"Cathy, kenapa kau ada disini?" suara seorang pria dewasa terdengar di sebelahnya.
Cathy mendongakkan wajahnya dan terkejut melihat siapa yang kini berdiri di sebelahnya. Sebelum Cathy sempat menjawab, pria itu mengalihkan pandangannya ke arah Felicia dan memandangnya dengan lembut.
Cathy merasa terheran dan terperangah saat melihat pamannya, Benjamin Paxton mengusap sayang ke kepala Felicia yang sedang tertidur dengan penuh kasih.
Persis yang diduganya, pamannya memiliki perasaan khusus pada Felicia. Sebelumnya dia tidak tahu seberapa besar perasaannya dan dia juga tidak peduli. Tapi kini dia bisa melihat cara pamannya menatap wanita itu sama persis saat Vincent memandangnya.
Hatinya kembali terasa sakit saat nama Vincent muncul di kepalanya. Apakah Vincent akan meninggalkannya?
"Cathy, kau belum menjawabku. Apa yang kau lakukan disini? Aku tidak tahu kalau kalian saling kenal. Apa dia memanggilmu kemari?"
Cathy menggelengkan kepala dengan cepat.
"Tidak. Kami hanya kebetulan bertemu. Owen yang mengantar Cathy kesini. Dia sudah ada disini sebelum Cathy tiba."
"Dimana Owen?"
Cathy menoleh mencari sosok Owen yang kini menikmati segelas minuman di pojokan. Posisi Owen duduk memunggunginya sambil mengobrol dengan bartender yang bertugas.
"Disana." jawab Cathy sambil menunjuk ke sebuah bar mini.
Setelah memastikan bahwa Owen memang ada didekat mereka, Benjamin membungkuk dan mengangkat tubuh Felicia dengan hati-hati.
Secara refleks Felicia mengalungkan kedua tangannya sekitar leher Benji sambil mengigau dalam tidurnya.
"Benben.." gumam Felicia tanpa sadar membuat Benjamin mendesah pasrah.
"Anak bodoh, kenapa terus menyiksa dirimu seperti ini?"
Cathy mengucek kedua matanya tidak percaya apa yang dilihatnya. Apakah benar pria ini adalah pamannya? Dia tidak pernah melihat sisi pamannya yang seperti ini. Kalimat terakhir pamannya jelas menyalahkan Felicia tapi nadanya terdengar sangat lembut dan penuh cinta. Tidak hanya itu, pamannya mengecup puncak kepala wanita yang sedang tertidur dalam gendongannya.
Apa dia tidak salah lihat? Ataukah dia sedang bermimpi?
"Cathy, Cathy.." Benjamin memanggilnya agak keras karena rupanya Cathy telah melamun tanpa sadar namanya telah terpanggil sejak dari tadi.
"Iya paman?"
"Sebaiknya kau segera pulang. Cepat panggil Owen untuk mengantarmu pulang."
Setelah mengucapkannya, Benjamin berjalan terlebih dulu ke arah lift. Melihat cara pandangan pamannya pada Felicia atau cara pamannya menunjukkan rasa sayangnya pada Felicia membuatnya semakin merindukan kekasihnya. Tapi dia harus memastikan sesuatu terlebih dahulu walau dia harus mendengarkan kenyataan yang akan menyakitkannya.
"Paman, apakah paman dan Vincent adalah saudara sepupu?"
Langkah Benjamin terhenti mendengar pertanyaan keponakannya. Kemudian berbalik untuk melihat Cathy.
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Jadi.. kalian memang bersaudara?" Cathy merasa suaranya tercekat mendengar kenyataan pahit itu.
"..." Untuk sejenak Benjamin tidak memberi jawaban. Lalu dia menyadari tubuh keponakannya mulai menggigil karena telah beranjak dari kursi penghangat.
Tubuh wanita yang digendongnya juga mulai bergetar, akhirnya dia memutuskan untuk segera kembali berjalan ke lift setelah memanggil Owen.
