Meisya dan Dieter berbincang-bincang sambil berjalan di pelataran rumah Meisya. Walaupun tidak tampak dari ekspresi mereka, tapi keduanya merasa sangat senang bisa bertemu dan berbicara seperti sekarang.
"Aku sangat sedih. Kau tidak bilang padaku kalau kau memiliki tambatan hati."
"Ah, itu. Maaf. Semuanya terjadi begitu saja."
"Oh, kukira kau menikah dengannya hanya agar kau bisa keluar dari nama Heinest."
"..." Meisya tidak bisa membantahnya karena memang itulah kenyataannya.
"Jadi tebakanku memang benar."
Meisya menghela napas berat. Dia memang tidak bisa menyembunyikan apapun dari kakaknya yang satu ini. Entah kenapa Dieter selalu bisa membaca pikirannya.
"Dieter, aku.."
"Meisya, karena ini adalah keputusanmu, aku tidak akan menghakimimu. Aku harap kau bisa bahagia setelah ini. Dan juga, jika seandainya kau ingin bercerai kau tinggal menghubungiku. Aku pasti akan membantumu."
"Terima kasih. Tapi kami tidak akan bercerai."