mengamati sekitarnya. Jelas ini bukan di apartemennya. Ingatannya melayang saat dia perlahan merasakan lantai apartemen yang berputar di bawah kakinya, setelah itu ia mendengar derap langkah Kimmy yang menghampirinya, selanjutnya gelap. Kemudian sayup-sayup dia mendengar percakapan Kimmy dengan seorang pria di dalam mobil, setelahnya, dia tidak tahu lagi apa yang terjadi.
"Lu udah bangun?" tanya seseorang dari samping tempat tidur tempat Bara berbaring saat ini.
Bara menoleh. Damar sedang duduk di kursi yang berada di samping tempat tidurnya sambil memainkan ponselnya.
"Heran, kenapa gue ada disini?" Damar kembali bertanya.
Damar mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Ngomong-ngomong gue harus panggil lu Bara atau Ranu?" kali ini Damar bertanya seraya menatap Bara lekat-lekat.
Bara semakin terkejut dengan pertanyaan yang diajukan Damar barusan. Bara berusaha bangkit dari tidurnya. Damar yang melihatnya segera bangun dari kursinya dan membantu Bara untuk duduk di tempat tidurnya.
"Sejak kapan lu tahu?" tanya Bara begitu berhasil duduk dengan bantuan Damar.
"Well, sejak kapan ya?" Damar pura-pura berpikir sambil memainkan jari di pelipisnya. Damar kemudian berhenti mengetuk-ngetuk pelipisnya.
"Yang pasti sebelum gue nganter lu kesini, gue udah tahu," jawab Damar.
Bara terdiam menatap Damar. Tidak ada ekspresi terkejut yang ditunjukkan Damar. Seolah dia memang sudah tahu tentang dirinya selama ini.
"Lu harus tetap panggil gue Ranu kalau kita lagi di kantor." Hanya kata-kata itu yang bisa Bara ucapkan pada Damar. Dugaan Bara selama ini benar, Damar sudah mengetahui jati dirinya.
"Lu tenang aja, ngomong-ngomong gue senang akhirnya kita bisa ketemu lagi sebagai keluarga." Damar menepuk bahu Bara.
Kimmy tiba-tiba masuk ke dalam kamar rawat Bara. "Lu udah sadar?" Kimmy bertanya sambil berjalan mendekati tempat tidur Bara.
"Udah lama ya kita ngga kumpul bertiga begini," timpal Damar.
Kimmy dan Bara kompak menatap damar.
"Emang bener, kan? Kalian kenapa jadi ngeliatin gue kaya begitu?" tanya Damar yang keheranan dengan tatapan yang diberikan Bara dan Kimmy.
"Gue ga tau harus ngomong apa, tapi gue juga senang akhirnya kita bertiga bisa ketemu," sahut Bara.
"Gue harap kita bisa seperti dulu lagi," ujar Damar.
"Gue juga berharap begitu," ucap Kimmy sambil menatap Damar dan Bara bergantian.
Mereka bertiga kemudian saling tertawa satu sama lain. Bara tertawa sambil menahan sakit yang terasa pada perutnya. Meski begitu hatinya merasa lega mereka bertiga akhirnya bisa bertemu. Dan dia tidak perlu lagi menyembunyikan jati dirinya dari Damar.
-----
Pak Haryo menyaksikan pertemuan antara Damar, Kimmy dan Bara melalui jendela kecil yang ada di pintu kamar rawat Bara. Perasaan hangat membanjiri hatinya. Di mata Pak Haryo, mereka tetaplah anak-anak yang sama seperti dulu.
"Saya ndak tega, kalau diantara mereka ada yang terluka lagi, mereka bertiga sudah cukup menderita selama ini," ucap Pak Haryo pada Asistennya yang berdiri di sebelahnya.
"Mari, Pak. Bapak sudah ditunggu Dokter," ajak Asisten Pak Haryo.
