"Mungkinkah dia seorang vampir? Bukankah vampir kulitnya putih pucat?" Tom berkomentar seperti tidak memiliki leher sebelunya. Hampir saja Earl memukul kepalanya karena kesal.
"Tom, berhentilah mengada-ada. Aku sedang berkonsentrasi disini." Tegur Duke yang ikut kesal dengan ocehan Tom. Ia melemparkan gumpalan kertas pada Tom dan berakhir delikan sengit dari Earl.
"Ini pertama kalinya aku mendeskripsikan seorang pria. Tapi kurasa wajahnya tampan seperti artis." Dan kali ini Earl kembali berkata hal konyol. Finni dan kedua rekan timnya yang lain hanya bisa menggeleng sambil memijat pelipisnya kuat.
"Earl, setelah ini berendamlah dengan air hangat. Kurasa kau butuh menenangkan pikiranmu dulu." Ucap Finni khawatir jika kepala Earl sungguh habis terbentur sesuatu.
Finni takut, okay? Sebenarnya percakapan konyol macam apa ini yang ia dengarkan. Arthur berwajah seperti artis? Oh yang benar saja! Haruskah agenda malam ini menonton acara televisi untuk mencari ciri-ciri itu? Sungguh Earl. Dunia sungguh jungkir balik.
"Warna matanya berwana hitam pekat. Perawakannya tidak lebih seperti orang Swedia. Tetapi ia tidak memiliki bintik hitam di pipinya layaknya seorang kulit putih Swedia pada umumnya. Dan yang terpenting... dia mampu menahanku dengan tangan kosong." Ujar Earl dengan ekspresi mengeras.
Jujur saja ia tidak terima bahwa Arthur ternyata jago dalam hal bela diri. Yah, walaupun memang pada dasarnya Earl sedang tidak fokus saat itu. Tidak mungkin juga ia bercerita bahwa ia kalah karena kedapatan seperti tikus kecil bodoh yang masuk ke dalam perangkap. Memalukan sekali.
Duke memegang dagunya dan berpikir.
"Berbahaya jika berhadapan dengannya sendiri. Apakah ada keterampilan lain yang kau ketahui Earl?" Tanyanya takut jika Arthur ternyata master bela diri atau bisa kungfu dan semacamnya. Memikirkannya saja sudah membuat sakit kepala.
"Tidak ada. Tapi jika dia mampu menahanku, aku rasa itu sudah cukup membuat kita kerepotan." Ucap Earl seperti membanting kenyataan pahit di hadapan rekan timnya.
Semua mengangguk mengerti. Arthur adalah pria misterius dengan kemampuan diatas rata-rata mereka. Jika refleks terhebat seperti Earl mampu dikalahkannya, bukankah dia bukan manusia lagi? Melihat Earl saja seperti ia bukan makhluk bumi karena refleksnya dan otaknya.
"Apakah kau bertemu dengan kaki tangannya? Semua tentang Arthur masih misteri selama ini." Tom bertanya ingin tahu sekali seperti apa kaki tangan Arthur.
"Aku tidak melihatnya. Malam itu begitu kacau, aku bahkan duduk santai minum anggur bersamanya. Karena aku benar-benar tidak tahu pria itu ternyata Arthur. Aku berakhir panik seperti orang bodoh dan berlari menjauh. Sungguh aku kesal setengah mati dipermalukan seperti ini." Earl memijat keningnya yang mendadak pusing sekali memikirkan kejadian itu.
"Minum anggur? Aku tidak bisa membayangkan diriku berada di posisimu Earl. Aku akan mati berdiri mungkin." Dan Tom berharap itu sungguh tidak terjadi padanya. Duke bahkan mengerutkan alisnya begitu dalam sambil terus berpikir.
"Bukan itu masalahnya... aku datang ke rumah aneh itu seperti ia telah mempersiapkan diri untuk bertemu denganku. Ia memegang dua gelas anggur, tidak membawa senjata apapun dan aku ingat senyuman mengejeknya. Benar-benar membuatku ingin menghajarnya sampai mati." Kata Earl sambil meremas bogeman tangannya.
Finni menggaruk belakang kepalanya sedikit canggung karena ia sendiri pernah merasakan bogeman itu beberapa tahun yang lalu. Tom kali ini menangkap sesuatu yang ganjal dari penjelasan Earl.
