MERAYU MIMPI
Disebuah sudut ruang,
Aku terdiam
Memandang kekosongan, juga kehampaan
Terdengar detak jantungku
mengalun,
Berirama,
Selaras dengan detikan sebuah jam.
Dulu aku bermimpi,
Menjadi dewasa,
Tumbuh bersama,
Saling mengisi hati yang sejatinya tlah lama terluka.
Kamu,
Bukan parasmu,
Bukan pula fisikmu,
Tapi hatimu yang membuatku jatuh
juga bermimpi akan indahnya setiap detik yang ku habiskan hanya untuk bersamamu.
Kau adalah sebuah mimpi,
Mimpi indah disetiap malam hariku.
Hidupmu adalah sebuah mimpi yang nyata bagiku,
Dan aku,
jangan hilangkan mimpiku.
....
Kicau burung terdengar saling bersahutan dan membangunkanku dari tidur ku semalaman. ku buka mata, ku regangkan tubuhku yang sedikit kaku, dan ku sibak tirai yang menutupi jendela kamarku.
Sebuah pemandangan berbeda yang akhir-akhir ini mulai menjadi sebuah pemandangan yang selalu ku lihat di awal hariku. sebuah taman minimalis dengan hiasan airmancur yang cantik juga lampu taman yang sangat indah, meski taman ini hanya berukuran 2x3 meter, tapi cukup membuat pandanganku lebih segar disetiap pagi. Aku adalah Ramandito Prihayadi, seorang pria yang tumbuh berdampingan dengan kesendirian.
Sedikit bercerita tentang beberapa hal yang telah terlewat, sahabatku Dino kini diterima di salah satu universitas ternama di kota Jakarta, dia dapat masuk jurusan yg dia inginkan yaitu Teknologi Komputer.
Farah melanjutkan pendidikannya di Surabaya, dia memilih untuk mengikuti seniornya Rendi yang pernah menjadi pacarnya pada masa SMA dulu.
Dan aku hanya melanjutkan pendidikan ku di sebuah universitas swasta disekitar kota tempatku tinggal. Aku mengambil sebuah jurusan bahasa asing yang sebenarnya bukan sebuah jurusan favorit bagi sebagian banyak orang. Kini usia ku 22 tahun, 4 tahun lebih ku lewati waktuku setelah ku lulus dari SMA. Karena pada awalnya ku memutuskan untuk bekerja selama 2 tahun, kini ku baru menapakkan kakiku di semester 4 di sebuah Sekolah Tinggi tempat ku menimba ilmu.
Kehidupan ku berubah, pun perjalanan cintaku. Pada awalnya aku memutuskan untuk melakukan hubungan jarak jauh dengan Dita, namun jarak pula lah yang membuat kita tak mampu lagi bersama. Meski selalu ku luangkan waktu demi untuk sekedar berkomunikasi dengannya, tapi itu tak cukup. Jarak menyiksa batinku yang tengah dimabuk cinta, membuatnya semakin haus ingin bertemu. Meski kita memang saling mencintai, namun sekali lagi jarak membuatnya seolah hanya mimpi di pagi buta. Dan pada akhirnya dia pun memutuskan untuk mengakhiri semuanya, dia tak ingin membuatku terlalu hanyut dalam lamunan penuh asa yang tiada artinya. Cinta hanyalah sebuah dongeng belaka.
Tidak ada satu pun hal menarik yang ku alami dalam dunia ku saat ini. Hanya belajar dan bekerja. hal itulah yang selalu menjadi rutinitas harian ku. Namun akhir-akhir ini ada 1 hal yang selalu menggangu ingatanku saat aku berada di kampus, mengusik batinku juga pandanganku. Seorang gadis dengan mimik wajah yang seakan selalu ketakutan dengan keadaan di sekitarnya, seorang gadis yang nampak selalu gelisah dengan apa yang dia lakukan. Seorang wanita pendek, dengan kacamata tebal dan rambut yang selalu di ikat kebelakang.
"Maaf" ucap gadis itu seraya meraih baju ku saat ku melewatinya.
"Iya, kenapa?" Tanyaku lembut sembari membalikkan badan ku.
"Bisakah kau....." Gadis itu menghentikan ucapannya. Tubuhnya bergetar, dia memejamkan matanya tanpa sedikit pun mau membukanya.
Mataku menyapu seluruh bagian tubuhnya, melihat jikalau ada sesuatu yang salah yang membuatnya begitu ketakutan saat itu. Dan tak lama, aku menemukan seekor laba-laba yang tengah hinggap di atas kerah kemeja yang digunakan gadis itu, dan mungkin itulah yang membuatnya merasa begitu ketakutan.
"Aaaaa, sepertinya aku sudah tau masalahmu." Ucapku sembari menepis laba-laba yang hinggap di kerah baju gadis itu.
Gadis itu pun melepaskan genggamannya yang erat pada bajuku, dan seketika itu pula kembali ku langkah kan kakiku.
....
"Aaarggghhhh, sungguh melelahkan" aku berteriak sembari meregangkan tubuhku. Sungguh hari yang benar-benar melelahkan bagiku. Tugas yang menumpuk, pekerjaan yang tiada henti membuat waktu kini seolah berjalan sangat lambat. Dan saat ku sadar, ku merasakan banyak sekali mata yang menatapku.