Semula Owen agak terkejut akan kemunculan Benjamin serta seorang wanita yang digendongnya. Namun dia tidak bertanya apapun dan hanya berdiri di belakang mereka selama lift yang mereka naiki turun ke bawah.
"Paman.. apakah Cathy bisa mendapatkan jawabannya?"
"Aku mengerti. Sudah saatnya kau mengetahui sejarah kita. Owen, bawa Cathy ke Eastern Wallace dan tunggu aku disana."
"Baik." jawab Owen dengan senyuman terpaksa. Tampaknya Owen tidak begitu suka nona keduanya dibawa ke Eastern Wallace.
-
Di Eastern Wallace, Cathy dibawa Benjamin melewati beberapa foto ukuran besar. Dia sudah pernah melihat foto ibunya dalam busana sederhana dan make up natural. Tapi di foto yang saat ini dilihatnya sungguh membuatnya terpesona. Cathy tidak pernah melihat wanita secantik, seanggun namun memiliki aura yang kuat dan wibawa tak terbantahkan pada seorang wanita seperti di foto itu.
Siapa wanita itu?
"Dia adalah ibu kandungmu, Chloeny Paxton."
Cathy terkesiap mendengarnya tidak percaya. Wanita didalam foto itu tampak berbeda dengan foto yang ditunjukkan Kinsey.
Foto milik Kinsey menunjukkan foto seorang wanita yang sedang berbahagia bersama pria dicintainya, sementara foto ini menunjukkan seorang wanita dengan senyuman kecil seperti sedang memimpin sebuah rapat penting.
Make up serta dandanan wanita itu membuatnya tidak menyangka kalau wanita di kedua foto tersebut adalah orang yang sama.
Tidak lama kemudian Benjamin menunjukkan foto besar lain. Benjamin memperkenalkan kakeknya, Tuan besar Davone serta istrinya yang merupakan ibu kandung Benjamin.
Foto berikutnya merupakan foto Davone serta istri yang menggendong bayi laki-laki dan seorang gadis muda yang mirip dengannya berdiri di antara kedua orang tuanya.
"Sayangnya ibuku membakar foto Daniel agar semua orang mengira akulah satu-satunya putra dari ayahku. Ibuku adalah istri kedua dari Davone. Daniel pergi dari rumah setelah mengetahui ayah menikah dengan ibuku diam-diam. Siapa yang menyangka kakak perempuanku melahirkan anak diam-diam dan menitipkanmu pada adik kandungnya sendiri."
Jantung Cathy berdetak dengan kencang mendengar ini. Dia melihat setitik cahaya pengharapan saat mendengar penjelasan pamannya.
"Apa itu berarti Vincent sama sekali tidak ada hubungan darah dengan Cathy?"
"Ibuku adalah saudara perempuan ibu Vincent, jadi kami memiliki hubungan saudara. Tapi kau, Cathy.. sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan Vincent. Karena itu kau tidak perlu khawatir."
Cathy menghela napas lega mendengarnya. Ternyata mereka masih bisa bersama. Tunggu.. kenapa pamannya menyuruhnya untuk tidak khawatir? Jangan-jangan...
"Paman tahu?"
"Hm. Aku tahu. Kalian berdua saling mencintai dan menjalin hubungan. Hanya saja... sebaiknya kau akhiri hubungan kalian. Keluarganya akan menentang hubungan kalian begitu tahu kau adalah putri kandung Chloeny."
"Mengapa?"
Kemudian Benjamin menceritakan kejadian delapan belas tahun yang lalu. Waktu itu, Vincent sering pulang malam selama setahun namun karena tidak ada perubahan yang aneh pada Vincent, keluarganya tidak merasa curiga sama sekali.
Suatu malam tiba-tiba Vincent tergesa-gesa keluar rumah tanpa pamit dan segera menaiki sepedanya. Vincent bahkan tidak mendengar ataupun menggubris panggilan keluarganya.
Tepat jam empat pagi, seseorang dari pihak rumah sakit menghubungi kediaman Blue Rosemary. Mereka diberitahu kondisi Vincent sangat kritis dan membutuhkan donoran darah.
