Chereads / Sistem Transmigrasi: Cinta Pertama Tuan Penjahat / Chapter 9 - Istri Kecil Raja Setan (8)

Chapter 9 - Istri Kecil Raja Setan (8)

Mata Raina mendingin saat mendengar pemberitahuan berturut-turut dari sistem utama.

"Sistem, dimana kamu? Mari kita berbicara tentang kehidupan."

Sistem yang juga mendengar pemberitahuan dari sistem utama langsung bergetar hebat. "T-tuan~"

"Sebenarnya sistem macam apa kamu? Apa kalian semua penipu?" Raina bertanya dengan nada berbahaya.

"Aku diam, kalian memberiku misi. Aku berkata tidak, kalian juga masih memberikannya. Kalau kalian tidak menerima penolakan, katakan saja. Aku bukan seseorang yang berpikiran sempit."

Sistem tidak berani mengatakan sepatah kata pun dan malah bermain mati. Bukan seseorang yang berpikiran sempit? Hehehe. Kamu pikir aku percaya?

Raina tidak mendapatkan respon dari sistem dan hanya bisa menelan keluhannya dalam diam.

Geni menoleh ke Raina yang memancarkan aura suram. Hei, apa yang terjadi pada gadis ini? Tiba-tiba tersenyum, tiba-tiba murung, apakah dia memiliki masalah kepribadian?

Geni tenggelam dalam lamunan dan tidak memperhatikan bayangan hitam yang mengikutinya.

Di sekolah, Ganesha terus-menerus menatap bangku di depannya yang kosong dan tidak bisa fokus mengikuti pelajaran.

Dia tidak bisa berhenti memikirkan Amelia yang tidak hadir di kelas. Apakah sesuatu terjadi padanya? Dia tidak pernah meninggalkan kelas kecuali ketika sakit tapi ini sudah kedua kalinya gadis itu tidak datang ke kelas. Bayangan Geni terlintas di kepalanya dan Ganesha menjadi semakin panik saat memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.

"Ganesha."

Suara bariton yang memasuki telinga Ganesha membuatnya tersadar dari lamunannya. Dia mengalihkan pandangannya ke Pak Jonathan yang sedang mengajar di depan kelas dengan tatapan bodoh.

"Apa yang kamu pikirkan? Fokus!"

"Ah, ya, maaf." Ganesha memberikan guru tersebut tatapan permintaan maaf.

Jonathan hanya bisa menghela napas sambil memperbaiki letak kacamatanya. Ganesha merupakan siswa berprestasi. Jadi, dia agak terkejut saat melihatnya tidak fokus pada pelajaran. Itu bukan hal yang wajar.

Guru itu ikut melirik bangku di depan Ganesha yang kosong. Oh, dan kemana perginya murid kesayanganku? Gadis sialan itu sudah dua kali melewatkan kelasku. Apa terjadi sesuatu padanya?

"Achoo!!" Raina menatap sekelilingnya. Tidak ada angin dan dia tiba-tiba bersin. Apa seseorang mengutuknya lagi?

Geni melirik Raina dan alisnya berkerut. Apakah seorang manusia begitu rapuh? Aku rasa dia sudah memakai cukup banyak pakaian tapi dia masih saja terlihat kedinginan.

Geni berpikir sejenak sebelum mengambil sebuah bola dari dalam cincin penyimpanannya. "Pegang ini untuk membuatmu merasa lebih hangat," perintahnya sambil menyerahkan bola putih itu pada Raina.

Raina menyentuh bola itu dan terkejut saat merasakan teksturnya yang lembut seperti bola bulu. Tiba-tiba muncul sepasang mata di bola bulu itu dan mata itu terlihat panik saat melihat Raina.

"Putih, tenanglah. Dia tidak akan menyakitimu. Kamu hanya perlu membuatnya merasa hangat." Geni mengelus-elus bola bulu itu dengan lembut.

Putih terlihat ragu untuk sesaat sebelum mengangguk setuju. Raina menatap interaksi mereka dengan tatapan ingin tahu.

Bayangan hitam yang bersembunyi di balik kegelapan memucat saat melihat kemunculan bola bulu itu. "It-tu raja binatang setan elemen api!"

Bayangan lainnya mengangguk. "Betapa cerobohnya menjadikan raja binatang setan sebagai penghangat."

"Itu cinta!" sahut bayangan pertama.

Bayangan lainnya memberinya tatapan berbahaya yang membuat lainnya merasa malu dan takut.

"Maksudku... Maksudku, yah, itu terlalu ceroboh."

Geni melihat tatapan Raina dan tidak bisa menahan senyum. "Ini Putih. Aku tidak sengaja menemukannya di puncak gunung bersalju saat tersesat. Dia memiliki elemen api yang sama denganku. Jadi, aku membawanya pulang."

Raina mengangguk mengerti. Meskipun Geni mengatakannya dengan santai, Raina bisa merasakan seberapa kuat makhluk mungil di tangannya. Yang jelas, itu tidak sesederhana yang Geni katakan.

Bayangan pertama: "..."

Bayangan kedua: "..."

