Chereads / 17 Years Mystery / Chapter 9 - Anak Yang Aneh

Chapter 9 - Anak Yang Aneh

Haripun berlalu seperti biasanya, sangat ingin aku mengatakan pada nenek dan kakek mengenai paman, bibi dan sifa namun kurasa sangat tidak mungkin sekarang, karena mereka akan tak mempercayaiku. Terlebih diusia mereka mungkin mereka sudah melupakannya.

-***-

"tingg.." terdengar suara bel rumahku yang telah ditekan oleh seseorang pagi-pagi buta. Nenek dan kakek tampak belum bangun, jadi aku yang membukakan pintu gerbang itu. dan ternyata,

"pagi nona.." Ram yang tampak langsung menyapaku dengan seragam sekolahnya.

"Ram!?!?" aku kaget melihatnya, bagaimana tidak, jam masih menunjukkan pukul 5:30. Bahkan ini belum jam bangun ataupun jam mandiku.

"apa yang bisa saya kerjakan sekarang nona?"

"masuk-masuk gih, ngapain pagi-pagi? Manggil nona pula.."

"oh maaf nona, maksud saya shuu.. saya kan pembantu dirumah shuu sekarang.."jelasnya dengan polos. Baju sekolahnya tampak bersih namun tak tersetrika, yah itu cukup membuatnya tampil bersih dan cocok dengan wajah tampannya dibandingkan pakaiannya saat kemari kemarin.

"lakukan saja sesukamu, otakku belum terbangun kau bahkan sudah serapi ini."jawabku sesekali sembari menguap, yah sangat terlihat sekali aku malas untuk bangun pagi dan suka bermalas-malasan. Biasanya aku hanya tinggal mandi, berkemas dan membantu nenek menghangatkan masakan kaleng yang ada dikulkas, setelah sarapan cuss sekolah deh. Jadi buat apa bangun sepagi ini?

"loh kok sesuka saya nona?"

"hadeuh nona lagi.."kataku yang pasrah memaksa pria ini memanggilku shuu namun tak kunjung terbiasa. aku lalu meninggalkannya dan kembali kekamarku.

Mataku yang masih menginginkan kehangatan dari selimut berbuluku sangat membuatku malas untuk berbicara ataupun berpikir sepagi ini.

"kunci dapur dibawah pohon palem yaa.. sisanya gak kekunci kok.." kataku dengan nada mengantuk lalu pergi kekamarku.

"ta.. tt tapi nona shuu.."

Entah apa yang akan dilakukan pria aneh itu tapi mungkin ia sudah mengerti dengan tugas-tugas yang aku katakan kemarin saat interview.

"crkkknggggggggggg..." terdengar seperti suara piring atau benda pecah belah yang telah jatuh dari suara dapur.

"pasti pecah.."aku lalu menutup kepalaku dengan bantal dan beusaha untuk tak mendengar apapun kekacauan yang Ram buat.

-***-

Jampun menunjukkan pukul 6.15, barulah jam wakerku berbunyi. Setelah berkemas aku lalu keluar dan tampak nenek juga sudah bangun dan berada didapur bersama kakek dan Ram.

"kamu memang gak salah untuk menjadikan dia pembantu shuu.." kata nenek saat aku menghampirinya di meja bundar yang diatasnya telah tersedia beberapa jenis makanan untuk sarapan. Yupp.. roti lapis dengan telur dadar dengan tambahan susu dan bubur kacang hijau. Dan ini semua adalah buatan Ram. Tak ada makanan kaleng yang dihangatkan lagi, kali ini aku bisa memakan masakan rumah. Aku hanya bisa terseyum melihat kerja Ram yang bagus. Sembari berguman kalau semuanya tak semulus itu.. sebab aku mendengar sesuatu yang pecah tadi.

"iya shuu, lihatlah semuanya telah rapi hanya dalam waktu sekejap.."sambung kakek sembari menunjuk kearah halaman rumah yang telah bersih tersapu. Yah yang biasanya hanya aku sapu sekali dalam sehari menjelang sore tiba. Aku yang hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala melihat semua itu dan tak bisa berkata apapun pada Ram.