Pak Haryo hanya menganggukkan kepala dan segera berjalan menuju ruang Dokter. Asistennya mengikuti berjalan di belakang Pak Haryo.
***
Pak ardan mengamati keadaan di sekitarnya. Sudah beberapa hari dia terjebak di ruangan tempatnya berada saat ini. Dia mengamati jejak darahnya di lantai.
"Orang tua itu memang bukan manusia" umpat Pak Ardan di dalam hati.
Dia ingat jelas segala caci maki yang dilontarkan pria tua itu pada dirinya sembari terus memukulinya dengan menggunakan tongkat pemukul golf. Kalau bukan karena Bang Ojal yang menahannya, mungkin saat ini dirinya sudah membusuk sebagai mayat yang entah akan dibuang dimana.
"Gue harus kasih tau Bara, sebelum gue mati sia-sia disini," pikir Pak Ardan.
Pak Ardan segera memikirkan cara agar bisa melarikan diri. Di balik pintu ruangannya pasti banyak preman yang sedang menjaga tempat tersebut. Ditambah dia tidak tahu dimana dirinya saat ini berada. Samar-samar Pak Ardan melihat ada sesuatu yang diselipkan melalui celah pintu. Pak Ardan segera mendekat ke pintu dan mengambil secarik kertas dari celah pintu tersebut.
"Bersiap sebentar lagi." Pak Ardan membaca pesan pada kertas yang baru saja ia ambil.
Pak Ardan keheranan dengan isi pesan tersebut. Tidak lama kemudian, Pak Ardan mendengar seperti ada keributan dari balik pintu. Pak Ardan mencoba mendekatkan telinganya pada daun pintu untuk mencari tahu ada apa di balik sana. Tiba-tiba pintu tersebut terbuka. Pak Ardan panik, karena yang membuka pintu itu adalah Bang Ojal.
"Buruan keluar!" sergah Bang Ojal.
"Ini ada apa, Bang? Saya mau dibawa kemana?" tanya Pak Ardan ketakutan.
"Udah lu ngga usah banyak tanya." Bang Ojal segera menarik keluar Pak Ardan dari ruangannya.
Bang ojal membawa Pak Ardan keluar sambil terburu-buru. Sambil berjalan cepat, Pak Ardan memperhatikan tempatnya disekap selama beberapa ini. Ternyata ini adalah sebuah villa mewah di tengah pegunungan. Bang Ojal membawa Pak Ardan keluar melalui pintu belakang villa.
Mereka kemudian mengendap-endap diantara pepohonan pinus yang mengelilingi villa tersebut sampai akhirnya mereka tiba sebuah jalan setapak yang sepertinya mengarah ke area pemukiman penduduk. Bang Ojal kemudian menghentikan langkahnya.
"Kok kita berhenti bang?" tanya Pak Ardan keheranan. Ada sedikit ketakutan pada diri Pak Ardan begitu bang ojal menghentikan langkahnya. Takut-takut dirinya akan dihabisi saat itu juga. Bang Ojal diam dan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Pak Ardan. Matanya terus mengawasi ke jalan setapak, seolah sedang menantikan sesuatu muncul dari jalan setapak tersebut. Dari kejauhan terdengar deru mesin motor yang semakin mendekat ke arah mereka. Tidak berapa lama, muncul sebuah motor dan berhenti tepat di depan mereka.
"Lama banget lu," gerutu Bang Ojal begitu pengendara motor tersebut berhenti di depannya.
"Cepat naik!" Bang Ojal menyuruh Pak Ardan untuk segera naik ke motor tersebut. Tanpa banyak bertanya Pak Ardan segera menuruti perintah Bang Ojal.
"Salam buat Pak tua, gue kangen maen catur sama dia," ucap Bang Ojal pada pengendara motor tersebut.
