Chereads / Alta dan Allamanda / Chapter 38 - Bab 19 B | a Message

Chapter 38 - Bab 19 B | a Message

***

Lamanda masih terjaga, ia sedang insom. Kebiasaan buruk kalau sedang kepikiran banyak hal. Ia mencoba memejamkan matanya, berguling kesana-kemari, tidur terus duduk dan tidur lagi, ambil minum ke dapur, mengerjakan soal-soal pelajaran, mencuci muka, gosok gigi, cuci kaki, nyemil tapi semuanya tidak memberikan efek. Ia memilih melangkahkan kakinya ke balkon dengan selimut tipis menyampir di tubuhnya.

Malam ini, lebih tepatnya pagi ini -karena jam sudah menunjukkan angka 01:03- gerimis dan membuat hawa dingin menyergap Lamanda saat gadis itu menggeser jendela kamarnya dan melangkahkan kakinya keluar. Ia sedikit menggigil ketika angin dengan sedikit tampias air menerpa wajahnya. Memberanikan diri, tangannya mencengkram erat railing balkon yang dingin. Hanya gerimis, bukan hujan. Tapi cukup membuatnya gemetar.

Dari sini, Lamanda dapat melihat bintang-bintang. Terlebih summer triagle yang saat ini terpampang jelas di langit. Vega, bintang alpha dari rasi lyra, Deneb dari rasi cygnus dan Altair dari rasi aquila. Vega terlihat lebih terang dari ketiganya, sedangkan Deneb paling redup tapi yang menarik adalah Altair karena bintang itu jaraknya lebih dekat dengan kita. Kata orang, ketiga bintang tersebut terjebak cinta segitiga dan Lamanda pernah membacanya di salah satu situs internet. Tentang kisah mereka.

Berbicara bintang, Lamanda teringat Alta. Lelaki itu lebih pantas menyandang namanya yang sekarang. Altair. Bintang dari rasi aquila atau elang. Alta mempunyai tatapan yang tajam, Alta mempunyai aura mengintimidasi, Alta ditakuti, Alta mempunyai segalanya dan ia mampu membuat semua pandangan teralih padanya, masih seperti dulu.

Jelasnya, Alta bersinar meskipun lelaki itu bahkan tidak pernah bisa melihat sinarnya sendiri.

Lamanda dapat merasakan tangannya tremor hebat ketika air turun semakin deras. Bukan hal yang bagus jadi ia bergegas kembali masuk ke kamarnya dan menutup jendela beserta kordennya dengan satu tarikan cepat.

Lamanda duduk di tepian kasur, ia mulai menutup telinganya ketika mulai mendengar gemuruh hujan di luar. Sudut matanya tidak sengaja menangkap sebuah benda di atas nakas. Ipod shuffle milik Alta. Ia meraihnya dan mulai memasang headset di telinganya. Kemudian mencoba tidur sambil mendengarkan musik dengan volume paling keras.

Sepertinya Alta penikmat musik rock dan heavy metal jika dilihat dari semua lagu-lagu yang Lamanda dengarkan. Kebanyakan berisi lagu milik coldplay, the beatles, 5SoS, dan beberapa band rock lainnya yang tidak Lamanda ketahui, hanya terselip sedikit lagu pop alternatif, jazz dan RnB.

Mata Lamanda tidak kunjung menutup padahal ia sudah mencoba memejamkan mata sekuat mungkin. Ia menyibak selimutnya dan berpikir sebentar. Sedetik kemudian ia sudah berjalan keluar kamar menuju kamar Kalka. Saat masuk ia mendapati kamar Kalka gelap. Lamanda mendekati saklar lampu dan menyalakannya. Terlihat Kalka yang tidur meringkuk dibawah badcover dan dua selimut tebal, kebiasaan karena Kalka alergi dingin.

"Ka, gue pinjem macbook lo ya?" tanya Lamanda.

"Iya." Tidak. Itu bukan Kalka tapi Lamanda sendiri yang menjawab. Gadis itu mulai menarik laci meja belajar Kalka dan mengambil macbook berwarna putih disana tapi penglihatannya terfokus pada sebuah pigura berisi foto yang terselip di laci tersebut. Lamanda mengambilnya dan mengerjapkan matanya siapa tahu ia salah lihat.

Foto tersebut mungkin diambil beberapa tahun yang lalu. Kalka terlihat sedang merangkul seorang gadis yang tersenyum dari samping. Di sisi lain gadis itu terdapat foto Raskal yang tersenyum lebar juga dan yang terakhir.. Vero. Lelaki itu berdiri sedikit menunduk didepan gadis tersebut sambil merentangkan tangannya. Mereka semua tersenyum sangat lebar seakan memamerkan kebahagian keempatnya. Lamanda mengamati tulisan dibawah foto tersebut.

