Chereads / Fell in LOVE with a CRIMINAL / Chapter 9 - Bab 9. Kunjungan Earl

Chapter 9 - Bab 9. Kunjungan Earl

Earl tersenyum puas saat beberapa peretas lain juga menyebarkan foto itu dan berita itu langsung menjadi topik hangat dalam hitungan menit. Earl tampak berjalan menyebrangi jalan raya dan memasuki club malam itu di pagi yang sibuk di distrik M. Mendatangi kandang macan.

-Di dalam gedung-

"Hey, bos. Kita kedatangan tamu."

Jason melirik layar monitor dan kembali dibuat terkejut lagi setelahnya.

"Arthur? Apakah kau berbuat sesuatu sebelum ini? Kekasihmu mengunjungimu sekarang." Jason berkata sambil menunjuk ke arah layar monitor dengan ekspresi yang sekaan berkata, 'Kau bercanda?'

Seluruh orang di dalam ruangan itu langsung berbisik-bisik dan menatap sosok gadis yang sedang asyik memakan sandwich sambil menyebrangi jalan. Sungguh tidak punya adab sama sekali. Jason menatap Arthur menuntut penjelasan sedangkan Arthur mengetuk-ngetukkan jarinya dengan ekspresi tenang. Dari matanya jelas ia terlihat kesal dan berdiri kemudian sembari merapikan diri dan mengancingkan jasnya.

"Aku akan menyambut tamu spesialku dulu." Ucapnya kemudian dan langsung membuat Jason ingin sekali jungkir balik dan kayang di atas meja.

"Dasar gila." 

Arthur dengan segera menuruni tangga. Tidak butuh waktu lama untuk dirinya sampai di bawah dan menemukan sosok malaikat pencabut nyawanya yang cantik dengan seragam militernya. Earl tampak cantik seperti biasa. Rambutnya tidak lagi berwarna merah mencolok, melainkan berwarna coklat tua bergelombang. Rambut indah itu menjulur ke bawah seperti sulur akar hingga melewati punggungnya.

Ketika Arthur sampai di bawah disusul Jason di belakangnya, beberapa pria di dalam club itu. Kedatangan mereka langsung membuat suasananya menjadi tegang. Alih-alih Earl langsung berbalik menatap Arthur, ia malah menghabiskan sisa tegukan air putih yang dimintanya dari bartender di seberang meja. Sulit bereaksi dengan biasa saat bartender itu menuruti keinginan Earl.

"Kau ingin anggur juga?" Arthur menawari Earl.

Ia berjalan mendekati Earl. Tepat saat Earl berbalik, Arthur berhenti berjalan. Ia memuja betapa cantiknya Earl dengan balutan seragam berwarna cream tua. Kulit wajahnya terlihat segar. Earl membiarkan saja poni nya menyamping ke kiri. Bibirnya sedikit pink merona setelah menenggak air putih. Menunjukkan betapa menggodanya bibir pink tipis itu.

Mata Earl tidak lagi menatap tajam menatap Arthur. Melainkan sebuah tatapan misteri yang sirat akan rahasia dibalik jernihnya warna mata itu. Arthur menatap Earl begitu hangat.

Orang-orang disekitar bar sangat memperhatikan kejadian itu. Sangat waspada ketika melihat bos besar mereka dengan suka cita menyambut seorang perwira militer yang datang tanpa permisi dan langsung meminta segelas air putih. Lalu mereka semua bisa melihat dengan jelas tatapan lembut bosnya pada wanita ini. Terlalu jelas bahwa wanita ini begitu spesial bagi bosnya.

"Tidak. Tidak perlu repot-repot. Aku kemari hanya ingin mengembalikan barang-barangmu. Sepertinya kau dengan sengaja meninggalkannya." Ucap Earl tanpa menghilangkan senyuman kejinya. 

Earl melemparkan bungkusan kecil di tangan kirinya ke atas meja bar. Tatapannya berubah menjadi tajam ketika Earl berjalan mendekat dengan santai dan menodongkan pistol tepat di dahi Arthur. Semua tercengang. Bahkan Jason pun terlambat bereaksi.

"Kau melakulan perbuatan ilegal dengan memasang kamera pengintai dan penyadap suara di rumah seorang wanita. Itu melanggar hukum." Ujar Earl yang jelas sekali terdengar seperti lantunan musik yang indah di telinga Arthur. 

Arthur tersenyum cerah saat Earl sudah tahu perbuatannya.

"Oh benarkah?" Arthur sengaja mempermainkan Earl dengan pertanyaan menggantung yang terdengar tidak takut sekali dengan ancaman Earl. Earl sendiri mendengus kasar.

"Aku sudah melacak dimana kamera ini mengintai dan menemukan dengan mudah lokasimu di tempat ini. Dan aku pikir hanya orang iseng bodoh yang melakukan ini. Ternyata? Sosok kriminal international yang turun langsung menyambutku. Haahh... sungguh manis sekali. Aku hampir menitikkan air mata." Dan Earl berkata sudah menghilangkan ekspresi bersahabatnya. Terlebih Arthur tampak menikmati sekali kemarahannya. 