"Apakah ia telah membuat anak buahnya berlari ke arah rumah itu dan sengaja mempertemukanmu dengan Arthur? Ia sengaja menggertakmu dan membuatmu berakhir mengenaskan di rumah itu." Tanyanya dengan nada tidak yakin. Earl mendelik marah.
"Kenyataannya memang begitu. Semuanya seperti telah diatur olehnya. Dia mempermainkanku dengan skenario busuknya. Ia hanya menatapku dari lantai dua ketika aku berlarian seperti tikus kecil di sampah saat aku kabur." Duke langsung menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.
"Astaga... dan setelah itu anak buahnya berhenti mengejarmu karena kau telah bertemu Arthur dengan cara spektakuler itu lalu membiarkanmu kabur? Mungkin kau punya sesuatu yang dicarinya Earl." Earl menggeleng lemah menanggapi perkataan Duke. Jujur saja itu tidak mungkin Arthur tertarik akan sesuatu jika bukan karena pria itu sedang dilanda kebosanan mungkin.
"Entahlah, aku rasa aku tidak memiliki sesuatu yang bisa dimanfaatkan olehnya." Ucap Earl yakin pada pemikirannya sendiri.
"Otakmu, Earl. Otakmu Asset yang bisa dipertaruhkan. Terlebih kau seorang wanita. Mungkin ia membutuhkan seorang wanita untuk menghasilkan keturunan yang berotak encer sepertimu." Kata Duke lagi untuk menyakinkan Earl dan juga kedua rekannya yang lain.
Tom menimpali. Memang tidak bisa dijadikan alasan utama alasan tadi, tetapi kemungkinan itu ada. Tom tidak pernah memikirkan ini sampai ia mendengar Arthur mengajaknya minum anggur dengan cara yang tidak biasa. Ini jelas bukan suatu kebetulan. Tom menatap Earl tengah berpikir keras.
"Tidak mungkin sesimpel itu, Duke. Kau tahu dunia yang dilaluinya serumit itu. Tidak mungkin hanya masalah sepele ingin memiliki keturunan berotak encer. Aku mungkin hanya sial bertemu dengannya saat itu." Ujar Earl muak dengan kesialannya. Tapi Duke bersikeras dan tetap berusaha mengutarakan pendapatnya.
"Kau tidak paham keinginan seoarang pria, Earl. Arthur memiliki segalanya, apalagi yang ia cari selain itu? Mungkin ia telah bosan hidup menjadi kriminal dan ingin hidup normal seperti masyarakat pada umumnya. Menikah, memiliki anak dan bermain dengan cucunya di masa depan." Duke berkata lagi dan Finni mengangguk membenarkan.
"Tom, apakah pemikiranmu tidak memaksakan keadaan? Orang seperti Arthur justru dengan mudah mendapatkan wanita sesuai kriteria yang dia inginkan di dunia ini. Dia telah sering melakukan ekspedisi ke penjuru dunia jika kau lupa." Tom berkata tidak menyetujui pendapat Duke.
"Kau benar, Duke. Aku juga merasa tidak sespesial itu. Lagipula, jika dia ingin, kenapa harus melepaskan dan membiarkanku kabur? Baik hati sekali dia." Ucap Earl bersungut-sungut kesal. Ia pun menghabiskan kopinya.
"Untuk ukuran laki-laki berumur tiga puluh tahunan, mungkin selain kekuasaan, ia mencari kesenangan dengan mempermainkan militer negara. Rupanya dia sudah bosan." Ujar Tom yang membuat Duke kembali mempertimbangkan perkataan Tom.
"Haahh... aku seperti enggan bertemu dengannya. Dia psikopat yang sangat mengerikan bagiku." Finni menimpali.
Earl kembali ke meja kerjanya. Ia kemarin belum selesai melihat dokumen tentang data diri Arthur yang ia terima dari Finni. Beberapa foto yang wajahnya terlihat sedikit mirip akan langsung Earl pisahkan. Dan keheningan di ruangan itu begitu terasa karena masing-masing dari Tom dan Duke sibuk meretas.
Mereka tim peretas sedangkan Finni tim pendukung dokumen dari pusat, Earl dan Mike adalah tim lapangannya. Mereka tim yang sempurna jika seandainya mereka bertugas menangkap kriminal selain Arthur. Mereka yang sempurna ini seperti tidak ada apa-apanya jika menghadapi Arthur.