(╯°□°)╯︵ ┻━┻

Omong kosong macam apa yang kamu katakan?! Kami jelas-jelas melihat dengan mata kepala kami sendiri bagaimana kamu menghabiskan enam bulan hanya untuk menemukan dan membujuk makhluk kecil sialan itu untuk ikut bersamamu!

Geni menatap Raina yang bermain-main dengan bola bulu dan matanya melembut. Ah, seorang gadis masih saja seorang gadis. Dia masih menyukai hal-hal imut...

Seandainya saja Geni tahu bahwa alasan Raina melakukannya adalah untuk meneliti struktur makhluk itu dan bukan karena keimutannya...

"Ayo, ikuti setiap langkahku," ucap Geni lalu berjalan maju setelah memastikan gadis di belakangnya mengikutinya.

Meskipun malas, dia masih mengikuti apa yang Geni katakan. Dia tidak ingin mati di tempat asing seperti ini. Jadi, kali ini dia memutuskan menurutinya dengan enggan.

"Kita sudah sampai."

Raina mengangkat kepalanya dan melihat gapura dengan ukiran rumit yang menghiasinya. Dia langsung merasakan hawa dingin yang menyerangnya sehingga secara naluriah mengeratkan jubah yang dia kenakan.

Geni melihat gerakan kecil itu dan dengan perhatian melemparkan mantra khusus kepada Raina.

"Apa yang kamu lakukan?" Raina bertanya sambil melihat susunan mantra yang terbentuk di bawah kakinya.

"Itu untuk melindungimu dari energi gelap." Geni menjawab.

Benar saja, tak lama kemudian, Raina merasakan hawa dingin yang tadi menyelimutinya semakin memudar dan digantikan dengan kehangatan seperti musim semi.

Geni melihat Raina yang mulai rileks dan menjadi tenang. "Pegang tanganku dan jangan sekali-kali mencoba untuk melepaskannya kalau kamu tidak mau mati."

Raina memutar bola matanya tapi tangannya bergerak menyentuh tangan Geni.

Geni mengulas senyum saat melihat gerakan kecil Raina. "Tutup matamu dan jangan membukanya sampai aku memintamu untuk melakukannya."

Raina menutup matanya dan beberapa saat kemudian dia merasakan tarikan Geni yang membuatnya terjatuh. Dia secara refleks ingin melepaskan tangan Geni tapi tangan dinginnya menggenggam erat tangan Raina.

"Jangan lepaskan," bisik Geni. "Aku tidak akan membiarkanmu terluka."

Raina ingin mengatakan sesuatu tapi akhirnya memutuskan untuk diam saja. Yah, mari kita lihat apakah pria ini bisa menepati ucapannya.

Raina merasakan tubuhnya seperti tersedot ke bawah dan hidungnya mencium aroma khas tanah. "Sistem, dimana aku?"

"Terowongan bawah tanah~" jawab sistem.

"Apakah ini berbahaya?"

"Tuan, selama kamu tidak melepaskan tuan penjahat, kamu akan tetap hidup~"

"...Yah, aku akan percaya padamu kali ini." Lagipula aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Sistem tersenyum palsu saat mendengar ucapan tidak tulus dari tuannya tapi tidak memberinya komentar apapun.

Sekitar lima menit kemudian, yang mana bagi Raina terasa seperti lima jam, Geni melepaskan tangannya.

"Buka matamu."

Raina membuka matanya dan merasakan rasa perih yang menyapa matanya untuk beberapa detik karena cahaya menyilaukan yang tiba-tiba memasuki mata itu. Setelah berkedip beberapa kali, dia akhirnya bisa melihat pemandangan di depannya.

"Selamat datang di Makam Terlarang," ucap Geni sambil tersenyum.

Raina tidak melihat keanehan dari senyuman Geni karena matanya terpaku pada pegunungan bersalju di depannya. Di sekitarnya, orang-orang sibuk dengan aktivitasnya sendiri dan tidak memperhatikan kehadiran Raina dan Geni. Itu akan terlihat seperti pemandangan desa yang damai di musim salju seandainya mereka tidak memiliki tanduk di atas kepala mereka dan kulit yang berwarna merah.

"Kamu..." Raina kehabisan kata-kata.

Dia bukan orang bodoh. Di dunia ini, hanya setan yang memiliki kulit berwarna merah dan tanduk di atas kepala mereka.

Geni hanya tersenyum lalu menggandeng Raina untuk berjalan menuju ke arah gunung. Di perjalanan, hampir setiap makhluk yang melihat Geni akan langsung membungkuk dan tidak berani menatapnya sama sekali. Dari tingkah mereka, Raina bisa melihat bahwa Geni pasti memiliki posisi yang tinggi di tempat ini.

Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di rumah kayu yang terpencil di kaki gunung. Saat Raina memasukinya, dia bisa melihat desain interior yang hangat dengan seekor kucing hitam yang berbaring malas di sofa. Kalau bukan karena penduduk di sini, dia pasti akan berpikir bahwa dia kembali ke dunia asalnya dan sedang berada di rumah neneknya di desa.