-***-

Sekitar 30 menit nenek dan kakek berbincang dengan Ram, mereka menanyakan hal yang umum seperti perkenalan biasa dan lainnya. Aku lalu kembali melihat ke arlojiku yang telah menunjukkan pukul 7 tepat. Waktunya menunggu pak bemo tiba.

"Ram apa kau bisa mengendarai motor? Mobil?"tanya nenek sesaat saat ia melihatku melirik kearah arlojiku.

"bisa nyonya.. dulu saya pernah kerja jadi sopir saat smp.."jawabnya polos.

"jangan panggil aku nyonya, itu berlebihan. Panggil saja nenek, aku akan sangat senang jika kau menganggapku seperti nenekmu bukan majikanmu."

"iya nak benar apa yang nenek ucapkan itu. Kalau begitu kau saja yang mengantar Shuu pergi ke sekolah, agar ia tak perlu menaiki bemo, itung-itung bisa jadi bodyguard ya kan.. he he"jawabkakek yang menyambung perkataan nenek, lalu mereka tertawa bersama.

"ta tt.. tapi nek kek.."aku yang seolah membantah, karena akan terkesan aneh nanti bila kami selalu berangkat bersama, bila teman-temanku melihatnya mereka akan mengira kami berpacaran, tapi bila aku mengatakan hal yang sesungguhnya bila ia adalah pembantuku itu juga mustahil. Mana ada temanku mempercayaiku jika aku memiliki pembantu setampan dirinya dan temanku akan mengira bahwa aku mneghina pria itu.

"mungkin lain kali nek kek.. setau saya nona shuu sudah akan dijemput pak bemo"jawab Ram yang tampaknya mengetahui pikiranku yang bergulat itu.

Beberapa saat setelah aku berpamitan dan keluar menuju gerbang, Ram pun menghampiriku,

"hm.. nona saya minta maaf soal tadi saya pecahin satu piring karena terkejut, dan oh iya nona.. nanti siang setelah pulang sekolah saya akan bawa adik saya sesuai keinginan nona"katanya yang tanpa kusadari ia telah berdiri tepat disampingku.

"oh iya gapapa, bagus deh kamu ga usah bilang sama nenek kalo ada piring pecah, nanti dia kepikiran. Kamu juga ga usah kawatir kalau saya akan memotong gajih kamu. okeh nanti siang jangan lupa yah.."

-***-

Beberapa menit setelahnya pak bemopun datang menjemputku, dan tampak Ram hanya mengganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju sekolahnya. Menit demi menit, jam demi jam aku tunggu untuk melihat dan berkenalan dengan adik sepupuku.

"Hmm ada hal yang aku pikirkan dibenakku, apa anak itu anak kandung paman dan bibi?" gumanku saat istirahat makan siang bersama temanku Sarah, dibawah pohon rindang didekat kelasku.

"iya Sia.. dia adalah anak kandung dari paman dan bibi kita.." jawab teman yang berada disebelahku, aku yang kebingungan langsung saja menoleh kearahnya.

"hhh.."aku tentu saja terkejut karena yang berada disisiku bukanlah lagi temanku yang tadi, melainkan Sifa yang memakai pakaian sama sepertiku.

"kamu ini, bisa gak sih tampang hantunya diilangin dikit.. aja. Aku kaget tau!"kataku yang setengah menelan roti isi buatan Ram yang aku bawa sebagai bekal.

"kamu harus jaga dia, sebelum dia aman, paman dan bibi tidak akan bisa tenang.."sahutnya dengan manis.

"dan ada satu hal lagi.."sambungnya.

"apa? Dan mengapa aku tak bisa sepertimu? Muncul dimana-mana dan menakuti semua orang? Aku kan juga rawah. Dan juga aku telah memasuki tubuh shuu.. mengapa aku tak bisa keluar dari tubuh shuu sewaktu-waktu aku ingin?"

"nanti kau akan mengetahuinya, dengar.. Ram memang baik, dia bahkan telah mengambil ciuman pertama shuu. Namun bukan ia orangnya.."

"bukan orangnya?" tanyaku penasaran.

"kau pasti memikirkan tentang pasangan yang tepat untuk shuu, Ram memang cukup tepat. Namun mereka tidak ditakdirkan bersama.. ku harap kau mengerti. Jangan membuat dirimu dekat dengan Ram dan sampai jatuh hati padanya.." kata Sifa yang tanpa memandangku, ia hanya memandang kearah atas didedauan pohon rindang itu.