"Earl. Ricard memberimu pilihan untuk rekan di tim barumu. Ini data dirinya." Finni menyerahkan beberapa lembar kertas pada Earl.
"Ricard sepertinya masih menyelesaikan masalah dengan petinggi militer sampai tidak sempat kumpul dengan kita hari ini." Earl membaca profil dengan serius.
Finni menggaruk kepalanya. Bukanlah ini terlalu cepat beraksi? Tidakkah kita terlalu tergesa-gesa?
"Jujur saja, Ricard tidak punya pilihan lain selain mengikuti perkataan mutlak mereka Earl. Jika mereka masih waras, tentunya mereka akan memberikan kita waktu untuk berduka." Kata Finni mendudukkan bokongnya di pinggiran meja kerja Earl. Tapi Earl sendiri langsung mendengus kasar setelah membaca beberapa profil itu lalu menunjuk-nunjuknya murka.
"Dengan profil seperti ini yang ada hanya akan aku jadikan tumbal. Aku tidak butuh seseorang pintar di akademis. Aku butuh rekan yang bagus di fisik, masalah akademis aku bisa mengarahkannya selama bersamaku. Dan pengalaman hanya ini. Yang benar saja!" Earl memaki kasar.
Ia terlalu malas menanggapi keinginan Ricard saat ini. Ia bergerak seorang diri lebih baik jika memang benar-benar tidak ada yang bisa menyeimbanginya. Finni menggelengkan kepala frustasi menanggapi perkataan Earl.
"Earl. Ada satu diantara milyaran orang yang bisa seimbang denganmu. Dan kriteriamu terlalu tinggi, sulit menemukannya dalam waktu dekat!" Ucapnya ikut kesal. Earl menatap Finni sengit.
"Kalau begitu aku akan bergerak sendiri. Katakan pada Ricard aku tidak butuh partner!" Ucap Earl mutlak dan Finni mengangkat kedua tangannya menyerah berdebat dengannya.
"Baiklah baiklah, kau menang Earl."
Earl pun berjalan menuju papan tulis dan menempel beberapa foto di papan itu. Semua langsung duduk dengan rapi memperhatikan lembaran itu. Earl berdiri di sisi papan tulis sambil berkacak pinggang karena lelah.
"Aku akan mendeskripsikan ciri-cirinya lebih detail walaupun kurang lebih saja. Tom, Duke kau mungkin bisa mencari ciri-ciri orang ini." Ucap Earl tidak terburu-buru.
Mereka berdua mengangguk. Earl menjelaskan begitu detail dan Tom mencatat dengan teliti. Untuk kemampuan photoshop saat ini bukan tidak mungkin mengedit hingga bisa menemukan spesifik dari Arthur. Kurang lebih seperti itu.
-Disisi lain Distrik B-
Earl kembali ke rumahnya di Distrik B. Terlalu jauh untuk ukuran rumah dan tempat kerja. Tetapi bagi Earl, ia selalu fleksibel dalam bekerja. Tidak perlu hal muluk tentang harus datang dan absen untuk bekerja. Earl pikir itu terlalu merepotkan dirinya. Ia punya rumah sendiri dan tidak akan menjualnya hanya karena ia bekerja di Distrik A.
Anggap saja Earl mendapat hak istimewa beserta rekannya. Karena Earl bekerja langsung di lapangan dan mengirimkan laporan cukup dengan mengirimnya pada Tom dan Duke.
Earl berjalan keluar rumahnya dengan celana pensil hitam yang tidak terlalu ketat di kakinya. Menggunakan tanktop hitam dan dilapisi jaket hodie. Berniat untuk pergi ke supermarket untuk sekedar mengisi kulkas. Daging, telur, sayuran busuk di kulkasnya terlalu menjijikkan karena Earl telah berpergian selama lebih dari dua minggu.
Dan akhirnya Earl hanya membeli bahan makanan untuk tiga atau empat hari saja. Sejujurnya ia tidak terlalu suka membuang-buang uang apalagi untuk makanan. Earl terlalu menghargai makanan karena diluar sana, banyak sekali manusia yang bahkan makan dari tempat sampah yang jauh dari kata layak untuk dikonsumsi.
Earl mengitari satu lorong dan menemukan beberapa merk sereal sebelum matanya menangkap salah satu diantaranya yang begitu menarik perhatiannya.