Chereads / 17 Years Mystery / Chapter 8 - Ciuman Pertama Shuu

Chapter 8 - Ciuman Pertama Shuu

Jam demi jamkupun berlalu, hingga saat ini aku telah lumayan terbiasa berada ddidalam tubuh shuu. Aku telah bisa beradaptasi ataupun mengenal teman-temannya. Sekolahnya, rumah kami dan lainnya. Aku telah terbiasa menjadi shuu. Aku akan mengajarkan shuu menjadi wanita yang tangguh, dan memilihkannya seorang pasangan nanti yang bagiku dan Sifa tepat untuknya.

-***-

Setelah sore tiba hatiku tak bisa berhenti berdebar, aku kebingungan akan berhadapan dengan orang seperti apa nanti yang akan menjadi calon pembantu kami.

"tinnn tinnn"suara klakson bemo pak bemo itupun terdengar, dan disambung dengan ia menekan bel pada pintu gerbangku beberapa saat kemudian. Akupun bergegas membukakan gerbangku.

"silakan masuk pak.." sapa nenekku yang keduluan membuka pintu gerbang itu sebelum aku,

"oh iya bu makasih.. saya cuman ngantar anak ini.." tunjuk bapak itu pada seseorang yang ia bawa bersamanya yang nantinya akan ku interview. Aku tak dapat melihat wajahnya, karena nenek berdiri tepat didepannya, yang jelas dia tinggi.. aku bisa melihat kalau dia adalah laki-laki. Terlihat dari rambut pendeknya yang terlihat dari dahinya.

"oh iya, langsung duduk aja ya, nanti Shuu, cucu saya yang akan interview" jawab nenek yang langsung saja membalikkan badannya lalu pergi. Aku yang semakin deg-degan melihat pria itupun akhirnya dapat melihat wajahnya.

"Waaaaaa…."aku yang ternganga dan termenung melihat pria tampan itu. yup TAMPAN !!!. ia tinggi, putih, dan hidungnya mancung banget. Dengan potongan rambut yang biasa saja dan sedikit panjang membuatnya tampak semakin imut.

"pem pp pembantu..??"aku yang berbisik dan berguman sendiri tak bisa berhenti memperhatikan pria itu, bagaimana tidak. Ia mirip seperti band korea-korea gitu. Huh aku yang harus mengingat harga diri juga harus bersikap elegant. Akupun memandangnya dari atas lalu kebawah. What?!

Hmmm… memang ia tampan tapi hanya saja pakaiannya sangat tidak pantas dengan wajah tampannya itu, pakaiannya begitu lusuh. Terdapat sedikit robekan disisi kanan celananya yang setengah usang. Dan itu membuatku sangat tersentuh melihatnya.

"silakan.."dengan menunjuk pada sofa yang ada disebelah kamar kosong itu.

-***-

Setelah beberapa saat interview dan berbincang, dapat aku simpulkan. Dia adalah Ram Pakara, usianya 18 Tahun. Dia seangkatan denganku namun beda sekolah, usianya lebih dewasa denganku disebabkan ia pernah mengalami masalah dengan sekolahnya saat SMP dulu. Ia tak memiliki cukup biaya untuk bersekolah, terlebih ia memiliki adik angkat yang harus ia sekolahkan juga sendiri, ia hanya hidup sebatangkara bersama adik angkatnya itu. papa mamanya sebenarnya adalah orang terpandang dan pengusaha sebelum papanya mengalami kebangkrutan lalu frustasi lalu bunuh diri saat Ram kelas 4 SD, ibunya yang tak kuasa memikul hidup sendiri juga mengakhiri hidupnya setelah 4 bulan kematian ayah Ram. Ia memiliki cita-cita yang tinggi, ia juga ingin membahagiakan adiknya. Sebab itulah ia rela bekerja menjadi buruh bahkan pembantu demi kehidupan mereka.

-***-

"hm adik angkatnya kelas berapa? Gimana ceritanya bisa ngangkat anak orang tuanya dulu?"tanyaku penasaran.

"adik saya sekarang sudah kelas 1 SMP, dia dulu adalah anak tetangga saya, tetangga saya itu orang baru didaerah itu, tapi sayang ketika mereka hendak pergi berlibur, kedua orang tua dan kakak perempuannya tewas dalam kecelakaan tunggal dan menurut berita, mobil mereka terbangkar sebelum akhirnya terhempas kesungai. Saat itu hanya ia yang selamat ketika usianya masih 3 tahun. adik saya itu ditemukan dijalan dalam kondisi luka bakar. Mendengar berita itu, karena tak ada yang kunjung mengadopsinya setelah lama diasuh tetangga lain, jadi papa mama saya mengangkatnya sebagai anak."