Pengendara itu hanya mengacungkan jempolnya dan segera kembali menyalakan motornya kemudian pergi meninggalkan Bang Ojal. Pak Ardan menengok ke belakang dan melihat Bang Ojal yang sedang memperhatikan motor yang ditumpanginya pergi menjauh. Di belakang Bang Ojal ada asap tebal membumbung dari arah villa tempat Pak Ardan sebelumnya disekap.
***
"Kamu sementara harus dirawat dulu di sini," ucap Pak Haryo pada Bara.
Sebelum menengok Bara di ruangannya, Pak Haryo terlebih dahulu menemui dokter yang memeriksa Bara untuk mengetahui keadaannya. Bara hanya pasrah mendengar ucapan pak haryo yang mengatakan dirinya harus kembali menjalani perawatan di rumah sakit.
"Lemah banget sih lu, Bara," umpat Bara pada dirinya sendiri.
"Besok pagi tim Dokter akan melakukan observasi sebelum memutuskan apakah kamu perlu di operasi atau tidak," lanjut Pak Haryo.
"Operasi?" Kimmy terkejut mendengar kata operasi.
"Ya ini karena bekas luka dalam kamu tempo hari kembali bermasalah akibat pukulan yang kamu terima kemarin," terang Pak Haryo pada Bara.
"Lu habis ribut sama orang?" tanya Kimmy pada Bara.
"Ya bisa dibilang begitu," Bara hanya menjawab sekenanya.
"Pasti urusan cewe," Damar menimpali dan melirik Bara.
"Ngga, gue cuma belain karyawan kantor yang berantem sama orang," Bara berusaha membela diri.
"Iya, pasti karyawannya cewe. Iya, kan?" Damar mulai menggoda bara.
"Serius Bara?" tanya Kimmy sambil menahan tawanya.
"Mukanya merah, berarti bener," Damar menunjuk wajah Bara yang bersemu merah.
Damar dan Kimmy sontak tertawa bersama melihat wajah Bara yang merah padam. Pak Haryo yang menyaksikan pun menjadi ikut tertawa melihat Bara yang terdiam salah tingkah.
"Besok-besok, kalau mau belain karyawan kantor panggil gue," goda Damar sambil menepuk bahu Bara.
Bara hanya bergumam menanggapi ucapan damar.
"Puas lu berdua?" ucap Bara pada Damar dan Kimmy.
"Puas." Kimmy membalas ucapan Bara sambil mengelap air matanya akibat tertawa terbahak.
"Ngomong-ngomong kalian berdua ndak ada jadwal untuk besok?" tiba-tiba Pak Haryo bertanya pada Damar dan Kimmy.
"Oh iya, besok pagi saya ada janji ketemu sama Mister Park," jawab Damar.
"Mister Park yang mau kamu ajak kolaborasi untuk design hotel kita yang baru di bali?" Pak Haryo kembali bertanya pada damar.
"Iya, Eyang."
"k8alau begitu kamu ndak boleh telat. Saya dengar Mister Park itu ketat sekali sama waktu, kalau kamu Kim?"
"Besok ada undangan untuk jadi narasumber di stasiun TV," jawab Kimmy.
"Kalau begitu kalian pulang dulu saja. Istirahat. Ini sudah lewat tengah malam," ujar Pak Haryo mengingatkan Damar dan Kimmy.
"Iya Eyang," sahut Damar dan Kimmy bersamaan.
"Ya udah, gue pulang dulu, besok gue kesini lagi." Kimmy berpamitan pada Bara.
"Gue juga." Damar ikut menimpali ucapan Kimmy.
"Makasih, ya." Ucap Bara pada keduanya.
"Kalau gitu, kita berdua pamit Eyang," Kimmy berpamitan pada Pak Haryo dan mencium tangannya. Damar mengikuti Kimmy. Keduanya kemudian berjalan keluar bersama.
Bara memandangi damar dan kimmy yang berjalan keluar bersamaan. Sepertinya setelah malam ini hubungan mereka bertiga akan semakin membaik.
***
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis Bara.
Karya asli hanya tersedia di Platform Webnovel.