Arthur menghentikan candaannya dan mengamati suasana ruang berlatih Earl.
"Sebaiknya pegangan ini dilapisi handuk agar kau tidak licin memegangnya." Ujar Arthur perlahan berjalan mundur, diikuti Earl dengan perlahan.
"Aku tahu itu, kau jangan mengajariku, okay? IQmu tidak masuk kualifikasi menjadi guruku." Earl membalas perkataan Arthur dengan begitu pedas seperti biasa. Dan Arthur? Tentu saja menyukai itu.
"Setidaknya aku menang satu angka dari IQmu." Ujar Arthur berbohong. Earl memutar matanya malas, mempercayai Arthur hanya akan menambah dosanya. Karena percaya pada Arthur, berarti mempercayai bahwa tuhan ada banyak.
Earl menyandarkan kepalanya di pundak sebelah kiri Arthur sedangkan tangannya mencengkram erat lengan Arthur agar tidak jatuh. Persis seperti sebuah pelukan paksa yang pernah Earl tonton di drama serial minggu lalu.
Tetapi berbeda dengan Earl, ia disana berwajah masam dengan sedikit mendesis karena sakit. Seharusnya Arthur bisa membantunya untuk duduk, bukan malah berlatih berjalan. Lupakan saja, Earl yakin Arthur sedang mencari kesempatan padanya saat ini.
Ketika pria bergelar mafia sadis itu dengan sengaja mencium kepalanya dengan lembut. Menikmati aroma lotus dan lavender dari shampoo yang Earl kenakan. Tidak segan pula Arthur menikmati hangatnya tubuh Earl ketika ia memeluknya dari belakang.
"Earl? Kau belum makan malam." Ujar Arthur mengingatkan.
"Ini masih terlalu awal untuk makan malam." Kali ini Earl tidak peduli apakah Arthur kuat menyeretnya dari ruang latihan karena ia sudah lelah sekarang.
"Aku tidak pandai memasak jika kau mengharapkanku untuk memasak sesuatu untukmu."
Arthur sengaja memainkan suaranya tepat di depan telinga Earl sekarang. Earl yang tidak berdaya mau tidak mau menjauhkan sedikit kepalanya dari Arthur. Sambil mengutuk pria itu tentunya, Earl lagi-lagi hanya memutar matanya kesal.
"Aku juga tidak ingin memakan masakanmu. Babi saja mungkin tidak akan memakannya sekalipun itu steak kualitas terbaik." Earl mencerca kasar dan menyentak kepalanya agar Arthur berhenti bernafas di dekat telinganya. Arthur tertawa.
"Aku tidak tahu jika ada babi memakan steak. Apakah babi bisa memesan reservasi di restaurant ternama untuk memesan wagyu juga?" Earl yang ditanya lantas mendelik semakin kesal. Mana dia tahu okay? Memangnya dia Zoologi? Tidak penting sekali pertanyaan Arthur.
"Mengapa kau tidak membuat tesismu sendiri soal penemuan ini? Aku sangat tidak tertarik membahas babi memesan wagyu." Dan Arthur pun tertawa sambil memeluk Earl lebih erat. Perbincangan mereka tidak penting, tapi Earl selalu membalasnya dengan makian yang selalu membuat Arthur nyaman.
Di dalam pelukan Arthur, Earl hanya bisa mendengar irama nafas pria itu dan juga detak jantungnya yang terasa begitu nyaman Earl dengarkan. Masing-masing dari mereka merasakan kenyamanan yang tidak akan mereka temukan dari orang lain.
Earl hanya terus berjalan dengan pelan dan tenang ketika mendengar getaran suara Arthur ketika berbicara di dada itu. Tetapi Earl tentu saja tidak akan mengakui bahwa ia menyukai itu. Ia hanya tidak suka Arthur semakin terus merecoki hari-harinya yang damai jika ia memujinya sedikit.
Dan latihan sore itu pun selesai. Arthur yang enggan melepaskan pelukannya membuat Earl hampir mengamuk dan kesal setengah mati. Arthur terus mununtun Earl keluar dari ruangan dan membawanya ke dapur dengan posisi masih memeluknya dari belakang.
Earl terus saja mengumpat sepanjang perjalanan menuju ke dapur hingga Arthur menyandarkan Earl pada meja. Disana Arthur sedikit melonggarkan pelukannya dan mendapati tatapan beringas Earl seperti ingin memakannya, Arthur tersenyum kecil menanggapi.