Semua anggota keluarga Regnz terburu-buru datang ke rumah sakit dan merasa ngeri melihat kondisi tubuh Vincent. Tubuhnya sudah dipenuhi bekas luka yang tampak lama dan luka baru akibat pisau yang masih menancap di bagian perutnya. Tidak hanya itu, di dada kirinya juga terdapat lubang akibat peluru yang menembus kulitnya. Bahkan kepalanya dilumuri darah hingga wajahnya tak terlihat lagi karena bewarna merah akibat darah yang tidak berhenti mengalir.
Vincent segera dilarikan ke ruang operasi dan menjalani operasi besar selama hampir lima belas jam. Untung saja Vincent ditemukan di jalanan tepat waktu dan segera dilarikan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Terlambat sedikit saja nyawa Vincent akan melayang. Tidak. Seharusnya Vincent memang sudah mati mengingat mendapatkan luka yang parah di bagian perut dan sekitar jantungnya. Sungguh sebuah keajaiban Vincent masih bisa bertahan selama perjalanan ke rumah sakit.
Setelah operasi berakhir, keluarga Regnz belum bisa merasa lega karena dokter memberitahu mereka sangat kecil kemungkinan Vincent akan sadar kembali. Kalaupun sadar ada kemungkinan Vincent mengalami gegar otak atau kecacatan pada syarafnya.
Saudara-saudara ayah dan ibu Vincent saling bekerja sama untuk mencari tahu mengapa Vincent mengalami kejadian seperti ini. Kemudian mereka mengetahui alasan Vincent pulang larut selama setahun ini bukan karena tugas kelompok sekolah melainkan menghabiskan waktu di Eastern Wallace.
Mereka juga melihat daftar panggilan telepon dan pesan beberapa hari terakhir sebelum Vincent meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa. Rupanya semua panggilan dan pesan di ponselnya berasal dari nomor Chloeny.
Semenjak itu mereka membenci Chloeny dan ingin menuntut balas pada wanita itu. Namun mereka tidak bisa melakukannya karena rupanya wanita itu sudah meninggalkan dunia ini beberapa jam sebelum Vincent ditemukan di jalanan.
Pada akhirnya Vincent koma selama delapan bulan penuh dan mengalami amnesia ringan. Vincent tidak mengingat kejadian dua bulan sebelum dia mengalami koma. Setelah mendapatkan kabar kematian Chloe, keadaan Vincent semakin buruk dan tidak bisa menerima makanan apapun.
Semenjak itu keluarga Regnz melakukan segala cara untuk memulihkan Vincent dan menutup kabar apapun mengenai Chloe. Mereka ingin Vincent melupakannya dan fokus pada pemulihannya.
Mendengar penjelasan pamannya, kaki Cathy menjadi lemas tidak menyangka Vincent pernah nyaris kehilangan nyawanya gara-gara ibunya.
"Tapi.. akhir-akhir ini aku mengetahui.. Vincent adalah penyebab kematian Chloe."
Seakan nasib belum puas mempermainkannya, kini dia diberitahu bahwa orang yang dicintainya adalah penyebab kematian ibunya.
"Karena itu Cathy, maafkan aku. Sebaiknya kau melupakannya dan akhiri hubungan kalian. Ini juga demi kebaikan kalian. Keluarga Vincent akan membencimu begitu tahu kau adalah putri Chloe. Dan juga, Vincent akan menderita jika bersamamu. Dia akan hidup dalam bayangan masa lalu. Apa kau ingin Vincent hidup menderita disisimu?"
Cathy tidak menjawab karena air matanya sudah mengalir kembali membasahi pipinya. Dia berusaha keras agar isakannya tidak keluar. Lalu Cathy mengerahkan seluruh tenaganya untuk bangkit berdiri. Dia mengepalkan kedua tangannya untuk memberinya kekuatan saat berbicara.