Raskal ganteng pacar Alinka, Alinka cantik pacar Raskal, Kalka baik pacar siapa? Vero keren tapi jomblo.

Lamanda tersenyum. Tulisannya bagus dan Lamanda yakin bukan tulisan Kalka. Tapi yang membuatnya bertanya kenapa mereka berakhir seperti sekarang? Seperti saling tidak mengenal dan saling menyimpan rasa benci. Lamanda dapat meilhat kebencian itu ketika Raskal berbicara tentang Kalka ataupun ketika Vero sengaja mengganggunya, ia melihat kilatan benci itu di mata Vero. Rasa benci yang disalurkan melalui dirinya.

Lamanda menghembuskan napas dan mengamati Kalka yang masih tertidur, sama sekali tidak terusik. Lamanda ingin menanyakannya tapi kasihan melihat raut lelah diwajah Kalka. Jadi ia memilih mengembalikan foto tersebut, memasukkan kembali macbook Kalka dan menutup laci kembali. Tidak jadi meminjamnya.

Lamanda kembali ke kamarnya dan mengambil ponselnya yang dicharge dan menyalakannya. Banyak sekali notif yang masuk. Tapi, ada satu yang menarik perhatiannya ketika ia membuka aplikasi line yang memang tidak ia filter. Pesan teratas dari Alta. Sebenarnya ia sudah melihat isinya tanpa perlu membukanya. Tapi, ia memilih membuka pesan tersebut dan memandang tiga kata yang diketik Alta.

Darelion Altair

Add             Block             Report

Besok gue jemput

Lamanda jadi gusar. Ia memandang kembali layar ponselnya dan menimang-nimang apakah harus membalasnya atau tidak. Ketika pikiranyaa masih bergelut untuk membals pesan Alta atau tidak sebuah getaran halus dari ponselnya mengusik. Dari Alta.

Kenapa belum tidur jam segini?

Lamanda menghembuskan napasnya. Belum sempat memikirkan jawaban atas pesan pertama Alta, lelaki itu sudah menjejali dengan pertanyaan lain.

Saat hendak meletakkan ponselnya. Tampilan voice call line terpampang di layar 5 inchi tersebut. Siapa lagi kalau bukan dari Alta. Lamanda langsung menyembunyikan ponselnya di bawah bantal berharap Alta berhenti menghubunginya.

Sesaat kemudian ia kembali mengambil ponselnya. Masih sama. Dengan berat hati Lamanda menggeser icon hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Kenapa nggak bales chat gue? Jam segini belum tidur lo lagi siskamling apa gimana? Sok-sok an begadang entar asmanya kambuh tau rasa lo," cerocos Alta sarkatis.

Lamanda sedikit sakit hati mendengar kalimat terakhir Alta. Tapi ia tepis karena mungkin Alta mengkhawatirkannya. Ah, baru saja ia kepedean.

Hati cewek memang mudah tersentuh meskipun rapuh. Jadi tidak heran kalau kebanyakan cewek ujung-ujungnya selalu jatuh terlebih dahulu.

Terdengar helaan napas diseberang karena Lamanda tidak kunjung menjawab. Kemudian hening sampai Alta kembali membuka pembicaraan.

"Tidur sana, udah pagi begini. Besok sekolah."

"Nggak bisa tidur," ucap Lamanda sambil mulai berbaring kembali. Ia menunggu respon dari Alta apakah sama seperti dulu, jika lelaki itu benar-benar Davino. Lamanda sudah percaya kemarin tapi tiba-tiba ia jadi ragu kembali dan tidak bisa tidur begini.

"Yaudah."

Gezz

Bukan jawaban itu yang Lamanda tunggu. Jawaban yang membuat keraguaannya semakin meningkat. Seharusnya Alta tidak menjawab begitu.

Lamanda memejamkan matanya. Apakah Alta membohonginya? Lalu untuk apa?

Tidak ada yang berbicara selanjutnya. Lamanda mendengar sedikit grasak-grusuk di seberang.

"Lamanda.." panggil Alta. "Mau lagu apa?"

Mata Lamanda langsung terbuka. Sudut bibirnya sedikit terangkat. Nyatanya lelaki itu masih sama seperti dulu. Lamanda tidak perlu menjawab karena ia sudah mendengar intro dari sebuah lagu yang sering ia dengar dulu. Matanya refleks memanas. Perasaannya jadi campur aduk.

