Chereads / 17 Years Mystery / Chapter 12 - Akhir Misteri 17 Tahun (17++)

Chapter 12 - Akhir Misteri 17 Tahun (17++)

"tiap tanggal 30, dia akan merayakan hari jadi kami bertunangan, dia akan menungguku ditaman pusat kota. Bila senja tiba ia akan menungguku disana.. hikss hikkss tap.. tapi aku tak bisa menghampirinya…. Aku tak bisa mengatakan padanya betapa aku juga mencintainya.."

"ta..tt tapi.. " aku mencoba membuka mataku dan tampak sudah sepi. Dan Rosia membuka pintu kamar mandi,

"semuanya baik-baik saja?" tanya Osi dengan tampang datarnya yang masing memegang pegangan pintu kamar mandi,

"yah nampaknya sudah, Da.." sambungnya. Dia menutup pintu kamar mandi itu kembali setelah melihatku baik-baik saja sendirian dikamar mandi.

"lanjutin kencingnya yah" teriak Osi dari luar yang mengetahui bahwa aku sedang menahan kencingku sejak tadi.

-***-

Aku lalu memikirkan yang dikatakan bibi tadi, aku menyadari bahwa hal itu yang membawa kedamaian bibi, tapi tanggal itu sehari sebelum ulang tahun Ram. Artinya itu adalah BESOK.

Sedangkan masih banyak yang harus aku siapkan untuk Ram. Karena setelah Ram berulang tahun dia akan mengikuti pendidikan tentara. Ya. Ram lulus ujian masuk tentara beberapa waktu lalu, setelah itu aku tak akan melihat Ram selama beberapa tahun lamanya.

Keesokan harinya tepat tanggal 30 Juli aku mempersiapkan H-1 dari ulang tahun Ram. Kami menyiapkannya bersama sejak pagi, kebetulan hari ini adalah hari sabtu, jadi kami dapat menyiapkannya sejak pagi.

"Osi, apa kau.." aku yang hendak menanyakan dimana box besar yang sebelumnya berada dikamar Osi.

Namun langsung saja ia jawab seperti biasanya, karena keistimewaan yang ia miliki bisa membaca pikiran.

"Disana," dia langsung menunjuk kearah lemari yang terletak disudut kamar.

"kalau kau mencari benda kenangan kakakku ia tak ada disana, tapi dikamarmu, carilah dilaci lemari kecil yang ada disudut kamarmu yang berdebu itu." sambung Osi yang tampaknya mengetahui bila aku ingin mencari benda, foto atau semacamnya yang berkenangan bibi, karena senja nanti aku akan menunjukkannya pada paman yang sangat mencintai bibi.

Akupun lalu pergi mencari ketempat yang Osi tujukan padaku. Dan disana aku menemukan album foto mama bersama dengan bibi, menurutku ini bisa aku tunjukkan pada paman itu agar ia mempercayai apa yang aku ucapkan nanti.

-***-

Hatikupun berdebar-debar menunggu senja tiba. Dan akhirnya senjapun tiba, saat makan siang tadi, aku telah menceritakan hal ini pada semuanya dimeja bundar itu. Ram yang ingin mengantarkanku kali ini aku tolak. Karena bibi ingin agar aku melakukannya sendiri. Aku ingin memberikan ketenangan pada bibi, setelah itu papa dan mamanya juga akan bisa tenang. Lalu mereka bertiga akan kembali ke dimensi dimana mereka seharusnya berada.

Aku yang masih menyimpan nomor hp pak bemopun lalu menghubunginya, dan menunggunya didepan gerbang rumahku. Rampun tampak menghampiriku,

"hei.. apa kita ini sesungguhnya"Ram menatapku dan menggenggam tangaku.

"apa kita pacaran? Apa kita sepasang kekasih?"sambungnya.

Aku yang tak dapat menjawabnya hanya dapat menatapnya dan setiap kali aku menatap kearah bibirnya aku teringat apa yang telah kami lakukan beberapa waktu lalu, kami telah mengatakannya, kami saling mencintai, tapi entah mengapa aku teringat dengan apa yang bibi katakan sebelumnya, bibi Sifa memberitahu mama, bila aku tidak akan pernah ditakdirkan bersama dengan Ram.

"dengar, aku.. aku juga.."

"tapi nenekmu tak suka bila nantinya pasanganmu tentara sama seperti ayahmu.." jawab Ram setelah memotong pembicaraanku.

"aku sangat mencintaimu, besok lusa aku akan pergi, aku tak akan kembali tinggal dirumah ini lagi.."sambungnya.