"mengapa aku tak bisa sepertimu? Kau mengetahui segalanya, aku juga telah tiada, namun mengapa aku tak bisa melindungi shuu dengan mengetahui apa yang akan terjadi padanya" kataku yang mengikuti Sifa melihat kearah atas memandangi dedaunan setelah itu.

"kau melihat apa.."

"ya mengikutimu.. kau juga melihat apa disana.." ujarku yang tak mengerti apa yang ia tanyakan.

"haloowwww" ia lalu melambaikan tangannya didepan mataku yang spontan saja membuatku melihat kearahnya. Dan dia bukanlah lagi Sifa.

"ya tuhan." Aku terkejut yang melihat ternyata yang disampingku sekarang adalah temanku Sarah yang aku ajak makan siang tadi.

"dasar sifa" gumanku.

"stress kali kamu ni.. abis putus sama sham." Jawab sarah sembari ia menempelkan telapak tangannnya didahiku, seolah ia mengecek tingkat suhu badanku atau tingkat kestressanku.

-***-

Jam pun berlalu kembali, hal yang aku tunggupun tiba, aku akan melihat seperti apa adik sepupuku yang telah lama aku tak melihatnya. Bukan telah lama, tapi bahkan TAK PERNAH MELIHATNYA.

"tingg…. " suara yang aku tunggu pun tiba, akhirnya Ram datang dan menekan bel itu. dan ia datang bersama adik angkatnya itu.

"Wahhh cantiknya" aku langsung menyambutnya dan langsung saja memeluknya. Dan tampak dia sangat kebingungan dan begitupun Ram.

Setelah beberapa saat berkenalan akhirnya aku bisa memanggil namanya, Rosia. Lengkapnya Rosia Samara, usianya baru 13 tahun.

"Rosia sering-sering main kesini yah.. " sapaku padanya dan ia menjawabnya dengan suaranya yang manis dan ia hanya menjawab cepat saja dan tak begitu banyak bicara.

"iya."jawabnya.

"ayo duduk disana, oh ya dan kamu.. lakuinn tugasnya!"akupun lalu mengajak Rosia untuk duduk di ruang tamu yang dekat dengan sofa dan kamar kosong itu. Rampun melakukan tugasnya dengan sesekali memperhatikan Rosia adiknya.

"udah adiknya aman kok.."aku yang menyadari Ram khawatir dan selalu sesekali melihat kearah adikknya lalu ia kembali menyapu.

Dari sejak 15 menit tadi kami duduk di kursi kayu yang berada diruang tamu dan Rosia tak bisa memulai pembicaraan, matanya hanya terfokuskan pada kamar kosong yang terlihat pintunya terbuka.

"Oooohhhh kamar kosong itu, itu udah lama gak kepake, isinya cuman barang-barang lama peninggalan mama kakak." Jelasku saat melihat pandangannya yang dingin yang terus saja memperhatikan kearah pintu kamar itu.

"aku tau."jawabnya pendek dengan tatapan yang terus melihat kearah pintu kamar kosong itu.

Aku kebingungan, dan spontan aku mengingat perkataan pak bemo yang mengatakan bahwa ia selalu kemari bila senja tiba.

"Ro.. Rosia sering main kesini liat rumah kakak dari luar yah?"tanyaku dengan polos, terbata-bata dan penasaran.

Rosia tak menjawab apapun, ia hanya menoleh kearahku dan menatapku dingin. Senyumannya saat berkenalan hilang semenjak kami duduk dan semenjak ia memperhatikan pintu kamar itu. ada apa dengan Rosia? Mengapa kadang ia terlihat menyeramkan saat tatapannya dingin dan seolah seperti ia bisa mengetahui dan melihat segalanya. Hanya saja ia hanya diam dan tak menjelaskannya yang membuatku bingung. Apa ini ada hubungannya dengan masa lalunya? Apa Ram mengetahui ini ? sehingga dari tadi ia terus memperhatikan Rosia dari kejauhan dengan nada ekspresi khawatirnya. Hmm sungguh anak yang aneh.