When you try your best, but you don't succeed

When you get what you want, but not what you need

When you feel so tired, but you can't sleep

Stuck in reverse

Suara Alta mengalun indah seirama dengan dentingan piano yang ia mainkan, hanya saja sedikit berubah. Lamanda jadi tenang dan tidak lagi menghiraukan hujan di luar karena pikiranya penuh teralih pada Alta.

And the tears come streaming down your face

When you lose something you can't replace

When you love someone but it goes to waste

Could it be worse?

Lights will guide you home,

And ignite your bones,

And I will try to fix you,

Lamanda merasakan hangat menjalar di pipinya. Ia tersenyum sampai airmata yang menggenang perlahan menyeruak keluar, mengalir melalui bagian bawah pelipisnya dan mendarat di bantal.

High up above or down below

When you're too in love to let it go

But if you never try you'll never know

Just what you're worth

Lights will guide you home

And ignite your bones

And I will try to fix you

Bisa dibilang. Hujan di luar tidak ada apa-apanya dibanding dengan perform dadakan 'dini hari' Alta. Mendengarnya membuat hati Lamanda menghangat. Tidak ada rasa takut yang menjalar di hatinya, tidak ada resah yang menggantung di pikiranya, dan tidak ada keraguan yang mengganjal pada dirinya. Semua terasa begitu ringan ketika Alta bersuara tadi.

Tears stream down your face

When you lose something you cannot replace

Tears stream down your face

And I

Setelah menyelesaikan lagunya Alta tidak langsung bicara. Lelaki itu memilih diam ingin memastikan apakah Lamanda sudah tertidur apa belum. Karena mendengar suara isakan yang cukup pelan, Alta menghembuskan napas.

"Belum tidur?"

Lamanda kembali duduk lalu menyeka airmatanya. Bukannya membuatnya lelap seperti yang dulu-dulu sekarang ia malah semakin tidak bisa tidur.

"Alta.." panggil Lamanda dengan suara serak.

"Hm"

"Boleh gue panggil lo Davino lagi?" suara Lamanda pelan seakan tertahan.

"Jangan."

Lamanda diam sejenak kemudian melihat jam digital di atas nakas. Hampir jam dua pagi dan ia belum bisa memejamkan mata."K-kenapa?"

"Bukannya gue udah bilang kalau mau mulai semuanya dari awal?"

Lamanda diam.  Setelah beberapa saat, ia mengerti dan paham.  "Hm,  oke."

Lamanda beranjak dari duduknya dan membuka laci lalu mengambil tablet obat. Ia meletakkan ponselnya sebentar untuk membuka obatnya. Kemudian meraih ponselnya kembali.

"Alta, boleh gue panggil pakai 'aku-kamu'?"

Lamanda memandangi obatnya sambil menunggu jawaban Alta. Lama.. dan tidak ada jawaban. Lamanda tersenyum kecut.

"Yaudah ngg-"

"Boleh," jawab Alta cepat.

Lamanda mengembangkan senyumnya. Ia mulai mencari pertanyaan lain.

"Tadi kamu main pakai grand piano di rumah kamu itu?"

"Nggak. Gue nggak di rumah."

Lamanda dapat merasakan rasa khawatir yang perlahan muncul ke permukaan. "Kamu dimana?"

"Apartement Kendy."

Lamanda berdengung mencari-cari topik yang akan dibahas. "Di rumah ada console piano. Kamu inget? Kamu masih nggak mau ajarin aku?" tanya Lamanda.

"Nggak."

Bahu Lamanda meluruh. Ia mendesah kecewa. "Ya udah nggak apa-apa."

"Ya. Sekarang lo tidur. Gue jemput pagi jangan sampai kesiangan."

Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan pada Alta tapi ia bisa menanyakannya besok. Kemudian ia meraih gelas berisi air putih di atas nakas lalu meminum obatnya.

Tidak butuh waktu lama untuk merasakan obat itu bereaksi. Kepala Lamanda mulai terasa sedikit pusing. Perlahan seluruh tenaganya melemah. Lamanda menarik badcover hingga menutup leher. Matanya mulai terasa berat, ia memejamkan matanya hingga benar-benar terlelap dan.. lupa mematikan telepon.

Diseberang, Alta dapat mendengar deru napas teratur Lamanda. Alta berdecih, lalu ia berdiri menuju ranjang kemudian menatap upright piano yang tadi ia mainkan. Alta menjatuhkan tubuhnya dan mulai memejamkan mata juga.

"Have a nice dream," ucap Alta sebelum mematikan sambungan telfonya dan melempar ponselnya sembarangan.