"tapi.. mengapa"

"aku akan menjalani hidupku mandiri, terimakasih, kau akan kuingat.. dan keluarga ini.. tapi sebelum itu aku ingin meminta hadiahku besok darimu"

"hadiah apa yang kau inginkan ? akan kuberikan.."aku yang berkaca-kaca tak kunjung bisa merelakan Ram bila ia bersungguh-sungguh ingin meninggalkan kami.

Nenek dan kakek memang tak mengetahui tentang hubungan dan perasaan kami ini, karena kami menyembunyikannya dihadapan mereka. Hanya Rosialah yang tahu.

"ayo neng.."tiba-tiba pak bemo datang dan mengejutkanku, Ram yang belum sempat menjawabku langsung mengalihkan pembicarannya.

"ayo cepatlah, jika tidak kau tidak akan bisa menyelesaikan tugas ini.."jawabnya sembari menepuk bahuku dan mengantarkanku pada bemo itu.

-***-

Aku tak bisa menjawab satupun celotehan dari pak bemo, ia tampak cerewet seperti biasanya. Tapi aku tak bisa menjawabnya, sebab rasa sedihku dengan apa yang Ram katakan. Aku tahu, ia memang bercita-cita menjadi seorang tentara sejak aku menginterviewnya sebagai pembantu itu, maka tak heran keputusannya memang sudah bulat saat itu.

-***-

Tak terasa waktupun berlalu, kamipun telah sampai ditaman pusat kota, disana tampak sepi, hari telah mulai gelap, senja hampir saja berakhir. Aku tak melihat siapapun yang menunggu diantara bangku-bangku taman itu. sampai akhirnya,

"jalan soka ya pak."kata seorang pria yang nampak akan memasuki bemo dari pak bemo tadi. Sontak saja membuatku menoleh kearahnya.

Ia terlihat sangat rapi, terlihat seperti seusia ayahku, wajahnya tampak kecewa dan sedih, ia membawa seikat bunga mawar merah dan juga sebungkus coklat. Dan hey.. ia memakai cincin yang sama seperti bibi, cincin itu aku sadari ketika jari bibi yang menyeramkan membuka tirai kamar mandi saat ia muncul kemarin. Bibi tak menyebutkan nama pria itu, namun hatiku yakin bahwa ialah orangnya.

Aku langsung memakai masker yang aku dapat dari kamar Rosia, saat itu ia menyaranku agar tak menemui orang itu dengan kondisi wajah terbuka sepenuhnya, sebab wajahku sangatlah mirip mama dan bibi.

"permisi pa..pp paman.."ia tampak memperhatikanku dari atas dan kebawah dan tak menjawabku.

"apa paman sedang menunggu seseorang?" aku yang menghentikan langkahnya yang baru saja ingin menaiki bemo.

"Sss ss Sifa Gloria?" tanyaku dengan mengingatkan padanya nama bibi.

"hh.. bagaimana kau mengetahui nama kekasihku.."tatapnya.

"kau mengetahuinya? Dimana ia tinggal? Dimana ? apa kau memiliki nomor ponselnya?" matanya tampak berkaca-kaca dan sangat bahagia, aku tak kuasa untuk mengatakan bahwa bibi telah tiada membuatku kaku untuk berbiacara selanjutnya.

"oh iya apa paman tidak membawa kendaraan?"tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Sifa lebih menyukaiku kemari dengan jalan kaki, ia mengatakan bahwa itu menyehatkan, di.. dimana Sifa? Aku sangat merindukannya."

Tak lama kemudian aku lalu membuka masker yang aku kenakan dan mengeluarkan isi dari tas kecil yang aku bawa.

"hah?!" paman itu nampak sangat terkejut melihatku,

"ini.. apa ini.. apa kau putrinya Sifa? Apa ia meninggalkanku menikah dengan pria lain?"ia tampak menangis dan air matanya mengalir dipipinya.

"maafka aku paman, aku harus mengatakan ini, namun paman harus kuat.. Sifa adalah bibiku.."aku yang mengusap air matanya lalu menunjukkan foto mama bersama dengan bibi,

"ia adalah saudara kembar almarhum mama saya.."

"lalu dimana Sifa?" potongnya sembari menatap kearah bingkai foto itu.

"dengar paman, kau haruslah menerima ini.. bibi ingin kau melanjutkan hidupmu tanpanya, jangan biarkan usiamu sia-sia, bibi sangatlah mencintaimu..di..d..dia.. telah.. tiada paman.."aku yang terbata-bata mengatakan bahwa bibi telah tiada tampaknya tak dipercayai oleh paman itu.

-***-

Kami lalu memutuskan untuk duduk dikursi yang ada ditaman itu, lalu kami mulai berkenalan dan akupun meminta agar paman Jim tenang dan tegar. Setelah itu aku menceritakan segalanya, ia tak kunjung menahan tangisnya, ia berteriak kencang memanggil nama bibi. Ia tampak sangat terpukul. Aku yang berusaha menenangkannya sangatlah sulit dari apa yang aku bayangkan.