"Aku tidak percaya." bisik Cathy dengan berat. "Paman pasti bohong." nada suaranya seakan menuduh pamannya yang sedang berusaha membujuknya untuk memutuskan hubungan dengan Vincent.
"Cathy.." Benjamin hendak mengulurkan tangannya ke kepala Cathy, namun Cathy sudah berbalik terlebih dulu dan berlari keluar menuju mobilnya.
"Owen, bawa aku ke Emerald mansion sekarang juga!"
Tanpa bertanya Owen segera menjalankan mobilnya menuju ke tempat yang diinginkan Cathy, menghiraukan Benjamin yang telah keluar mengejar dan memanggil nama Cathy berulang kali.
Beberapa menit kemudian di ruang latihan di Emerald Mansion, Kinsey sedang larut meninju dan menendang samsaknya.
"Tuan muda."
"Bukankah sudah kubilang jangan menggangguku kalau tidak ada yang penting?"
Dalam hal ini Kinsey sangat mirip dengan ayahnya. Langsung memutuskan bahwa kabar yang akan disampaikan tidak penting sebelum mendengar isi beritanya.
"Nona Catherine baru saja tiba."
Kinsey langsung menghentikan latihannya mendengar itu.
"Rinrin?" Kinsey segera mengambil handuknya untuk mengelap keringatnya dan berganti pakaian.
Kemudian dia segera menuju ke ruang keluarga dimana adiknya telah menunggunya. Keningnya mengernyit melihat mata yang sembab serta hidung merah pada wajah adiknya. Kenapa adiknya menangis?
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu? Kau terluka?" tidak biasanya seorang Kinsey merasa khawatir dan takut sesuatu buruk telah terjadi pada adiknya.
"Ka..kakak.."
Kinsey terpaku pada tempatnya. Ini pertama kalinya adiknya memanggilnya dengan sebutan 'kakak'. Setelah menghabiskan waktu selama enam bulan sebagai saudara, Kinsey selalu menantikan ketika Cathy tidak canggung bersamanya dan memperlakukannya seperti seorang adik terhadap kakaknya.
Dia ingin Cathy mengeluh padanya, meminta sesuatu padanya karena Kinsey sangat ingin memanjakan adiknya yang sudah menderita di masa kecilnya. Cathy memang sudah tidak merasa canggung dan sekali-kali Cathy akan mengeluh mengenai rumor pernikahan mereka. Tapi Cathy masih belum pernah memanggilnya dengan nama 'Kinsey' ataupun 'kakak'.
Akhirnya... setelah menunggu sekian lama, Cathy memanggilnya dengan sebutan 'kakak'. Meski tidak dengan hati yang gembira, Kinsey masih tetap merasakan senang dan tidak akan ragu untuk melakukan apapun yang bisa membuat hati adiknya kembali ceria.
"Tolong aku.. hiks..." Cathy mulai terisak dan menangis. "Aku tidak tahu lagi.. aku harap aku sedang bermimpi. Kakak.. beritahu aku.. apa yang harus aku lakukan?"
"Rinrin, katakan padaku pelan-pelan, apa yang terjadi? Aku pasti akan membantumu, hm?"
"Aku.. aku dengar Vincent yang menyebabkan kematian mama, dan juga gara-gara mama, Vincent hampir kehilangan nyawanya. Apa itu benar?" saat ini Cathy sudah tidak bisa lagi melihat wajah kakaknya karena air mata. Dia sama sekali tidak bisa melihat ekspresi tegang pada wajah kakaknya. "Apa itu benar.. kakak?" nada suara Cathy lebih ke arah sebuah tuntutan.
"Ikut aku." kemudian Kinsey menggandeng tangan Cathy dan menuju ke garasinya. Setelah menyuruh pada beberapa pelayannya untuk menyiapkan sesuatu, mereka berangkat... menuju ke pulau markas utama tim S berada.
Sesampainya disana, ketua tim S sebelum Kinsey mengambil alih menceritakan semuanya mulai dari awal mula pertemuan antara Chloeny Paxton dan Marcel Alvianc.