"Aahhhh, aku lupa. Aku berada di perpustakaan. Suara ku terlalu keras tadi" aku membatin dengan serta merta menundukkan kepalaku karena malu. Mencoba menghindari kontak mata dengan mereka yang menatap ku saat itu, aku pun mencoba berpura-pura membaca buku yang ada di depanku yang ternyata itu cukup sukses membuat mereka tak lagi menatapku.
"Hufffttttt, sial" kembali ku membatin.
Tiba-tiba sebuah pesan muncul dilayar ponsel ku.
(Terimakasih)
(Ini siapa ya), jawabku.
(Aku aline, teman sekelasmu. Kamu tadi udah membantuku dari laba-laba yang mengerikan.) balasnya dengan sedikit menjelaskan.
(Ohhhh, iya sama2.) Jawabku kembali singkat.
Sebenarnya aku tidak terlalu mengenal semua teman-temanku di kelas. Aku memang sedikit menarik diriku untuk tidak terlalu banyak berkomunikasi dengan orang lain.
Menjadi seseorang yang sangat peduli kepada orang lain akan membuatku tersiksa, dan berinteraksi dengan seorang gadis adalah sesuatu yang paling aku hindari. Mungkin benar kata mereka, hidupku terjebak di dalam masa lalu, dan aku tak bisa keluar dari jeratan itu karena tak pernah terpikirkan olehku untuk keluar dari masa laluku itu.
(Kamu ada dimana sekarang?), Kembali pesan dari aline muncul di layar ponsel ku.
Segera ku save nomornya, "mungkin suatu saat aku butuh informasi, aku bisa hubungi dia" ucapku dalam batin.
(Perpustakaan, ada apa?), Jawabku.
(Gak apa-apa. Tunggu), jawabnya.
Dan tak berapa lama dia datang dengan suatu benda dalam genggaman kedua tangannya. Dia menengok kesana kemari mencari ku. Aku hanya diam saja dan berpura-pura tengah membaca sebuah buku. Dan tak begitu lama, akhirnya dia menemukan keberadaan ku yang memang tak seberapa jauh dari tempat dia masuk. Dia pun menghampiriku dengan langkah cepat seolah tak ingin ada yang tau jikalau dia ingin menemui ku.
"Hmmmm, bukumu, terbalik." Ucapnya seketika saat dia berada di sampingku. Dan sontak aku pun salah tingkah dengan segera membetulkan posisi buku yang ku baca.
"Aaaa, iya iya. Aku tau. Aku memang tidak membacanya, aku hanya mencoba menutupi muka ku supaya aku tidak terlihat jikalau aku tengah tertidur." Jawabku beralibi, berharap dia percaya dengan alasan palsuku itu.
"Mmmm, ini. Untukmu." Aline menyodorkan kedua tangannya yang tengah menggenggam sesuatu.
"Apa itu?" Tanyaku.
"Ucapan terimakasih" jawab Aline singkat.
"Baiklah" ku ambil sesuatu yang ada di tangannya yang ternyata adalah sebuah coklat.
"Coklat?" Tanyaku singkat sembari memperhatikan bentuknya, dan ternyata aku belum pernah sama sekali melihat bentuk coklat yang sama seperti yang diberikan Aline. Bentuknya seperti sebuah bintang dengan 8 sudut dan dibungkus hanya dengan plastik dan di letakkan kedalam box kecil berbentuk persegi pipih, box kecilnya di hiasi dengan pita berwarna biru.
"Ya, sebenarnya coklat ini ku buat untuk seseorang yang aku kagumi, tapi setelah ku pikir lagi, mungkin ini lebih cocok untuk kakak." Aline menghentikan ucapannya sembari menutupi mulutnya dengan kedua tangan seolah dia telah salah mengucapkan sesuatu.
"Kenapa? Koq malah tutup mulut??" Tanyaku kepadanya sesaat setelah melihatnya bertingkah aneh.
"Hmmm, boleh kan kamu ku panggil kakak??" Tanya nya.
"Oh, ku kira masalah apa, terserah koq. Kamu bebas mau panggil apa ajah. Kita kan teman." Jawabku.
Ku lihat mukanya sedikit tersipu. Dan tak ku sangka, dia langsung pergi meninggalkanku tanpa berkata sepatah kata pun. Dia pergi dengan langkah sedikit berlari.
"Benar-benar gadis yang aneh" ucapku lirih.
....
Ku bawa pulang coklat pemberian aline. Ku simpan coklat itu di dalam freezer dalam lemari pendingin. Tak ku makan, karena sebenarnya ini adalah pertama kalinya ku mendapatkan coklat dari seorang gadis.
Aku tinggal di sebuah rumah petak kecil berukuran 4x5, dengan kamar mandi di dalam. Aku menyewanya untuk 2 tahun dan membayarnya di muka. Tempat tinggalku memang bukan sebuah rumah mewah milik pribadi, tapi setidaknya tempat tinggalku cukup nyaman dimana tetanggaku bukanlah orang yang berisik dan suka kepo dengan urusan orang lain. Juga suasana alam di sekitar tempat ku tinggal pun masih sangat asri. Dimana pohon-pohon tinggi masih tumbuh menjulang membuat suasana disekitar nampak sangat sejuk. Di samping tempat tinggalku atau bisa dibilang kamarku, karena hanya ada 1 ruangan di tempat ku tinggal, aku memiliki sebuah taman cantik. Pemilik rumah mempercayakannya padaku untuk membuat sebuah taman di atas lahan yang sebelumnya kosong tersebut.
Setidaknya aku benar-benar merasa nyaman dengan semua yang ku miliki dalam kehidupanku, dan aku bersyukur akan semua itu.