"kalian tinggal dimana?"

"rumah asli kami dikabupaten sebelah, tapi karna saya sekolah didaerah sini dan kerja juga, jadi saya ngekost disekitar sini.." jelasnya yang sangat polos sekali. Aku yang sangat terkejut setelah mendengar penjelasannya merasa hal itu sedikit nyambung dengan apa yang pernah pak bemo katakan mengenai gadis kecil yang selalu saja berdiri didepan rumahku saat sore hari. Namun entah mengapa 2 hari belakangan ini ia tak kunjung kembali.

"apa adiknya sering main kedaerah sini?" tanyaku memastikan.

"iya kadang sore hari ia sering membantu saya jualan, tapi sekarang modal saya sudah habis, jadi saya gak bisa jualan lagi.."

"hhmm gimana ya, hmm saya memang perlu pembantu, yang bisa ngurus rumah dan sekaligus buat masak.."

"saya bisa masak kok nona.." potongnya yang kurasa ia sangat membutuhkan pekerjaan itu.

"tapi kau masih bersekolah juga, bagaimana bisa membersihkan rumah ini setengah hari saja.. maaf bukannya saya tidak menerima.." tolakku dengan nada yang sedikit memberikan pengertian kepadanya bahwa sangat sulit untuk membersihkan istana ini sendirian.

"crkss hhssss ckrsskkkk hssssss" aku mendengar suara itu lalu memejamkan mataku.

"nona tidak apa-apa?" tanya Ram setelah melihatku memejamkan mata, nampaknya ia tak mendengar suara desahan nafas dan langkahan basah itu. aku perlahan membuka mataku, mengira itu adalah isyarat kedatangan dari Sifa yang seperti biasanya. Tapi aku salah.

"Arghhhhhhh!!!!"teriakku sembari kembali menutup mata dan menutup telingaku.

"nona.. nona.." Ram lalu menghampiriku dan menepuk bahuku ia lalu berada tepat disampingku mencoba menenangkanku. Aku yang tak bisa percaya apa yang telah aku lihat membuatku begitu takut untuk membuka mataku.

Aku melihat ada dua orang dewasa lainnya berdiri diantara Sifa, Sifa pun tak muncul seperti biasanya, kali ini ia nampak sungguh menkutkan dan berbeda.

"ap.. apakah.." aku lalu membuka mataku, mengingat bahwa hal yang telah dikatakan Ram, tentang hal yang ia katakan bahwa tetangganya telah tiada dalam kecelakaan yang menewaskan ayah ibu dan kakak dari adik angkatnya.

Aku langsung melihat kembali kearah dimana aku melihat mereka tadi. Mereka semua masih berdiri disana dan aku sangat gemetar, Ram lalu menggenggam tanganku. Namun aku tak merasakan genggaman Ram sebab aku masih saja memperhatikan ke arah Sifa,

dan benar saja, itu adalah paman, bibi dan Sifa, mereka nampak terbakar dan basah, bagai terbakar dan jatuh kesungai atau semacamnya.

Sifa yang biasanya tak nampak seperti itu kali ini nampak sangat seram. Begitu mengerikan. Ram selalu menepuk bahuku, ia mengira bahwa aku sedang mengigau atau semacamnya, kurasa aku telah bengong ketakutan memaksakan mataku melihat kearah Sifa, paman dan bibi.

"jad.. jj.. jadi kalian…." Aku yang masih gemetar sambil menunjuk kearah mereka lalu mereka menatapku sembari menganggukkan kepalanya seolah menjawab "iya" dari segala pertanyaanku yang ingin menanyakan bahwa mereka telah tiada.

"kalian? Siapa nona? Nona! Nona!" Ram Nampak terus kebingungan, hingga ia melambaikan tangannya didepan wajahku pun aku tak merasakannya. Sampai ia mencubit keras leherku yang langsung saja membuatku menghadap kearahnya yang berada disisi kananku,

-***-

karena aku tak menyadari bahwa Ram begitu dekat denganku membuat bibir kami yang tengah terbuka tertutup bersama dalam posisi bagaikan ciuman hangat seorang pasangan. Entah apa yang aku lakukan akupun tak menyadarinya. Aku yakin Ram tak berniat seperti itu padaku tapi hey.. ini.. sangat nyaman, bibirnya begitu lembut dan aku bisa merasakan nafasnya yang begitu dekat dan hangat.