"Turunkan senjatamu! Kau tahu ini sama sekali tidak menguntungkanmu. Lebih baik tunduklah!" Jason memperingati masih dengan menodongkan pistol pada Earl.

Merasa bodoh dengan tindakan Earl ketika datang seorang diri ke markas dan menantang Arthur secara langsung. Apakah dia bodoh? Atau Earl sudah bosan hidup? Jason mendelik marah ketika Earl tertawa kecil dan menatap Jason geli.

"Bagaimana? Suka dengan hadiah dariku?" Tanyanya balik menantang. Jason langsung berang seketika.

"Berengsek!" Jason tidak segan mengatai Earl. Tapi yang tampak antusias disana hanya Arthur seorang.

"Aku suka sekali. Terima kasih Earl. Dan terima kasih sudah berpartisipasi dalam candaanku. Kau terpancing bukan?" Arthur langsung menimpali. Earl tersenyum mengejek. Memangnya ini candaan? Earl masih menahan tangannya.

"Apa yang kau lihat dari kamera mu? Seberapa banyak yang kau lihat?" Earl mendesis dan siap menarik pelatuknya kapan saja jika Arthur masih berani bermain-main dengannya.

Arthur yang ditanya pun langsung melirik tubuh Earl. Dari bawah ke atas layaknya memperhatikan setiap lekuk tubuh Earl dengan teliti. Earl meraung marah dan detik berikutnya ia melayangkan pukulan samping dan mengenai telak pipi Arthur. Ketika hendak menembak Jason yang siap menarik pelatuk pistolnya, Arthur dengan gesit membekuk Earl.

Dorrr

Jason melepaskan tembakan ketika pelurunya hampir mengenai pelipis Earl. Tepat pada saat Arthur membaliknya dan mengunci kedua tangan Earl. Pistol yang Earl pegang terlempar ke kolong meja sedangkan peluru itu berakhir di tembok.

"Kalian, pergilah ke atas." Arthur berkata biasa dengan tangan yang masih menahan lengan Earl.

Ia memberikan perintah pada anak buahnya tanpa sedikitpun menatap mereka. Matanya terfokus pada ceruk leher Earl dan Earl yang memberontak tidak karuan. Jason hendak membantu menahan Earl ketika Arthur memerintahkannya untuk pergi ke atas juga. Jason mengangguk dan pergi ke atas bersama rekannya yang lain.

"Mungkin seharusnya aku menarik pelatuknya dari pada memukul wajahmu." Ucap Earl gemas sendiri. Ia hanya terlalu kesal setengah mati dengan melihat wajah Arthur sampai memilih untuk memukulnya lebih dulu.

"...."

Arthur terus mengunci tangan Earl tetapi memang Earl adalah si keras kepala. Arthur mengambil borgol di ikat pinggang Earl dan memborgolnya. Earl tidak berhenti sampai disitu. Dia terpaksa mengutuk kenapa ia memakai rok kali ini. Ia ingin melompat ke belakang tapi terhalangi oleh roknya.

Arthur dengan sigap menggendong Earl dan membawanya masuk ke dalam bilik kamar di samping bar lalu membantingnya di atas ranjang.

"Apa yang kau inginkan? Tidakkah kau mencariku dan melakukan ini semua hingga sejauh ini agar aku suka rela datang padamu, tanpa harus kau mengejarku? Cepat katakan apa yang kau inginkan!" Earl memekik marah. 

Ia menyadari satu hal. Ketika ia datang dan melihat betapa Arthur menatapnya dengan tatapan mata yang lain. Earl mengelak. Mencoba mengatakan bahwa pengeliatannya salah. Ada semburat hangat ketika Arthur memperlakukannya layaknya seperti ia tengah jatuh ke lubang kelam di matanya. Earl tak berani menatap mata itu.

Sebaliknya, ketika Arthur menyelamatkan dirinya dari tembakan itu, Earl kembali bertanya-tanya. Apa yang diinginkan Arthur? Earl benar-benar tidak mengerti. Datang untuk mempermainkan dirinya seperti tikus percobaan. 

Ketika sebuah lengan yang membungkus tubuhnya, Earl berusaha menepisnya. Dada bidang yang memeluknya begitu hangat. Earl tentu saja memberontak. Baginya untuk hadir di dalam romansa seperti ini adalah tabu.

Tidak akan ada hal yang spesial diantara mereka karena perbedaan besar yang tercipta. Bagaikan jurang yang menganga lebar. Memisahkan layaknya pulau dengan lautan. Earl sudah tidak dapat lagi berpikir. Arthur hanya diam dan memeluknya dari belakang.

"Aku tau kau melakukan ini semua agar aku datang mencarimu. Memberiku sedikit petunjuk, menemuiku seakan-akan kau mengatur segalanya. Aku benci itu. Aku benci ketika aku mengikuti arus permainanmu seperti orang bodoh. Kau menciptakan sebuah permainan yang aku di dalamnya seperti kau mampu menebak jalan pikiranku. Aku benci semua omong kosongmu! Kau pikir siapa dirimu? Kau bukan tuhan! Tetapi kau bereaksi seakan-akan kau mampu menciptakan segala permainan menarik denganku, mengendalikanku, dan memanfaatkanku. Aku muak dengan semua ini!"