"k.. kau tidak tahu, 10 tahun aku menunggunya, aku begitu mencintainya.. aku harap suatu saat ia kemari tersenyum padaku…. Memelukku.. dan aku akan melamarnya menjadi istriku…." Jawab paman itu sembari menangis dan membuka kotak coklatnya yang ternyata isinya adalah cincin indah dan berkilau yang akan ia beri pada bibi untuk melamarnya. Akupun tak sanggup menahan kesedihan paman Jim. Aku turut menangis bersamanya,

"hsss.." terdengar angin dingin memasuki telingaku, yang spontan saja menoleh karah kananku, dan aku melihat bibi tengah menangis diseberang jalan sana, ia berdiri tepat dibawah lampu jalan itu.

"bibi ada disini paman, ia sangat mencintaimu.." jawabku yang masih menatap kearah bibi.

"Sifa….. dd ddii diamaaaa…. Dimana Sifaku…."

"tepat dibawah lampu jalan diseberang jalan sana paman. Apa paman melihatnya?" aku yang merasa tak yakin bila paman dapat melihat bibi.

Ia lalu berdiri, beranjak dari tempat duduknya, ia lalu menangis, ia berlari, namun terjatuh.

Akupun mengejarnya. Ia yang masih bersimpuh terisak-isak menatap kearah bibi. Bibi nampak melambaikan tangannya. Bibi tampak mengisyaratkan sesuatu pada paman, ia memainjakn jarinya, menunjuk dirinya, lalu membentuk simbol hati, lalu kembali menunjuk kearah paman. Aku yakin yang ia maksudkan adalah

"aku mencintai mu"

"aku juga mencintaimu Sifa…. Sangat… sangat mencintaimuuuuu" teriak paman yang tak kunjung bisa menahan tangisnya, aku turut menangis sembari menepuk bahu paman. Bibi lalu kemabali mengisyaratkan sesuatu, ia mengisyaratkan agar paman tidak menangis, dan mengikhlaskannya.

"ikhlaskanlah bibi paman, jalani lah hidup paman.. ikhlaskan ia agar ia bisa menuju kealamnya dengan tenang.. hanya kau lah yang bisa membebaskannya dari penderitaannya saat ini, bila kau bisa mengikhlaskan kepergian bibi, maka ia akan tenang bersama ayah dan ibunya.. tolonglah paman.." aku yang sembari menangis dan menepuk bahu paman mencoba membuatnya berdiri dan menenangkannya, akhirnya ia bisa berdiri dan mengusap air matanya sendiri.

"demi Sifa, aku tidak akan sedih.. agar kau bisa menuju alammu.. terimakasih telah mengunjungiku.."teriak paman sembari menangis namun tampak berusaha tersenyum kearah bibi. Tak lama bibi pun pergi setelah melambaikan tangannya. Paman Jim tampak berusaha tegar dan tidak meneteskan air matanya lagi. Ia lalu menatapku,

"terimakasih nak, mari kita pulang.. hari telah malam.."

"maafkan aku paman, seharusnya aku memberitahukan tentang bibi pada paman sejak lama.."

"sudahlah, kau tak perlu meminta maaf, ini bukanlah kesalahanmu."kami lalu menuju bemo dan pulang bersama. Pak bemo yang tak berani mengecoh seperti biasanya kali ini ia terlihat kalem dan hanya diam. Sebab aku telah jelaskan sebelumnya bahwa untuk apa aku memintanya untuk mengantarku kemari.

-***-

Jam berlalu begitu cepat, masalah mengenai bibi telah selesai kemarin, kini mereka telah damai pada dunianya.

Hari ini tepat hari ulang tahun Ram, tampak ramai seperti hari ulang tahunku sebelumnya, aku menikmati setiap detik, setiap waktu semasih aku bisa menatap ram bersamaku dirumah ini.

-***-

Tanpa kusadari waktu telah berlalu begitu cepat, haripun mulai petang, malam itu Ram tampak sangat lelah, aku sungguh ingin berbiacara semalaman dengannya sebelum ia pergi besok. Tapi aku tak berani mengganggunya.

Setelah berkemas akupun tidur, pintuku yang hampir tertutup tampak terdengar seperti ada yang telah membukanya, suara pintu yang terbuka itu kembali mengagetkanku, aku yakin bahwa itu bukan mama, bibi, atau yang lainnya, sebab mereka telah tenang dan pergi ke tempat yang seharusnya mereka berada.

-***-

"Ram?!" ram tampak duduk dikasurku dan menatapku dingin.

"mana hadiahku.."