Baginya, Earl sangat sexy ketika memasang wajah sangar. Entah, mungkin Arthur menyukai segala bentuk hal negatif dari Earl.
"Aku akan memegangi pinggangmu selama kau memasak, jika kau ingin tentunya." Arthur masih sempat menggoda. Earl tentu saja menolak mentah-mentah. Arthur tidak tahu saja, jika kakinya tidak terluka, sudah sejak tadi Earl menendangnya dengan kuat.
"Dalam mimpimu! Pergilah! Rumahku bukan fasilitas umum." Earl kembali mengusir Arthur walaupun kenyataan Arthur sendiri tidak akan mendengarkannya sekali pun ia berteriak.
Earl melepaskan pelukan Arthur dengan kasar seraya berharap mangkuk buah yang terbuat dari kaca di atas meja bisa dengan mudah ia gapai. Earl ingin sekali memukul pria itu sekarang.
Arthur tersenyum menawan sambil tetap memaksa Earl untuk duduk dengan nyaman di kursinya.
"Aku akan memasakkan sesuatu untukmu." Putusnya langsung berjalan menuju kulkas.
"Tidak akan aku makan!"
Dan Earl otomatis memekik kesal di saat Arthur hanya menatapnya dengan tatapan jahil sambil mengeluarkan bahan makanan dari kulkas. Siapa saja tolong, tinju saja pria ini!
"Kau harus makan sayang."
"Aku tidak akan menurutimu."
Arthur mengacuhkan perkataan Earl. Dan memulai acara memasak makan malam untuk wanitanya. Karena ia sudah mengatakannya bukan? Jutaan kali Earl menolak, milyaran kali Arthur memaksa.
Diam-diam Earl memperhatikan Arthur memasak. Ia dengan postur tubuhnya yang tinggi dan berisi, memakai celemek dan memegang pisau. Wajahnya terlihat santai dan terkadang curi-curi pandang dengan menatap Earl yang dimana Earl balik menatapnya.
Katakan saja bahwa Earl adalah tipe orang yang tidak akan terintimidasi oleh sebuah tatapan walaupun bukti lapangan Earl pernah kalah sekali dalam bertatapan dengan Arthur. Arthur disana. Dengan rambut potongan yang rapi, dan jika seorang wanita biasa tentu akan sangat bahagia memiliki suami seperti Arthur.
Ia terlalu banyak tersenyum padanya ketika pandangan mereka bertemu. Menampilkan aura begitu kharismatik ketika ia menghampiri Earl dengan penuh kasih sayang. Tetapi siapa yang sangka, jika Earl sama sekali tidak terpengaruh oleh itu semua. Setidaknya belum. Earl ragu sekarang.
Beberapa menit Earl menunggu di kursinya, sebuah hidangan tersaji di hadapannya. Earl tersenyum miring dan dengan tatapan menghina yang tertuju untuk Arthur. Arthur sendiri mengangkat bahunya acuh dan mendorong sepiring makanan itu agar Earl segera memakannya selagi hangat.
Namun memang pada dasarnya Earl adalah wanita keras kepala, ia tidak akan memakan makanan itu. Ia lantas mendorong piring itu ke tengah meja bak menantang Arthur untuk berperang di dapurnya.
"Makan, Earl." Arthur mendorong piring itu lagi. Tidak peduli jenis peperangan apa yang sedang Earl suguhkan ini.
Arthur tentu saja punya cara tersendiri menghadapi Earl. Ia lantas berjalan mengitari meja dan dengan tiba-tiba ia mengangkat tubuh Earl dan menaruhnya dipangkuannya. Earl tentu saja kaget dan memberontak tidak karuan sampai dirinya berakhir menerima rasanya nyeri pada pahanya. Arthur tersenyum penuh kemenangan.
"Makan atau aku melakukan hal yang lebih dari ini." Arthur mengancam dan Earl mendengus kasar.
"Memangnya apa yang akan kau lakukan padaku?" Earl menantang dengan hebatnya. Arthur tentu saja menaikkan sebelah alisnya sambil memainkan rambut Earl yang menjuntai di bahunya.