"ahh maaf nona say, ss.. saya nggak ber.." Ram nampak seperti ketakukan bila aku akan memarahinya, lalu aku memotong ucapannya.

"tidak apa" aku kembali menoleh kearah Sifa dan melihat bahwa sifa telah sendiri berdiri disana tanpa paman dan bibi, dan kini sifa tak tampak menyeramkan seperti tadi, Sifa mengisyaratkan padaku. Ia memainkan jarinya menunjuk kearahku mengeluarkan 1 jarinya lalu menempalkannya dibibirnya. Aku tau yang ia maksudkan adalah bahwa tadi itu adalah ciuman pertama shuu.

"tadi itu adalah ciuman pertamaku.." sahutku dengan tampang polos dengan mata berkaca-kaca yang langsung saja menatap kearah Ram.

"maafkan saya nona.. saya .. saya.. saya…. juga…., saya tidak mengerti apa ini nona tapi itu pertama kalinya bagi saya.. namun saya tak bermaksud seperti itu nona.. sungguh." sahutnya terbata-bata seolah terlihat sangat lugu sembari memainkan jarinya yang menunjukkan ia sedang ketakutan dan grogi.

"hh, baiklah aku marah padamu Ram.. kau harus menggantinya dengan menjadi pembantuku disni!"

"hah?! Sa saya diterima nona?"

"hh hmmm"

"te terimakasih nona.."ia langsung bersujud dihadapanku sembari menangis.

"hey.. tidak apa.. kalo kamu membutuhkan bantuan untukmu ataupun adikmu, katakan padaku, akan kuusahakan untuk membantumu.."

"ta tapi nona" ia lalu berdiri dihadapanku dengan mata berkaca-kaca.

"besok kamu ajak adik kamu yah.. aku mau melihatnya sekaligus kenalan. Dan tolong jangan beritahu siapapun soal ciuman tak sengaja tadi."

"pasti nona, besok saya akan perkenalkan adik saya kepada nona.. dan saya berjanji tidak akan memberitahu siapapun tentang itu. saya harap nona juga sebaliknya" tampangnya yang lugu dan sangat ketakutan bahwa aibnya akan kusebarkan.

"tentu tidak bodoh!" jawabku sembari menepuk bahunya.

"nona begitu baik.." tatapnya yang polos dengan mata yang masih berkaca-kaca.

"eitts mm mm mm,, panggil aku shuu" aku lalu melototinya agar ia menurutiku, karena aku tak suka terlalu diagungkan dengan sebutan Nona.

"tapi nona.. shuu.."

"bagus.."

"sekali lagi terimakasih nona.. maksud saya shuu.."

"OK. Sekarang kamu boleh pergi.."

Ram lalu pergi kembali bersama bapak bemo itu yang tampak masih menunggunya diluar gerbang rumahku. Kakek dan nenek tampaknya sedang beristirahat. Syukurlah mereka tak melihat kejadian tadi, tentang aku dan Ram. Kasihan nenek dan kakek, usianya memang membuat tubuh mereka mudah lelah.

-***-

Well, bagaimanapun hal tadi terjadi, itu adalah salahku. Bukan Ram yang sepatutnya berterimakasih padaku. Tapi aku yang harusnya berterimakasih pada Ram, kau telah menjaga adik sepupuku selama ini dengan penuh kasih, tapi aku belum bisa mengatakannya padamu kalau adik angkatmu itu adalah sepupuku. Aku akan mengatakannya padamu nanti bila aku menemukan waktu yang tepat dan setelah aku tau apa alasan gadis itu bisa tahu rumah ini dan setiap sore ia bisa mendatangi rumah ini,

" tunggu aku yang akan berterimakasih padamu Ram.. walau kau telah mengambil ciuman pertamaku hadeuhh -_- " gumanku sembari melihatnya berjalan keluar menuju gerbang rumahku.

"Banyak hal yang harus aku selesaikan dalam perjalanku sebagai shuu. Aku harus ingat bahwa diriku adalah shuu saat ini bukan sia." Gumanku sembari aku melihat mainan gelang yang aku buat untuk menyembunyikan kalung liontin itu.

"hey.. aku belum mengerti mengapa aku bisa berada didalam tubuh shuu. Dan liontin ini tampak sangat menyayangiku. Andai ayah shuu masih disini.." gumanku sembari menuju pintu gerbang untuk menutupnya kembali.