"bukankah sudah aku berikan tadi.."jantungku berdebar saat Ram memasuki kamarku dan kamar ini masih tampak gelap.

"Ah Ram.." aku yang sangat terkejut saat tangan Ram menuju ke pipiku, namun seberapa aku ingin menolaknya tetap saja, rasa nyaman ini tak bisa aku sembunyikan, kami tak bisa menghentikannya. Malam itu di hari ulang tahun Ram. Kami melakukannya.

-***-

Entah apa yang ada dibenak kami, setelah itu kami habiskan sisa waktu kami untuk mengobrol bersama, sebelum besok Ram akan pergi, tak kusangka perjalananku akan serumit ini, dan cintaku akan pergi secepat ini. Namun aku tak menyesalinya bila aku telah melakukannya bersama Ram. Karena aku yakin tak ada seorangpun yang pantas mengambilnya selain Ram. Dimana aku akan menemukan lelaki pengertian, sabar, seperti Ram?. Pertama kalinya ia merasakan jatuh cinta hanya bersamaku.

Kami tidak menyesalinya, karena aku juga melakukan itu pertama kali pada orang yang pertama kali pula melakukannya. Itu lebih baik jika dibandingkan bila aku masih tertipu oleh Shammy dan mengetahui bahwa dia tidak melakukan itu pertama kalinya padaku, itu akan buruk.

-***-

"Ram.. tidakkah kau akan kembali kemari..?" tanyaku padanya saat melihat sebercak cahaya dari celah udara diatas jendelaku yang menunjukkan bahwa hari telah pagi.

"kau.. akan merindukan aku?"

"tentu saja.. pembantu bodoh."

"aku tak akan melupakanmu dan apa yang telah terjadi, namun kau lanjutkanlah kebiasaan dalam hidupmu, carilah orang yang menurutmu dan menurut keluargamu pantas untukmu.. dan.. terimakasih untuk segalanya.. dengar, tak ada yang mengetahui tentang perasaan kita, maka biarkanlah mereka menganggap kita seperti saudara angkat biasa."

"terimaksih kembali…"jawabku yang setelah itu aku hanya dapat menganggukkan kepalaku.

-***-

Waktu berlalu begitu cepat, tahun demi tahun berlalu, aku telah lulus kuliahku, kini aku telah menemukan pekerjaan yang baik, Rosia masih duduk dibangku SMA, ia juga memiliki kekasih yang baik. Aku yang tak kunjung bisa melupakan Ram, hingga kini tak menemukan seseorang yang tepat. Hingga akhirnya ku dapati surat undangan dari Ram, ia akan menikah, awalnya itu membuat dadaku sesak, tapi ini memang kesepakatan kami, kami telah berpisah dengan manis dihari ulang tahun Ram. Kami tetap mengingatnya, namun kami telah berjanji, bahwa tak ada apa-apa diantara kami, aku tak lebih dari keluarga angkat bagi Ram.

-***-

2 tahun berlalu setelah pernikahan Ram, kupaksakan diriku menemukan seseorang, selayaknya ram menemukan istrinya. Akupun menemukan seseorang yang memiliki sifat sama seperti Ram. Dia satu tempat kerja denganku, kami bekerja disatu perusahaan. Kami lalu berpacaran, kami memiliki masa lalu yang manis masing-masing namun 1 tahun berlalu, dan kami meyakinkan diri akan melanjutkan kejenjang yang lebih serius, yaitu PERNIKAHAN.

Namun sayang rencana kami untuk menikah di tahun berikutnya kandas, karena kematian nenek, wajar saja usianya yang sudah begitu tua dan rapuh. Kakek yang tak bisa hidup tanpa nenek juga mengalami koma semenjak kematian nenek, hingga akhirnya kakek menyusul nenek beberapa minggu setelahnya. 2 tahun berlalu, barulah kami bisa menyusun acara pernikahan kami. Sejak itulah, kehidupanku menjadi normal.

-***-

Sesungguhnya, hidup itu perlu kau jalani, mencari jati diri, cinta sejati, dan menyelesaikan segala tugasmu, tak mengenal dimanapun dimensi waktumu. Sebagai siapapun kau. Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik padamu. Perjalanan waktu ini sangatlah rumit.

-***-

Aku bisa melihat masa lalu mamaku berkat rohnya yang memasuki tubuhku. Aku juga menemukan keluarga baruku, cinta pertamaku yang kandas, dan cinta terakhirku kini.. cintaku yang kini telah menjadi suamiku, tak bisa aku ceritakan layaknya aku menceritakan perjalan waktuku bersama Ram. Karena apapun yang terjadi padaku dan Ram itulah yang terulang kembali padaku, namun pada lelaki yang berbeda.

Pengarang,

ShiinaSilvia

-TAMAT-