"Kau tahu jelas bahwa aku tidak dapat mengancammu, Earl. Bagaimana jika aku mengancam akan memperkosamu hingga pagi?" Kata Arthur yang sejatinya hanya bercanda, tapi Earl terdiam dan patuh. Ia langsung mengambil sendok dan menyuapi makanan ke dalam mulutnya. Arthur tertawa tertahan sambil mengelus kepala Earl penuh cinta.
Ia membayangkan, bagaimana bahagianya ia saat Earl menjadi istrinya. Istri yang kepala batu dan selalu mencari keributan lewat debat tidak penting. Arthur terlalu mencintai Earl, sampai kapanpun itu. Sayangnya tidak mudah mendapatkan wanita ini.
Di tengah-tengah kemesraan mereka, Earl tiba-tiba menoleh ke arah ruang tamu dan kemudian tersenyum penuh kemenangan. Arthur tampak bingung sebelum ia mendengar suara tombol pin pintu yang berbunyi. Arthur terdiam sejenak.
'Sialan! Pendengarannya tajam sekali!' Batinnya tidak bisa menahan seringai kesalnya.
"Kau seperti senang sekali melihat aku kesulitan yaa, Earl." Ujarnya sama-sama saling melempar seringaian. Earl menatap Arthur dengan kejam.
"Tentu saja. Kau baru tahu itu?" Arthur tersenyum dan mengangkat Earl dengan perlahan dan menempatkannya di kursi.
Belum sempat Earl menampakkan senyum kemenangannya, Arthur mendekatkan wajahnya dan mencuri sebuah kecupan dari bibirnya. Earl terlambat bereaksi dan berakhir melemparkan sendoknya ke sembarang arah. Earl sukses dibuat mengamuk.
Finni yang baru memasuki rumah tentu saja langsung dibuat bingung.
"Earl? Kau sehat?" Tanyanya menatap Earl yang kini terlihat tidak beres dengan emosinya. Earl dengan beringas menatap balik Finni. Lonjakan emosinya sulit terbendung setelah Arthur menyulut api kemarahannya.
"Apa aku terlihat sehat? Panggilkan dokter kejiwaan kemari!" Ujar Earl mulai lepas kendali.
Finni memutar matanya malas. Akhir-akhir ini emosi Earl sering sekali meledak-ledak seperti petasan. Padahal tidak ada yang mencari gara-gara dengannya selama di rumah. Mungkin 'kah Earl menjadi gila karena status tahanan rumah karena lukanya?
Finni langsung bersiap menghubungi rumah sakit jiwa dan dihentikan oleh makian Earl.
-Kantor pusat distrik A-
"Earl, aku tahu ini terlalu rumit untuk dijelaskan. Tetapi mereka anak dari salah satu General Angkatan laut. Ia menawarkan diri untuk bergabung di tim. Selain itu-kau tahu kan maksudku? Kekuasaan menghancurkan segala alasan yang kita bangun." Finni berusaha keras menjelaskan.
sudah empat bulan berlalu dan Earl kini telah pulih sepenuhnya dan kembali ke markasnya. Untuk pertama kalinya juga ia melihat dua sosok yang tidak dikenalnya. Seorang pria yang sibuk mengorek komputernya, sedangkan seorang wanita sibuk memeriksa tumpukan dokumen di atas mejanya.
Earl mengangkat bahu tidak peduli. Toh ia tidak akan berlama-lama di kantor, jika masalah meja dan peralatannya yang mereka gunakan bisa membantu tim kenapa tidak? Earl berpikir simple dan berjalan menuju lokernya.
Sayangnya ketika Earl membuka lokernya, Earl merasa aneh ketika melihat barang-barang disana bukan barang-barang miliknya. Ia menutup dan mengecek nama lokernya, dan disitu masih tertera namanya.
Wanita tadi yang ternyata memperhatikan Earl lantas berdiri dan berjalan dengan angkuhnya ke arah Earl. Earl sungguh tidak tahu jika wanita ini menyerangnya dengan aura tidak mengenakan sejak kedatangannya ke dalam markas.
Ia disana berdiri menantang dan melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap Earl begitu mencemooh. Earl pun dengan masa bodohnya balas menatap wanita itu. Ini bukan sesuatu yang pantas dilakukan, jujur saja Earl bisa mencoba untuk membanting satu manusia jika wanita ini menyerangnya lebih dulu.
"Dimana barang-barangku?" Earl mulai bertanya. Karena sudah tahu bahwa kondisi lokernya yang di sabotase oleh wanita yang lebih pendek sepuluh senti darinya.